Fourthy Seventh.

93 8 0
                                    

Jantungku berdegup cepat sekali sejak pertama kali aku melangkahkan kaki keluar dari Apartemenku pagi tadi. Dengan kaus ungu polos yang dipadu dengan celana overall berwarna hitam serta sneakers berwarna senada, aku memantapkan hatiku untuk segera pergi kesebuah tempat yang sudah sangat sering aku datangi, namun terasa sangat sulit dipijaki hari ini.

Mba Hye Jin sudah datang menjemput sejak lima menit yang lalu, saat kukatakan bahwa aku akan datang ke konser Bangtan untuk yang terakhir kali, mba Hye Jin menangguk setuju, "Udah waktunya kamu cari akhir dari cerita yang kamu mulai Ra" begitu katanya. Namun, dia juga memaksa agar dia ikut dan aku hanya bisa menurut, kemudian dia langsung buru-buru meminta temannya untuk memberinya sebuah tiket konser dan kartu full akses selama konser untuk memudahkan kami saat konser nanti.

Selembar kertas berbentuk persegi panjang yang cukup tebal sudah aku genggam erat sedari tadi. Dengan tiket ini, juga sebuah name tag khusus, aku diperbolehkan masuk kebagian mana saja yang ada didalam venue ini kapanpun aku mau. Ternyata menjadi 'mantan' staff Bighit memberiku beberapa keuntungan disaat-saat tertentu.

Aku berjalan menuju kedalam venue, mencari tempat paling nyaman dan spot paling pas untukku tempati beberapa jam kedepan. Saat sudah dirasa tepat, aku segera menempati tempat itu dan mulai mempersiapkan diri, menunggu hingga waktu konser dimulai. Tempat ini cukup nyaman, spot paling pas karna tidak terlalu jauh dari stage, namun tidak terlalu dekat hingga bisa bersentuhan dengan mereka. Tempat yang tidak memaksaku harus berdesak-desakan dengan ribuan wanita yang bisa tiba-tiba saja menjadi sangat ganas dan liar saat konser dimulai nanti, juga tempat yang dapat menjamin bahwa aku akan aman sampai konser ini selesai.

Tidak lama menunggu, lampu sorot yang sedari tadi menyala mulai redup, riuh teriakan para penonton lain mulai bersaut-sautan, sebuah alunan musik mulai samar-samar terdengar, menandakan konser hari ini akan segera dimulai. Jantungku berdegup semakin cepat, lenganku yang sedari tadi menggenggam sebuah Armybomb mulai ikut bergetar bersamaan dengan kedua kakiku yang juga mulai tidak bisa berhenti bergerak, nafasku tercekat, dan mataku sudah mulai memanas.

Ayolah, jangan sekarang, terlalu cepat untuk menangis. Ujarku dalam hati.

Saat lampu sorot mulai menyorot kebagian tengah stage, mataku dapat mulai melihat dengan jelas ketujuh pria dengan pakaian bak pangeran berdiri disana. Mereka mulai bergerak sesuai irama lagu, tampak sangat bersemangat dan penuh energi. Teriakan demi teriakan mulai terdengar saat kamera mulai menyorot wajah mereka secara dekat, bersamaan dengan nama mereka yang satu persatu diserukan oleh hampir semua orang yang berada dalam venue ini.

Kim Namjoon
Kim Seokjin
Min Yoongi
Jung Hoseok
Park Jimin
Kim Taehyung
Jeon Jungkook
BTS!

Saat lagu pertama selesai dibawakan, satu persatu dari ketujuh pria itu mulai memperkenalkan diri mereka, hingga tiba saat dimana Park Jimin—pria yang teramat sangat aku rindukan selama beberapa bulan ini—mulai membuka suara dan memperkenalkan dirinya. Dia tersenyum manis sekali, senyumannya masih sama, masih semenyenangkan dulu, masih semempesona saat kali pertama kami bertemu digedung Bighit Entertaiment saat itu.

Sungguh, jika boleh, aku ingin sekali berlari keatas stage dan mendekapnya dengan sangat erat saat ini. Sesekali memukul dada bidangnya, berkata bahwa betapa kecewanya aku saat tau bahwa dia tidak menemuiku satu kalipun selama beberapa bulan. Ingin sekali rasanya memakinya, berkata bahwa aku merindukannya, dan bahwa saat dia pergi, aku tidak lagi sekuat dulu.

Ingin sekali berkata bahwa aku tidak benar-benar bisa melupakannya, bahwa pelukannya masih menjadi tempat ternyaman bagiku sejak dulu, bahwa rasa yang aku punya bukan hanya sebatas obsesi biasa, bahwa semua yang aku katakan dijembatan di Paris kala itu semuanya adalah kebohongan, bahwa aku masih benar-benar mencintainya sedalam dulu.

Namun tentu saja itu ide gila.

Konser mulai berjalan meriah, mereka masih saja sekonyol biasanya, apalagi aksi Seokjin yang meneriakan kata Jakarta dengan keras, saat tubuhnya mulai diangkat oleh kedua adik lelakinya—Taehyung dan Jungkook—dengan susah payah. Konser ini penuh emosi, hingga rasanya aku bisa menangis dan tertawa disaat bersamaan.

Setelah beberapa lagu penyemangat, tibalah saat dimana lagu paling menyakitkan yang pernah aku dengar—The truth untold—akan mulai dinyanyikan oleh vocal line kebanggaan Bangtan, dan tentu saja ada Park Jimin disana. Hatiku berkecamuk, aku tau sebentar lagi aku akan menangis tiada henti karna lagu ini, sedangkan mba Hye Jin yang berada disampingku hanya bisa menatapku cemas.

Oeroumi gadeukhi
Pieoissneun i garden
Gasituseongi
I moraeseonge nan nal maeeosseo

Suara berat khas milik Taehyung mulai menyanyikan part pertama dari lagu itu

Neoui ireumeun mwonji
Gal gosi issgin hanji
Oh, could you tell me?
I jeongwone sumeodeun neol bwasseo

Jungkook mulai bernyanyi dengan suara lembut yang bisa membuat siapa saja meleleh mendengarnya, emosiku mulai berkecamuk, mungkin pelupuk mataku akan menggenang sebentar lagi

And I know
Neoui ongin modu da jinjjaran geol
Pureun kkocheul kkeokkneun son
Jabgo sipjiman

Suara Seokjin masih saja semerdu dulu, dia harus mulai sadar betapa dia tampak sangat memukau dengan talentanya yang satu itu

And here it comes the best part Jimin mulai menarik nafasnya dalam, kemudian menempatkan microphone yang dia genggam kedepan bibirnya untuk bersiap mengeluarkan suaranya

Nae unmyeongin geol
Don't smile to me, lie to me
Neoege dagaseol su eopseunikka
Naegen bulleojul ireumi eopseo

Dan seketika, suara lembut itu mampu membuat pelupuk mataku kembali tergenang.

Disambut dengan Jungkook yang kembali membuka suara

You know that I can't
Show you me, give you me
Chorahan moseub boyeojul sun eopseo
Tto gamyeoneul sseugo neol mannareo ga
But I still want you

Dan para penonton mulai bertepuk tangan dengan riuh saat suara backsound mulai terdengar

Oeroumui jeongwone pin
Neoreul dalmeun kkoch
Jugo sipeossji
Babo gateun gamyeoneul beotgoseo

But I know
Yeongwonhi geureol suneun eopsneun geol
Sumeoyaman haneun geol
Chuhan nanikka

Nan duryeoun geol
Cholahae, I'm so afraid
Gyeolgugen neodo nal tto tteonabeorilkka
Tto gamyeoneul sseugo neol mannareo ga
Hal su issneun geon
Jeongwone, i sesange
Yeppeun neoreul dalmeun kkocheul piun daeum
Niga aneun naro sumswineun geot
But I still want you
I still want you

Eojjeomyeon geuttae
Jogeumman, imankeumman
Yonggil naeseo neoui ape seossdeoramyeon
Jigeum modeun geon dallajyeosseulkka
Nan ulgo isseo

Percayalah, suara mereka seindah itu, hingga rasanya sulit sekali untuk tidak terkagum-kagum selama mereka menyanyikan setiap bait dari lagu penuh emosi itu.

Nan ulgo isseo
Sarajin, muneojin
Hollo namgyeojin i moraeseongeseo
Buseojin gamyeo neul barabomyeonseo

Ada jeda yang Park Jimin buat sebelum bait terakhir dia nyanyikan, dia menarik nafasnya dalam, menundukan kepalanya, lalu mulai kembali membuka suara

And I still...

Ia membiarkan liriknya menggantung, seakan menunggu seseorang menyanyikan part paling terakhir untuk melengkapi kalimat yang menggantung itu. Emosiku berkecamuk, rasanya puluhan sayatan yang sempat mengering kini kembali terbuka, aku menarik nafasku dalam, mencoba mengatur nafasku yang tidak beraturan karna sudah terisak sedari tadi lalu mulai menyanyikan kata terakhir dari lirik itu

... want you

Lalu lampu sorot kembali redup dan perlahan mati. Dan aku menangis lagi.

Could You Be Mine? [BTS FAN FICTION STORY] (END✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang