Thirty Ninth.

104 12 6
                                    

"It's time to say goodbye."-Mutiara

Aku selalu benci Bandara, terlalu banyak perpisahan yang terjadi disini, terlalu banyak air mata yang jatuh, tidak perduli alasannya karna terlalu sedih atau terlalu bahagia, tetap saja itu air mata.

Bersamaan dengan itu, aku selalu suka pelukan. Melihat banyak orang mendekap tubuh mereka satu sama lain adalah hal paling menenangkan yang pernah aku tau. Hanya saja, untuk pertama kalinya, aku benar-benar benci melihat kegiatan itu didepan mataku.

Pikiranku menerawang pada kejadian semalam, pelukan itu, entah kenapa untuk pertama kalinya ingin sekali aku lepaskan dengan cepat. Bukan, bukan karna rasanya tidak lagi hangat, bukan juga karna pelukan itu tidak lagi terasa menenangkan, bahkan, ada bagian dalam diriku yang ingin sekali membalas dekapannya dengan lebih erat, hanya saja, bagian diriku yang lain berkata bahwa aku harus mulai melepas dekapan itu secepat yang aku bisa.

Diluar dugaan, semalaman, aku tidak bisa menangis sama sekali. Aku hanya merebahkan tubuhku diranjang sesaat setelah aku sampai dikamar hotelku, memeluk kakiku sepanjang malam, dan berulang kali mengatur napasku agar tidak terlalu cepat. Jantungku berdegub cepat sekali, dadaku sesak, ada rasa sakit yang teramat sangat sulit dijelaskan, aku juga tidak mengerti bagaimana menjelaskannya, bahkan pada diriku sendiri.

Penerbanganku menuju Indonesia terjadwal pukul 8 pagi hari ini, dan aku tidak melihatnya dihotel pagi ini. Tidak didepan kamarku untuk melihatku terakhir kali, tidak diloby untuk mengantarku ke Bandara pagi tadi, tidak pula di Bandara untuk mengucapkan kata selamat tinggal untuk terakhir kalinya. Tidak bisa dipungkiri, aku menunggunya muncul untuk hanya sekedar melihatku untuk terakhir kali hari ini, namun, berjam-jam berlalu sejak aku meninggalkan hotel bersama mba Hye Jin, dia tidak muncul sama sekali.

Aku menggenggam pasportku bersama sehelai tiket pesawat dengan nama dan tujuan penerbanganku didalamnya, bersama sebuah ransel hitam yang bergelantung dikedua pundakku serta sebuah koper kecil yang kugeret sedari tadi, aku berjalan menuju tempat cheking sebelum akhirnya dapat menaiki pesawat yang akan membawaku mengudara selama 15 jam 30 menit untuk akhirnya mendarat di Jakarta.

"Kamu hati-hati ya Ra, maaf aku gabisa ikut pulang" ucap mba Hye Jin.

"Gapapa mba, santai aja, aku ngerti ko keluarga mba juga pasti kangen mba pulang, aku bakal jagain salon selama mba gaada, tenang aja ya" jawabku

Mba Hye Jin tersenyum, "Ra, you okay right? Are you sure not gonna wait for him for just a couple more minute?" Tanyanya

Aku membalas senyumanya, menggeleng pelan, kemudian menarik napasku pelan, "he's not gonna come up, i'm pretty sure about that mba, i'll be okay, don't worry" jawabku

Mba Hye Jin kembali tersenyum, kemudian mengusap lenganku lembut, "i know you'll be okay" jawabnya

Aku mengangguk, "aku berangkat ya" jawabku sambil mengeratkan pegangan pada koperku

Mba Hye Jin mengangguk, "take care" jawabnya

Kemudian aku berbalik, perlahan menghilang dari pandangan mba Hye Jin. Kepalaku terus menunduk, tanganku masih menggenggam koperku dengan kuat, ada bagian dari diriku yang berkata untuk berbalik dan menengok kebelakang sekali lagi, berharap dia muncul hanya untuk melambaikan tangannya kearahku, namun seketika, aku mengurungkan niatku dan memilih untuk mempercepat langkahku.

Could You Be Mine? [BTS FAN FICTION STORY] (END✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang