Selamat membaca....
Maaf gaje ehehe"Naomi!!" Ve menjerit, ketika ia yang baru saja pulang dari butiq dan mendapati naomi pingsan di bawah guyuran air di kamar mandi. Ve segera mengangkat naomi dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Setelah itu ve meletakan naomi di atas ranjang, lalu membuka seragam naomi yang sudah sangat basah. Bahkan tubuh naomi sangat dingin, ve juga melihat naomi menggigil. Membuat ve begitu mengkhawatirkan putrinya itu.
"Bu-bi" lirih naomi, dengan mata yang masih terpejam. Dan tanpa sadar naomi memanggil bubi pada ve.
"Iya sayang, bubi disini" jawab ve.
"Di-ngin" lirihnya lagi, ketika ve menyadari seragam naomi sudah ia lepaskan semuanya. Dan kini naomi tanpa sehelai benang pun.
"Sebentar ya" ve segera pergi ke dapur untuk mengambil kompresan. Dan tak lama ve kembali dengan membawa baskom kecil berisi air hangat serta handuk kecil untuk mengompres dahi naomi.
"Bubi kompres dulu ya" ucap ve, yang tangannya sibuk memegang handuk kecil.
Setelah itu ve membuka baju nya sendiri, yang kini tanpa sehelai benangpun sama seperti naomi.
Ve segera naik ke atas ranjang, lalu berbaring di sebelah naomi dan menyelimuti tubuh polos mereka dengan selimut tebal. Tak hanya itu, ve juga mendekap tubuh naomi dari belakang sangat erat. Sehingga tubuhnya dengan tubuh naomi saling menempel. Naomi yang setengah sadar bisa merasakan tubuhnya yang dingin sedikit menghangat ketika ve mendekapnya erat. Naomi juga merasakan kulit punggungnya menempel pada buah dada ve.
Tiba-tiba ve merasakan naomi bergerak, merubah posisi yang sebelumnya memunggungi ve, kini saling berhadapan satu sama lain. Perlahan, naomi membuka matanya yang sembab sehabis menangis. Ia merasakan lagi tubuhnya yang menyatu dengan tubuh ve. Setelah sekian lama mereka tidak saling seperti ini, semenjak naomi duduk di bangku SMP. Dan naomi yang merasa sudah dewasa, mempunyai rasa malu jika harus bertelanjang di hadapan ve atau mandi bersama dengan ve seperti dulu saat dirinya masih kecil.
"Bu-bi jangan tinggalin naomi" ucapnya lirih, sambil menatap wajah ve yang begitu mengkhawatirkannya.
*ve mengusap lembut pipi naomi*
"Bubi gak akan pernah ninggalin kamu naomi, kecuali Tuhan yang memisahkan kita" balas ve, diiringi senyumannya yang tipis.
*naomi pun tersenyum membalas ucapan ve*
Lalu perlahan naomi mulai menutup matanya kembali, sambil menggenggam sebelah tangan ve dan menenggelamkan wajahnya pada cerug leher ve.
"Gudnite" lirih naomi
"Gudnitetu" balas ve sambil mengecup singkat kening naomi.
Dan tak lama terdengar dengkuran halus dari naomi.
"Sepertinya dia sudah tidur, jadi lebih baik besok saja aku bertanya apa yang sebenarnya terjadi" gumam ve, yang sadar saat tadi naomi membuka mata dan ve bisa melihat anak gadisnya itu sehabis menangis.
Kini perlahan ve mulai menyusul naomi ke alam mimpi.*keesokan harinya*
Ve menghubungi evelyn dan berkata jika pagi ini ia tidak bisa datang ke butiq. Dan kemungkinan ve akan ke butiq nanti siang atau sore. Karena pagi ini ia harus mengurus naomi yang semalam demam akibat terlalu lama di bawah guyuran air.
Kini ve sedang mempersiapkan sarapan untuk naomi, sambil menunggu naomi berganti baju. Setelah itu ve akan mengintrogasi naomi akan apa yang terjadi kemarin. Kenapa putri nya itu sampai pingsan di bawah guyuran air dan masih memakai seragam sekolah.
"Bunda" panggil naomi yang muncul dari balik tembok.
Ve yang mendengar naomi kembali memanggilnya bunda terlihat sedikit kecewa.
*Baru semalam aku senang karena mendengarnya memanggilku bubi lagi. Tapi kenapa pagi ini naomi kembali memanggilku bunda. Hufft* batin ve
"Ayo duduk, ini sarapan untukmu. Harus dihabiskan, dan ini obatnya" perintah ve, yang kini naomi mulai duduk dan menghadap sarapan dan obat pemberian ve.
"Suapin" manjanya pada ve.
Membuat ve memutar malas bola matanya. Dan mau tidak mau akhirnya ve menyuapi naomi. Sampai akhirnya sarapan itu habis tak tersisa dan naomi juga sudah meminum obatnya.
"Karena sarapannya sudah selesai. Ada yang mau bubi tanyakan sama kamu" ucap ve yang menatap serius naomi.
"Bunda mau tanya apa?" Tanya naomi.
*Ve membetulkan duduknya, lalu naomi membalas tatapan ve*
"Apa yang terjadi sama kamu kemarin malam, hmm? Kenapa kamu sampai pingsan di kamar mandi?" tanya ve balik, yang membuat naomi teringat akan sesuatu.
"N-naomi gapapa. Cuma pusing aja, terus naomi gak sadarkan diri" jawabnya bohong.
Ve menatap intens naomi, ia melihat bola mata naomi yang bergerak kesana kemari.
*Sepertinya dia bohong* batin ve.
"Pusing? Kenapa sampai menangis? Semalam bubi lihat mata mu sembab" kata ve sambil membereskan piring bekas naomi makan.
"Y-ya pusingnya itu pusing banget, j-jadi naomi sampai nangis deh" bohongnya lagi.
Ve semakin yakin jika putrinya itu bohong padanya.
"Baiklah, kalau memang seperti itu. Bubi mau ke supermarket di depan dulu sebentar beli pulsa, sekalian mau izinin kamu hari ini gak masuk sekolah" pamit ve, setelah merapikan meja makan dan meninggalkan naomi sendiri di rumah.
Sebenarnya ve keluar hanyalah sebagai alasan saja. Ia ingin menghubungi atha atau lidya, untuk mencari tau apa yang sebenarnya terjadi kemarin. Karena hanya athaa dan lidya lah yang kemarin bersama dengan naomi saat belajar kelompok.
Kini ve telah menghubungi athaa dan setelah tersambung, ve langsung menanyakan bagaimana kerja kelompok kemarin. athaa pun langsung menceritakan kalau kemarin mereka baik-baik saja, bahkan mereka pulang diantarkan oleh ayah lidya. Ve hanya khawatir jika naomi mempunyai masalah dengan athaa ataupun lidya. Tapi ada yang membuat ve heran ketika athaa mengatakan jika kemarin mereka pulang diantar oleh ayah lidya yang bernama deva. Dan tentu saja nama itu tidak asing untuk ve.
"Mungkin hanya kebetulan nama yang sama" ucap ve.
Setelah urusan ve selesai, kini ve kembali pulang ke rumah dengan membawa sekantung plastik buah anggur kesukaan naomi yang ia beli di supermarket tadi.
Sesampainya ve di rumah, ia terheran ketika melihat mobil milik shania terparkir di garasinya.
Ve langsung segera turun dan mengecek keadaan di dalam.
"Nao-" panggilan ve terhenti, ketika melihat pemandangan yang entah kenapa membuat dada ve terasa sakit.
Sementara naomi yang berada di dalam dekapan shania segera melepas kasar tangan shania yang mendekap tubuhnya dan mengusap kepalanya.
"Bunda" panggil naomi, sedangkan yang dipanggil bunda oleh naomi justru menghiraukan pangggilannya. Ve langsung masuk ke dalam tanpa menyambut kedatangan shania atau mengusir shania dari rumahnya, seperti biasa jika shania mencoba bertemu dengan naomi.
"Naomi tunggu!" Shania menahan pergelangan naomi yang ingin mengejar ve ke kamar.
"Lepasin!" Perintah naomi, tapi shania begitu kuat menggenggamnya. Sementara tenaga naomi masih terasa lemas. Ia seperti tidak sanggup untuk melawan shania.
"Aku gak akan lepas sebelum kamu kasih tau aku kenapa kamu panggil dia bunda" kata shania, yang kini menarik naomi untuk duduk kembali di sampingnya.
Naomi pun akhirnya duduk di samping shania, dan shania sudah melepaskan tangan naomi dari genggamannya.
"Apa kamu mau jujur sama aku, siapa sebenarnya veranda? Dan apa hubungan kalian yang sebenarnya selama ini?" Tanya shania, yang sebenarnya dia sendiri sudah tau semuanya. Hanya saja shania ingin putrinya itu berkata jujur padanya.
Naomi yang ditanya seperti itu semakin diam, ia lupa jika sedang ada shania ketika memanggil ve dengan sebutan bunda.
"Kalau kamu diam, itu artinya dugaan aku selama ini benar. Kalau kamu bukan kekasih veranda, tapi kam..."
"Shania" panggil seorang pria yang berdiri di ambang pintu rumah ve.
Shania merasa dipanggil dan begitu mengenali suara itu langsung melihat ke arah luar.
"Kak marcel? Kakak ngapain disini?" Tanya shania, ketika sosok marcel lah yang datang dan sudah membuat shania kesal karena menjeda pembicaraannya dengan naomi.
"Kamu yang ngapain disini? Bukannya tadi kamu antar sinka dan jacob ke sekolah?" Kata marcel, sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah ve.
"Aku kesini karena ikatan batinku dengan naomi sangat kuat. Dan kekhawatiranku kemarin ternyata benar, kalau dia sedang sakit" bisik shania pada marcel.
Marcel yang mendengar naomi sakit langsung menatap naomi yang diam terduduk di sofa.
"Sayang, kamu sakit? Sakit apa?" Tanya marcel yang begitu terlihat khawatir.
Sementara yang dikhawatirkan justru menggelengkan kepala.
"Naomi gapapa kok dad, cuma pusing" jawabnya sambil memegangi kepalanya.
"Pusing? Sini biar daddy pijit" tangan marcel yang mulai terulur untuk menyentuh kepala naomi, langsung ditepis oleh shania.
"Tadi shania udah pijit kepala dia. Lebih baik sekarang kita pulang, biar naomi istirahat" larang shania pada marcel yang ingin mendekati putrinya itu.
"Kalo kamu mau pulang, silahkan. Aku masih ingin disini, dan aku kesini karena ada keperluan yang penting sama ve. Karena tadi aku ke butiq dia gak ada" kata marcel, yang menolak dengan ajakan shania.
Shania yang kesal kepada marcel pun berpamitan pulang kepada naomi.
"Aku pulang dulu ya. Kamu cepat sembuh, bye"
*cup*
Shania mengecup lembut pipi kanan naomi, setelah itu langsung meninggalkan rumah ve. Dan meninggalkan naomi yang terkejut dengan kecupan singkat shania di pipinya.
*Mamah cium aku* batin naomi, yang memegangi pipi nya.
"Naomi" panggil marcel, yang menyadarkan naomi dari lamunannya.
Naomi yang telah sadar menatap marcel di sampingnya.
"K-kenapa dad?" Tanya naomi.
"Gapapa. Bunda kamu mana? Daddy mau bertemu" jawab marcel.
"Bunda di kamar" balas naomi.
*Marcel bangun dari duduknya*
"Ya udah, kalo gitu daddy ke kamar bunda dulu" pamit marcel yang diangguki oleh naomi.
Setelah kepergian marcel, naomi melangkahkan kaki nya keluar rumah. Ia ingin melihat apakah shania masih berada di sekitarnya atau tidak. Dan ternyata shania sudah benar-benar pergi dari rumahnya. Membuat naomi sedikit kecewa dengan kepergian shania dari rumahnya.*tbc*
Jangan lupa baca "Stockholm Syndrome" nya yaaaa......karena selain pairing "Venom" bakal ada pairing-pairing yg lain. Warning!!! 17+
KAMU SEDANG MEMBACA
I love you, bunda [END]
Historia Corta"Dia milikku, bukan milikmu!" Cerita ini mengandung unsur dewasa.