Thirty five

3.3K 120 3
                                    

Badannya gemetar, wajahnya terlihat pucat, ia berjalan sedikit merunduk seolah merasa benar-benar takut, matanya sembab dan terlihat sedikit menghitam di bagian bawahnya. Bahkan tak jarang beberapa orang tampak memperhatikannya di sepanjang jalan. Mungkin karena penampilan dan rambutnya yang berantakan.

Sesampainya di kamar, ia menutup dan mengunci pintunya, tubuhnya merosot dan terduduk di lantai kemudian menangis. Tangisannya semakin terdengar, isakannya begitu pilu dan menyakitkan. Berulang kali ia menjambak rambutnya dan memukuli kepalanya seperti orang bodoh.

Ia meraung, mengumpat, dan semakin memeluk lututnya. Ia takut bukan main, ia benar-benar merasa kotor dan tak layak untuk hidup.

"BRENGSEK KAU, SIALAN! KAU BENAR-BENAR MANUSIA BIADAB!"

Air matanya membanjiri wajahnya yang semakin pucat, tubuhnya begitu terasa sakit, tetapi hatinya jauh lebih sakit. Kepalanya mulai pening, membuat empunya semakin menjambak rambutnya sendiri tanpa ampun.

Ia seperti orang gila, ia merasa hancur dan tak tahu harus berbuat apa lagi. Hingga akhirnya ia terjatuh tak sadarkan diri, terlihat pergelangan tangannya yang terluka dan membiru.

Entah harus bagaimana ia menghadapi semuanya setelah ini. Ia rasa dirinya tak akan sanggup.

--

Pagi ini ia datang ke hotel dengan aura yang begitu terpancar, hatinya tengah berbunga-bunga karena seseorang. Setelah kejadian semalam, ia merasa menjadi seorang pria bajingan yang amat beruntung. Ia tak sabar jika nantinya benihnya akan berkembang dengan baik di perut sang kekasih.

Ah rasanya ia tak sabar.

Bahkan sekarang ia begitu merindukan wanita itu, sedang apa dan bersama siapa dia rasanya Sean ingin tahu segalanya. Sebucin itu memang.

"Selamat pagi, Tuan Sean!" sapa Lucas yang baru saja keluar dari ruangan Sean.

"Apa yang kau lakukan di dalam, Lucas?"

"Saya baru saja mengirimkan beberapa berkas yang harus anda tandatangani, tuan."

"Hm ya, baiklah."

Baru saja Sean akan melangkah masuk ke dalam ruangannya, ia mengurungkan niatnya kala teringat akan sesuatu.

"Tunggu, Lucas!"

"Ya, tuan?"

"Aku butuh bantuan mu, aku ingin kau menyewa resort mewah untuk makan malam ku bersama Anna nanti, aku ingin semuanya disiapkan sebaik dan seromantis mungkin, dan pastikan resort itu memiliki penilaian yang baik sebab aku tak akan menerima kesalahan sedikitpun, kau mengerti?"

"Baik, Tuan. Aku mengerti."

"Bagus!"

Sean lantas melanjutkan langkahnya, meninggalkan Lucas yang kini diam-diam tertawa kecil karena merasa heran dengan sikap tuannya yang berubah drastis. Rasanya sangat aneh dan Lucas belum pernah melihatnya.

Entah siapa yang beruntung, Anna yang beruntung mendapatkan Sean, atau justru sebaliknya. Lucas pun tak tahu.

Di sisi lain Lain, terlihat Laura yang tengah masuk ke dalam lift untuk menuju kamar Anna. Hari ini ia membawa kue yang sengaja dirinya buat khusus untuk teman barunya itu, Laura sangat senang mengenal Anna, tentu saja.

Setibanya di depan kamar Anna, Laura menekan tombol tersebut. Sesekali ia membenahi rambutnya sembari menunggu Anna membukanya. Namun, pintu tak kunjung dibuka, Laura lantas menekan tombol itu lagi secara berulang dan hasil tetap sama.

"Anna?"

"Anna ini aku Laura."

"Kau di dalam?"

Hening.

365 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang