Twenty First.

147 20 5
                                    

"Bagiku kau rumah, bagimu aku hanyalah sebuah tempat singgah"

Aku masih diam, tidak berniat mengetikkan pesan apapun untuk membalas pesan yang Park Jimin kirim beberapa menit yang lalu. Aku melambaikan tanganku, lebih memilih tersenyum sambil menyapanya secara langsung dibanding berkutat dengan ponselku hanya untuk membalas pesannya.

Park Jimin kemudian pergi meninggalkan stage, dan berjalan santai kearahku. Dengan kedua lengan yang dia masukkan kedalam saku celanannya, dia berjalan sambil terus menatapku yang kebingungan sejak tadi. Mba Hye Jin bahkan pamit izin ketoilet bertepatan dengan Park Jimin yang mulai menghampiriku, haduh Gusti, apalagi ini batinku dalam hati.

Park Jimin sekarang sudah berdiri didepanku, "kursi ini kosong kan?" Tanyanya.

Kalaupun ada yang menempatinya, kau masih selalu boleh duduk dikursi itu. Kataku dalam hati.

Aku hanya mengangguk pelan, lalu Park Jimin mendudukan dirinya disebelahku. Aroma parfume nya kembali bisa kuhirup, aroma yang selalu bisa membuatku betah berlama-lama menghirupnya, candu, selalu membuat rindu.

Aku masih menaruh perhatianku pada stage, enggan perduli dengannya yang sudah memperhatikanku sedari tadi. Bukan, bukan karna stage lebih menarik untuk dilihat dibanding dirinya, dia itu objek paling menyenangkan untuk ditatap berlama-lama, hanya saja, aku benci ketika jantungku tidak bisa tenang hanya karna melihat sorot matanya yang selalu meneduhkan, aku benci jika harus memikirkannya semalaman lagi.

Aku benci karna dia tiba-tiba datang, saat aku sudah mulai menghapus harapanku mati-matian.

Dia mendengus pelan, "Ara-ya, apa melihat stage lebih menarik dibanding melihatku?" Tanyanya lembut.

Sial, hatiku meleleh lagi.

Aku menengokkan kepalaku kepadanya, "ah aniya, aku hanya senang melihat kalian saat diatas stage"jawabku beralasan.

"Tapi sudah tidak ada satupun orang disana, lalu kau memperhatikan apa?" Tanyanya.

Mutiara, na jjinja pabo!

Park Jimin terkekeh pelan, sadar bahwa aku sudah gugup dan mencoba mencari alasan sedari tadi, dia meletakkan telapak tangannya diatasku, kembali mengacak rambutku pelan, "kau masih saja menggemaskan saat gugup begini" katanya.

Pipiku memerah, sontak aku menundukan kepalaku untuk menyembunyikannya, kemudian aku terkekeh pelan. "Ada apa kau memanggilku?" Tanyaku.

Dia menggumam, "entahlah, hanya ingin saja, sudah lama kita tidak mengobrol bukan?" Jawabnya.

"Aaah" jawabku sambil mengangguk-anggukan kepala.

"Apa kau makan dan istirahat dengan baik?" Tanyanya.

Aku mengangguk, "iyaa" jawabku singkat.

Terjadi hening sejenak, karna kami sama-sama diam, tidak ada yang mau melanjutkan percakapan ini duluan, hingga akhirnya, kudengar Park Jimin menarik nafasnya pelan, lalu mengalihkan pandangannya pada stage, seperti yang sedari tadi aku lakukan, "naneun nega jinjja bogosipeoyo, Ara-ya" (*aku sangat merindukanmu) gumamnya pelan.

Could You Be Mine? [BTS FAN FICTION STORY] (END✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang