Fourthieth.

103 11 8
                                    

Jakarta, 2000.

Pranggg

Suara kaca jendela yang pecah menusuk gendang telingaku, tirai putih yang menjuntai panjang sudah tersulut api hingga hanya menyisakan setengah bagian dari tirai itu. Asap pekat berwarna abu kehitaman mulai membuatku sulit bernapas, sesak, sesak sekali, aku butuh keluar dari sini.

Aku masih menggenggam boneka beruang berwarna coklat dengan kedua lengan mungilku, gendang telingaku terus diusik oleh suara teriakan banyak orang yang entah meributkan hal apa. Ibu masih memelukku erat, matanya tidak henti-hentinya berair, sedangkan ayah sibuk memadamkan api yang terus melahap tirai jendela kami.

Takut

Aku takut sekali

Aku menoleh pada ibu, "bu, kenapa orang-orang itu jahat sekali?" Tanyaku

Ibu hanya melihatku, tangannya bergetar saat menggenggam kedua lenganku, kata-katanya terbata, dan dia masih saja menangis.

"Muti pegang tangan ibu terus ya, gaboleh lepas ya, janji sama ibu ya?" Perintahnya

Dan aku hanya membalasnya dengan anggukan kepala.

...............

Kejadian belasan tahun lalu kembali memenuhi pikiranku sejak kemarin malam, rasa terancam itu kembali datang, degub jantung yang dibarengi dengan napas yang menderu itu kembali hadir, berasamaan dengan luka lama, yang membangkitkan kembali trauma lama.

Saat itu, adalah masa-masa paling berat yang pernah dialami oleh keluargaku. Ayah bangkrut, toko kami dijarah masa, rumah kami juga seringkali dikirimi paket-paket berisi ancaman yang tidak wajar, hingga yang paling parah, hari itu, rumah kami dilempari botol kaca berisi bensin yang disulut api.

Semuanya terjadi karna Ayah yang keturunan tionghoa, orang-orang yang masih mempunyai sifat rasisme didalam diri mereka menyimpan dendam pada keluarga kami, dan ingin kami pergi dari rumah kami saat itu. Ayah bilang, rumah kakek dulu juga pernah dijarah masa pada tahun 98, Ayah sudah tidak tinggal dirumah kakek saat itu, dan ibu sedang mengandungku. Kakek santai saja katanya, tapi Ayah sangat cemas hingga memaksa kakek untuk tinggal dirumah kami karna jauh dari pusat kota.

Namun satu tahun kemudian, kakek memilih untuk kembali pulang kerumahnya, karna dirasa sudah aman dan kakek terus memaksa, jadi Ayah mengijinkannya pulang. Tapi setelah itu, ancaman itu malah datang kerumah kami, setiap paket ancaman, surat botol, serta lemparan botol kaca yang disulut api terus menerus meneror kami. Aku jadi sulit pergi kesekolah, teman-teman yang ada disekitarku juga mulai menjauh, dan aku lama kelamaan menjadi anak yang pendiam.

Melihat setiap ancaman yang datang diumurku yang masih sangat kecil, membuatku memendam banyak sekali rasa takut yang kemudian berubah menjadi trauma. Aku jadi mulai tidak suka melihat kotak berwarna coklat, juga mulai takut berlebihan saat mendengar ketukan pintu atau suara pecahan kaca. Awalnya, tidak ada yang tau, karna aku selalu memendamnya sendirian.

Setiap malam-malam panjang berisi tangisan yang kukeluarkan tanpa suara sedikitpun, disertai dengan ujung kepala yang selalu berdenyut, pangkal kepala yang selalu terasa pening luar biasa, telinga yang selalu berdenging, tubuh yang selalu bergetar hebat, juga ujung kaki yang selalu terasa dingin, selalu kulewati sendiri selama berbulan-bulan lamanya, tanpa ada satupun orang yang tau.

Could You Be Mine? [BTS FAN FICTION STORY] (END✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang