Thirty Nine

767 88 9
                                        

Selamat membaca...




















































"Naomi sayang kamu kenapa sih? Duh jangan nangis terus dong, tanti jadi bingung nih! Mana malu lagi dari tadi kita diliatin orang-orang terus" kata saktia, yang terlihat frustasi karena menemukan naomi yang tiba-tiba saja menangis kencang di dekat rak makanan dan minuman sambil memanggil bunda terus menerus. Bahkan kini keduanya menjadi pusat perhatian orang-orang yang berkunjung di supermarket tsb.
"Duh, tanti telfon mama kamu dulu ya sebentar" ucap saktia, yang kini sedang menghubungi shania.
Lima menit saktia menghubungi shania, kini saktia kembali menghampiri naomi yang masih menangis.
"Cup..cup..cup ya sayang, sebentar lagi mama kamu dateng" kata saktia, berusaha menenangkan naomi yang menangis tak henti-hentinya seperti anak kecil.

Lama saktia menunggu shania, akhirnya yang ditunggu-tunggu pun datang. Shania datang dengan penuh kekhawatiran pada putri sulungnya itu.
"Saktia" panggil shania yang baru saja datang sambil membawa sinka dan jacob.
Saktia yang melihat kedatangan shania langsung mendekat.
"Shan, sumpah bukan gue yang bikin dia nangis. Gue juga gak tau dia nangis kenapa, karena waktu gue nemuin dia di sini udah nangis. Terus..." tiba-tiba saktia menghentikan ucapannya yang sedang menjelaskan kepada shania. Karena shania menyuruhnya untuk diam, setelah itu shania mendekati naomi.
"Sayang, kamu kenapa nangis hmm? Ayo cerita ke mama" dengan setenang dan selembut mungkin, shania mencari tau kenapa naomi menangis.
Naomi yang masih menangis pun menatap shania di hadapannya.
"Bun...da" sebutnya pelan, lalu kembali menangis kencang.
*bunda?* beo shania dalam hati
"Bunda? Maksud kamu ve?" Tanya shania yang diangguki oleh naomi.
"Apa tadi kamu bertemu ve di sini?" Tanya shania lagi, dan kembali diangguki oleh naomi.
Shania pun menghembuskan nafasnya kasar, setelah tau kalau naomi menangis karena bertemu dengan ve.
"Naomi mau ketemu bunda, naomi mau ikut bunda hiikkks" ucap naomi diiringi tangisnya yang semakin kejar.
Mendengar naomi merengek seperti itu membuat shania menggeram kesal dalam hati. Ia pun meminta saktia untuk membantunya membawa naomi yang masih menangis ke dalam mobil. Lalu mereka pergi meninggalkan supermarket dan kembali ke apartemen saktia.

Sesampainya di apartemen, shania langsung membawa naomi ke dalam kamar.
"Shan, kalo lo mau ngomongin sesuatu sama naomi. Biar jacob dan sinka sama gue ke kamar" kata saktia, yang seolah mengerti apa yang diinginkan shania saat ini.
*shania pun mengangguk*
Lalu menatap ke arah jacob dan sinka yang ada di dekatnya.
"Kalian berdua ikut tanti saktia dulu ya, jangan nakal. Mama mau temenin kak naomi dulu sebentar" kata shania pada kedua anaknya itu.
Jacob dan sinka saling mengangguk, lalu berjalan ke arah saktia.
"Ya udah kalo gitu gue sama anak-anak ke kamar dulu" pamit saktia yang diangguki oleh shania.
Setelah kepergian saktia dan kedua anaknya. Kini hanya ada shania dan naomi di dalam kamar. Naomi yang sesenggukan setelah menangis cukup lama, matanya mulai terasa berat dan mengantuk. Shania pun merebahkan tubuh anak gadisnya itu ke kasur, lalu menyelimutinya.
"Tidur lah, mama akan menemani mu di sini" ucap shania, sambil membelai lembut kepala naomi.

2 jam sudah shania menemani naomi, dan naomi sudah terlelap dalam tidurnya. Shania pun melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya sudah menunjukan pukul 10 malam. Shania mendadak panik, lalu bangun dari tempat tidur naomi.
"Sayang, mama pulang dulu ya" pamit shania pada naomi yang tertidur pulas, sambil mengecup lembut kening naomi.
Setelah keluar dari kamar naomi, shania melihat kedua anaknya masih asik bermain bersama dengan saktia di depan tv.
"Jacob, sinka, yuk kita pulang" ajak shania pada keduanya.
Jacob dan sinka langsung meletakan mainan yang sedang mereka mainkan, lalu menghampiri shania yang masih berdiri di depan kamar naomi.
"Kenapa gak nginep aja sih shan. Ini udah malem lho" kata saktia, yang juga ikut menghampiri shania.
"Gak dulu deh sak, malam ini deva pulang dari luar kota. Dan gue harus balik sebelum deva sampe duluan di rumah" balas shania dengan sedikit panik.
"Ya udah, kalo gitu lo sama anak-anak hati-hati ya" pesan saktia yang diangguki oleh shania.
"Tanti, aku sama adek pulang dulu ya"
"Iya tanti, kita pulang dulu ya. Besok main lagi"
Pamit jacob dan sinka kepada saktia yang tersenyum sambil mengangguk.
"Iya sayang, hati-hati ya" ucap saktia pada keduanya.
Setelah itu, shania dan kedua anaknya pun pergi meninggalkan apartemen saktia dengan terburu-buru.

*Keesokan harinya*

Shania yang sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk keluarganya, mendadak berkeringat dingin dan merasa pusing. Bahkan shania juga merasa mual, dan beberapa kali bolak balik masuk kamar mandi.
Deva dan marcel yang melihatnya pun bingung, karena tidak hanya hari ini saja shania seperti itu. Tapi sudah seminggu ini shania menunjukan tanda-tanda seperti itu.
"Shan, kita ke rumah sakit aja ya. Aku liat kamu kaya gini gak tega, kamu adik aku. Kalo kamu kenapa-napa aku juga yang repot" ucap marcel, sambil menatap shania penuh khawatir dan mengusap dahi shania yang berkeringat.
"Gak usah kak, shania gapapa kok. Mungkin masuk angin aja, jadi mual terus keringet dingin gini" balas shania, yang tidak ingin membuat marcel khawatir.
"Aku gak yakin kalo kamu cuma masuk angin aja. Masa iya sih masuk angin dari minggu lalu belum sembuh juga. Apalagi wajah kamu sekarang keliatan pucet banget" kata marcel yang tak yakin pada shania.
Deva yang sedari tadi memperhatikan keduanya melihat geram pada marcel. Sikap sok kepeduliannya pada shania membuat deva seolah tidak berguna sebagai seorang suami untuk shania.
"Minggir!" Perintah deva pada marcel, sambil mendorong marcel menjauh dari shania.
"Sini kamu!" Deva menarik kasar shania ke arahnya dengan mencengkram kuat lengan shania. Dan membuat marcel menatap tajam pada deva karena memperlakukan shania dengan kasar. Shania sendiri sempat mengaduh sakit pada lengannya karena cengkraman deva yang kuat.
"Kita ke rumah sakit sekarang!" Ajak deva, sambil menggandeng shania sekaligus mengajak kedua anaknya untuk diantarkan ke sekolah.

Di perjalanan, shania terus menerus merasa mual dan pusing. Apalagi mencium aroma pengharum yang ada di mobil deva.
Sinka yang sedari tadi memperhatikan shania menatap khawatir dan membuat gadis kecil itu terlihat sedih.
"Kalo mama sakit kaya gini, itu artinya pulang sekolah nanti kita gak jadi main terus ketemu kak naomi di tempat tanti saktia dong" seru sinka dari jok belakang, sambil menatap sedih wajah samping shania.
Sedangkan shania yang sedang memijat pelipisnya langsung menatap panik sinka di balik wajah pucatnya.
*aduh, kenapa sinka harus bicara seperti itu sih disaat ada deva* panik shania.
"Kak naomi? Lho, memangnya kak naomi kenal sama tanti saktia?" Tanya deva pada sinka dari kaca spion mobil yang ada di tengah.
*Sinka mengangguk*
"Bukan cuma kenal pa, tapi kak naomi juga tinggal di tempat tanti saktia" jawab sinka dengan polosnya. Tanpa tau bagaimana perasaan shania yang panik saat ini.
Sementara deva, tiba-tiba saja tersenyum senang mendengar apa yang sinka katakan padanya.

*Akhirnya aku tau dimana keberadaan naomi saat ini. Dan sepertinya, ini akan menjadi senjataku untuk mengancam ve bahkan mendapatkan keuntungan darinya hahaha* tawa deva dalam hati sambil tersenyum menyeringai.

Tanpa deva sadar, shania memperhatikannya. Dan entah kenapa shania menjadi khawatir pada naomi.

*Semoga apa yang pernah ve katakan padaku tentang deva itu tidak benar. Dan deva tidak melakukan apa-apa seperti yang ve khawatirkan selama ini* batin shania, sambil melirik sekilas ke arah deva di sampingnya.





*tbc*

I love you, bunda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang