Twenty Sixth.

131 16 8
                                    

"Kamu indah, tak tergapai, tak sampai, tanganku dangkal-unknown"

Pemandangan kota Hamilton dipagi hari ternyata tidak kalah cantiknya dengan saat malam hari. Aku bisa melihat bagian puncak dari beberapa gedung juga atap dari beberapa rumah dari jendela kamarku. Langit masih berwarna biru kehitaman, belum sepenuhnya terang, jadi lampu-lampu jalanpun masih banyak yang menyala.

Hamilton pagi ini terasa begitu dingin, mungkin karna aku terbangun pagi sekali hari ini. Sebenarnya, aku masih punya dua  jam sebelum waktunya semua orang harus berkumpul untuk segera berangkat ke First Ontario Centre. Beberapa bagian tubuhku masih terasa linu, ingin rasanya kembali merebahkan tubuhku, namun aku mengurungkan niat dan lebih memilih pergi bersiap-siap.

Mba Hye Jin yang bangun satu jam kemudian, melihatku dengan pandangan bingung, terkejut karna aku sudah terlihat rapi padahal kami masih punya satu jam lagi. Berulang kali dia mengecek jam, memastikan bahwa bukan dia yang terlambat bangun, namun aku yang terlalu dini siap. Aku tersenyum geli melihatnya, kemudian menyuruhnya untuk bergegas mandi.

Sarapan kami sudah datang 15 menit yang lalu, seorang pegawai hotel bagian service room mengantarkan troli dengan baki makanan yang sudah dipenuhi menu sarapan kami diatasnya tepat saat aku selesai bersiap-siap. Aku mengambil semangkuk sereal kemudian duduk disofa dekat tempat tidur, menyalakan tv lalu sibuk mencari-cari channel dengan acara tv yang menarik.

Satu jam kemudian, semua crue juga staff dan para member sudah berkumpul di loby hotel dan siap untuk pergi ke First Ontario Centre. Aku bisa melihat Park Jimin yang sedang berkumpul dengan para member yang lain dari tempatku berdiri.

Hari ini, tubuhnya ia balut dengan setelan kemeja putih panjang juga celana katun hitam sebagai bawahannya. Sepatu pantofel hitam dan sebuah tas selempang kecil dengan warna senada membuat penampilannya semakin terlihat sempurna.

Kerap kali mataku memperhatikannya, namun dia sama sekali tidak sadar karna dia sangat sibuk dengan telfon genggamnya sedari tadi. Kadang, aku penasaran hal yang sangat menarik apa yang ada dalam ponselnya hingga benda itu tidak pernah lepas dari perhatiannya, setauku, dia bukan pecinta game, terbukti karna dia lebih sering memintaku menemaninya membaca buku yang belum selesai dia baca dibanding menemaninya meneruskan game yang belum selesai dia mainkan, dia juga jarang update di twitter milik Bangtan, jadi apa yang sebenernya begitu menyita perhatiannya? Ah tidak taulah.

Rambutnya terlihat berantakan, mungkin karna dia mencuci rambutnya semalam. Wajah bangun tidurnya membuatku gemas, pipinya terlihat agak lebih gembul dari yang terakhir kali kuingat, heol, kuharap dia tidak mendapat masalah karna hal itu. Aku ingat dia pernah melewatkan makan malamnya dan lebih memilih berlatih sangat keras karna para fans menyebutnya gendut, aigoo, jika saja kalian melihat perawakan tubuhnya secara nyata, dia itu jauh dari kata gendut, jauh sekali.

Berbeda dengan penampilan Jimin yang sangat casual, aku lebih memilih berbusana santai hari ini. Tubuhku kubalut dengan oversize sweater berwarna ungu pastel, dan legging hitam panjang yang membalut bagian pinggang hingga mata kakiku,sepatu puma berwarna hitam dengan gaya yang tidak terlalu meriah terpasang sempurna dikedua kakiku, aku lebih memilih memakai sepatu kets agar nyaman saat berjalan.

Rambutku yang biasanya kubiarkan tergerai hari ini kusanggul menjadi satu hingga hanya menyisakan rambut halus yang baru tumbuh dibagian bawahnya, wajahku kupoles dengan make up tipis seperti biasa karna aku hanya memakainya untuk menutupi kantung mataku. Aku membawa sebuah tas ransel berukuran sedang yang selalu kubawa kemanapun, tidak lupa, kupakai kalung yang Park Jimin berikan padaku beberapa waktu lalu.

Could You Be Mine? [BTS FAN FICTION STORY] (END✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang