Busan, 2016
Aku melangkahkan kakiku dengan cepat, rindu yang menggebu pada kampung halaman membuatku tidak sabar untuk akhirnya bisa menemui kedua orang tuaku yang entah sudah berapa lama aku tidak lihat parasnya. Menjadi trainee mengharuskanku untuk tinggal jauh dari rumah, pergi meninggalkan segala hal yang harus aku korbankan. Dan disinilah aku sekarang, berdiri tepat didepan bangunan yang menjadi saksi tumbuh kembangku sebagai seorang anak laki-laki.
"J-Jimin-ah? Jimin-ah!!"
Seseorang meneriakan namaku ketika aku baru saja ingin melangkahkan kakiku memasuki rumah. Aku menoleh, seorang gadis berambut hitam kecoklatan tampak berlari cepat kearahku, kemudian memelukku erat.
"Ah, Hima! Kabarmu baik?" Tanyaku padanya
Dia mengangguk antusias, "eum! Kau bagaimana?" Katanya balik bertanya
Aku mengangguk, "aku baik" jawabku
Dia tersenyum, namun kemudian air wajahnya berubah seketika, "ya! Kenapa kau menjadi kurus? Kantung matamu juga terlihat jelas" katanya menggerutu
Aku terkekeh "aku harus tampil sebaik mungkin kan?" Kataku balik bertanya
Dia mendengus, "ini kenapa aku tidak setuju kau menjadi trainee" katanya
Aku tersenyum samar, "kau tau ini mimpiku sejak dulu, setidaknya setelah aku tau bahwa menjadi pendekar dengan pedang itu mustahil dilakukan dizaman sekarang, jadi biar saja kuganti saja pedangku dengan microphone" jawabku
Dia terkekeh, "tunggu saja, aku yang akan menjagamu disana, aku akan menjadi managermu nantinya" katanya
Aku tersenyum, "arasseo, cepatlah susul aku, lalu traktir aku makan daging yang banyak" jawabku
Lalu dia mengangguk setuju.
Dia teman semasa kecilku, anak dari teman ibukku lebih tepatnya. Sejak dulu, Hima sering sekali diganggu oleh anak laki-laki disekitar rumahku, dan saat itu terjadi, aku yang akan selalu ada disana, membelanya dengan susah payah, walaupun akhirnya seringkali aku yang babak belur karna dikeroyok oleh gerombolan anak laki-laki kurang ajar itu. Hima akan menangis sesegukan saat itu terjadi, mengatakan bahwa semua itu salahnya, dan aku akan selalu mendekapnya dengan erat, mengusap kepalanya dengan lembut, lalu berkata bahwa aku baik-baik saja. Dan kedekatan kami berlanjut hingga kami masuk SMA.
Aku tidak pernah membuat Hima menangis, tidak sampai aku berkata padanya bahwa aku memutuskan untuk pergi ke Seol dan mendaftar menjadi trainee di Bighit Entertaiment. Hima menangis kala itu, dan untuk pertama kalinya, dia menolak untuk kupeluk. Dia membenciku, dan tidak mau menemuiku selama dua minggu. Lucu sekali, kala itu, Hima benar-benar menghindariku, hingga hari dimana keberangkatanku tiba, Hima datang dan berkata padaku bahwa dia akan berusaha keras agar bisa menjadi managerku kelak.
Setelah itu, kami jarang bertukar kabar, hingga akhirnya Hima tiba-tiba menghilang, dan aku terlalu sibuk untuk hanya menanyakan kabarnya. Dua bulan kemudian, dia datang ke Bighit Entertaiment, dan melamar sebagai seorang manager untuk Bangtan, dan dia langsung diterima. Entah apa yang dia tawarkan pada Bang PD kala itu hingga dia bisa masuk kedalam Entertaiment ini dengan sangat mudah, aku juga tidak tau.
Beberapa tahun menjadi manager kami, aku tidak bisa memungkiri bahwa dia sangat bisa diajak kerja sama, dia sangat profesional, dan bisa diandalkan. Namun kemudian hal janggal mulai terjadi, ada rumor yang beredar bahwa banyak sekali penggemar kami yang mendapat ancaman agar tidak terlalu dekat dengan kami, dan kebanyakan dari para penggemar itu perempuan. Banyak orang di Entertaiment mulai bergunjing soal siapa yang melakukannya, dan Hima, menjadi tersangka utama. Tentu saja aku tidak percaya begitu saja, aku mengenal hima belasan tahun, dan tidak pernah sekalipun kutemui dia berkata kasar apalagi mengancam pada orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Could You Be Mine? [BTS FAN FICTION STORY] (END✔️)
Teen Fiction"Aku pikir, ini cinta, tapi ternyata setelah kuteliti lagi, ini hanya obsesi biasa. Memang ternyata, hubungan seorang penggemar dengan idolanya harusnya sejauh bintang dengan bumi saja, tidak perlu menjadi lebih dekat, seperti manusia dengan nadinya...