Mba Hye Jin mengajaku untuk pergi ke back stage setelah konser hari ini berakhir. Berulang kali aku menolak, namun akhirnya dia tetap punya cara paling baik untuk memaksaku ikut bersamanya. Alasannya ingin menemui Bang PD untuk sekedar bercengkrama—yang aku tau hanyalah sebuah alasan semata—membuatku akhirnya terpaksa berkata iya saat kali terakhir dia memohon agar aku mau ikut dengannya walaupun hanya sebentar, "kamu juga harus nemuin dia, lupa tujuan kamu kesini awalnya apa?" Katanya saat terakhir kali kata penolakan keluar dari mulutku.
Kami berjalan pelan menuju back stage, bersama setiap hentakkan kaki, aku memantapkan hatiku untuk tidak terbawa emosi saat bertemu dengannya lagi. Iya, tidak boleh ada air mata lagi, setidaknya sampai urusanku selesai ditempat ini. Dia tidak boleh tau aku masih selemah dulu, karna jika dulu aku bisa langsung mendekapnya saat aku butuh sebuah tempat untuk menenangkan diri, sekarang sudah tidak lagi.
Bangtan menyapa kami sesaat setelah kami sampai, namun, tidak ada Park Jimin diantara mereka. Ingin rasanya bertanya dia ada dimana, namun aku lebih memilih untuk menangkis segala keinginan itu. Lebih baik aku berpura-pura tidak perduli, toh dengan ketidak adaannya dia disini memudahkanku untuk mengontrol emosiku saat ini.
Bang PD berjalan kearah kami, kemudian menjabat tangan kami dengan hangat, "Sudah lama sekali, tidak melihat kalian ada di back stage seperti ini,"katanya
Mba Hye Jin tersenyum hangat, "apa kabar Bang PD?" Tanyanya
"Kabarku baik" jawabnya "apa kalian baik?"
Kami mengangguk bersamaan, kemudian Bang PD dan mba Hye Jin mulai larut dalam obrolan mereka, meninggalkanku yang hanya berdiri canggung, dengan tubuh yang sudah mulai sulit diajak kompromi, maklum, tubuhku seringkali didesak oleh para wanita disebelahku tadi.
Menolak menjadi pihak ketiga diantara obrolan hangat mereka berdua, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ketempat lain sembari menunggu mba Hye Jin selesai dengan urusannya. Setelah pamit dan berjanji tidak akan meninggalkan mba Hye Jin untuk pulang sendirian, aku melangkahkan kakiku keluar dari back stage menuju tempat yang aku sendiri tidak mengerti mengapa kakiku membawaku berakhir ditempat ini, stage.
Multimedianya boleh di play ya gengs!
Aku menaiki satu persatu anak tangga yang akhirnya membawaku kebagian tengah stage, duduk disana, lalu mulai memusatkan perhatianku ke barisan tempat duduk yang sekarang bisa aku lihat dengan sangat jelas. Pikiranku menerawang, dulu, ditempat serupa, pernah ada seorang pria yang akhirnya memutuskan untuk menjadikanku miliknya sepenuhnya.
Aku masih ingat betul bagaimana rasanya, betapa aku tidak bisa tidur semalaman dan terus tersenyum tiada henti layaknya orang gila. Aku tertawa sekilas, lalu tanpa sadar setetes air mata mulai kembali jatuh dari pelupuk mataku, "Mutiara pabo, kenapa kau malah menangis lagi? Seperti orang gila" ucapku pada diri sendiri.
Namun aku masih terus saja menangis, dengan suara yang sangat kecil, aku sibuk menyeka air mataku yang tidak kunjung berhenti jatuh. Hingga kemudian, aku melihat uluran tangan seseorang dengan sebuah sapu tangan hitam polos yang ia genggam. Aku mendongak, mendapati seorang pria yang beberapa menit lalu aku pertanyakan keberadaanya, sedang menatapku dengan iris matanya yang kembali terasa meneduhkan.
Nafasku tercekat, jantungku berdetak tidak karuan, namun anehnya, air mataku justru berhenti keluar seketika. Aku mengatur nafasku, mencoba melontarkan sebuah kata dengan susah payah, "J-Jimin-sshi" ujarku
Dia terkekeh, "ah, harus berapa kali aku bilang bahwa aku benci saat kau memanggilku begitu?" Tanyanya sambil mulai mengambil posisi duduk disebelahku
KAMU SEDANG MEMBACA
Could You Be Mine? [BTS FAN FICTION STORY] (END✔️)
Dla nastolatków"Aku pikir, ini cinta, tapi ternyata setelah kuteliti lagi, ini hanya obsesi biasa. Memang ternyata, hubungan seorang penggemar dengan idolanya harusnya sejauh bintang dengan bumi saja, tidak perlu menjadi lebih dekat, seperti manusia dengan nadinya...