6.) Kita Lihat Saja

7K 506 35
                                    

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.S Az-Zumar:10)

••

Seorang pria berdiri kaku di depan pintu kamarnya. Matanya terpejam menandakan bahwa ia tengah menahan emosinya dalam-dalam.

"Apa susahnya mengalah?"

"Aku tidak pernah mengalah dan tidak akan pernah mau mengalah." Kini suara lawan bicaranya terdengar.

"Dengarkan aku, Fania. Berhentilah bersikap demikian karena itu akan membuatku marah," tukasnya kemudian berlalu begitu saja.

Kepalanya sudah berdenyut sakit pagi ini. Bagaimana tidak? Istri keduanya kembali membuat masalah hari ini.

Suasana sarapan sebenarnya sudah begitu tenang tapi pagi. Hanya saja, kekacauan itu bermula dimana Fania bersikeras untuk mengajak Akbar ikut bersamanya.

Flashback on!

"Ayolah, Akbar. Aku hanya memintamu menemaniku untuk beberapa jam saja. Selebihnya kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau," ucapnya dengan memohon.

"Fania mengertilah. Pekerjaanku sedang banyak hari ini. Hari ini juga aku harus mengantar Shazia untuk chek up," jawabnya dengan menahan rasa kesal sengah mati.

"Akbar, aku tahu kamu menikahiku hanya kamu tak ingin dikatakan pecundang bukan? Tapi bisakah sedikit saja jangan kesampingkan aku, aku juga istrimu. Bukan hanya Shazia. Selalu kebutuhannya selalu Mas penuhi dengan sepenuh hati, lalu bagaimana denganku?" ucapnya dengan nada bicara mulai meninggi.

"Apa maksudmu, hah? Aku bahkan sudah meluangkan satu mingguku hanya untukmu. Menemanimu meeting, belanja, menghadiri pameran busana di Paris, bahkan mengindahkan apapun keinginanmu. Sekarang? Kau masih saja menuntut?" teriak Akbar.

Semua yang tengah menyantap sarapan terkejut. Termasuk Shazia. Dengan cepat ia mengelus lengan Akbar, berharap kemaran suaminya itu mereda.

Akbar kini tengah berdiri di ambang pintu kamar Shazia. Ia menatap lekat Shazia yang tengah melaksanakan shalat dhuha. Matanya seketika memanas, kala mengintat apa yang telah dilakukannya pada cintanya itu.

Dengan cepat, Akbar menghapus air matanya saat melihat Shazia menengok ke belakang. Ia tersenyum manis.

"Ada apa, Mas?" tanyanya sembari melipat mukena yang baru saja digunakannya.

"Kamu sudah siap?"

"Siap kemana?" Bukannya menjawab, Shazia malah bertanya.

"Bukankah hari ini jadwalmu chek up? Sekarang cepatlah bersiap-siap. Aku akan mengantarkanmu dulu sebelum pergi bekerja," ucapan Akbar tak seperti sebuah ajakan. Melainkan sebuah perintah.

Shazia hanya mengangguk kelu. Ia mengayuh kursi rodanya mendekati lemari pakaian. Ia mengambil tas selempangnya dan memasukan ponsel beserta dompet ke dalamnya.

"Ayo, Mas," ucap Shazia.

Akbar hanya mengangguk. Kemudian mendorong kursi roda Shazia menuju mobil.

Ajari Aku Memohon - TERBIT DI DREAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang