Seventeenth.

152 23 10
                                    

"So can i wish that someday you will be mine?"

Aku terbangun dari tidurku karna ponselku berdering, ada sebuah panggilan masuk. Aku melihat jam dinding, pukul 02:00 pagi, orang tidak punya kerjaan mana yang membangunkan seseorang pada jam segini?

Aku mengangkatnya dengan nyawa yang setengah sadar, baru saja menekan tombol hijau dan berkata halo, seseorang disebrang telepon sudah menutup teleponnya terlebih dahulu. Aku menatap ponselku bingung, aku mengerjapkan mataku, kemudian terkejut bukan main, ternyata yang tadi itu Park Jimin.

Ada apa dia menelepon ku jam segini?

Sebuah pesan masuk beberapa detik kemudian, 'keluarlah, aku didepan pintu kamarmu' katanya.

Aku mengibaskan selimut yang sedari tadi membalut tubuhku, merapikan rambutku, kemudian segera melangkah menuju pintu kamar. Ternyata dia memang disini, tapi ada apa?

Dia masih memakai piyamanya, sepertinya dia tidak bisa tidur. Dia menatapku, kemudian tersenyum dan melambaikan tangan, "annyeong!" Sapanya.

Aku menatapnya bingung, "Waeyo Jimin-ah? Ini masih jam 02:00 pagi, kenapa kau tidak tidur?" Tanyaku.

"Mianhaeyo, aku pasti membangunkanmu, aku tidak bisa tidur" katanya.

Aku mengehembuskan nafas pelan, "aniya, gwaenchana apa kau butuh sesuatu?" Tanyaku.

Dia menggeleng pelan, "aku hanya bosan, jadi aku ingin pergi latihan" katanya.

Latihan pada jam 2 pagi, heol, ternyata memang benar bahwa Park Jimin adalah seorang penggila latihan.

"...apa kau mau menemaniku latihan?, Taehyung-i sudah tidur, Jungkook juga, jadi aku tidak tau harus mengajak siapa" Lanjutnya, belum sempat aku menjawab, dia sudah kembali membuka mulutnya, "ah tapi tidak apa-apa jika kau tidak mau, kau juga pasti lelah ingin istirahat" katanya.

Dia menunduk, aku tersenyum gemas melihatnya, "arraseo, kajja, aku akan menemanimu sampai kau puas latihan" jawabku.

Dia tampak girang, kemudian menggenggam tanganku erat, "jeongmalyo?" Tanyanya. Aku mengangguk, dia kembali tersenyum lebar, "kajja" katanya sambil menarik lenganku.

Dia tidak melepaskan tanganku sepanjang jalan kami menuju ruangan latihan, aku yang lengannya ditarik dengan begitu semangat olehnya hanya bisa berjalan pasrah dibelakangnya sambil tidak henti-hentinya tersenyum karna senang. Park Jimin mirip anak kecil yang berhasil mengajak temannya main sekarang, dia tampak sangat menggemaskan, apalagi dengan piyama chimmy dan rambut yang sedikit terkesan berantakan. Kuharap hatiku masih baik-baik saja.

Sesampainya diruang latihan, aku duduk ditepi ruangan, menyandarkan punggungku ke tembok, karna energiku belum sepenuhnya terkumpul. Sedangkan Park Jimin langsung memulai sesi latihannya. Dia merogoh saku piyamanya kemudian mengambil ponselnya dari sana, dia memilih untuk melatih lagu solonya, serendiphity. Kemudian dia mulai menari menurut tempo alunan lagunya, dia bergerak kesana kemari, melekuk-lekukan tubuhnya sesuai choreographi yang selalu dia tampilkan diatas stage dengan sempurna.

Aku hanya menatapnya kagum, dia bahkan tidak terlihat lelah, padahal, kantung matanya sudah sangat terlihat. Kadang, aku benci sikapnya yang perfectionis, dia selalu ingin semuanya sempurna, termasuk penampilannya diatas stage. Dia tiak pernah puas dengan dirinya sendiri, setiap sehabis konser, dia selalu bilang padaku bahwa dia harusnya bisa menampilkan yang lebih baik, padahal, menurutku apa yang ditampilkannya sudah sangat lebih dari cukup. Hal itu membuatnya berlatih semakin keras hingga kadang dia lupa bahwa tubuhnya juga butuh istirahat, seperti malam ini.

Could You Be Mine? [BTS FAN FICTION STORY] (END✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang