11.) Mungkinkah?

6.7K 454 34
                                    

Lantunan Surah Al-Mulk terdengar merdu. Ayat demi ayat terucap begitu fasih. 

Shazia, wanita itu tersenyum lebar sembari mendengarkan murotal dari salah satu qori yang menjadi inspirasinya dalam menghafalkan Al-Qur'an.

Tiga bulan sudah, tapi ia masih saja berada di negeri orang. Dikarenakan Akbar masih memiliki banyak jadwal di tempat ini, membuat mereka harus berada di sini sampai beberapa bulan kedepan.

Sejak tiga bulan lalu. Tanpa sengaja Shazia membuka akun instagram yang sudah lama di tinggalkannya. Hari itu tepat tanggal 10 Muharram, tanggal yang begitu istimewa dalam islam.

Beberapa foto dan video makanan, bayi, dan terakhir seorang qori muda bersuara merdu. Muzammil Hasballah. Namanya mulai terdengar cerah dan melangit saat pertama kali membacakan ayat suci Al-Qur'an.

Kala itu juga. Shazia tertegun. Mendengar lantunan merdu sang qori membuat bulu kuduknya berdiri, dan beberapa saat kemudian air matanya menetes.

Ia malu, malu karena setelah sekian lama mengenal Al-Qur'an hatinya belumlah tergerak untuk mengenal Al-Qur'an lebih dalam lagi. Sejak saat itu, Shazia berkomitmen pada dirinya sendiri, ia akan belajar mencintai dan memahami Al-Qur'an. Dan ternyata Allah sungguh Maha
Baik, dalam tiga bulan ini hafalannya sudah sampai di juz tiga surah Ali-Imran.

"Shazia. " Terdengar suara seorang wanita memanggil namanya, membuat Shazia menghentikan kegiatannya.

Seorang wanita dengan perut agak membuncit berjalan menuju Shazia, tak lupa ditemani seorang pria tampan di sampingnya. Siapa lagi kalau bukan Akbar dan Fania.

Shazia hanya tersenyum. Setelah satu minggu, akhirnya pasangan itu kembali pulang.

"Bagaimana keadaanmu?" Akbar bertanya selepas mengusap pucuk kepala istrinya.

"Alhamdulillah baik, Mas. Keadaan Mas dan Fania bagaimana? Apa liburannya menyenangkan?" Shazia bertanya dengan nada yang begitu ceria.

Akbar tersenyum ketir. Tanpa disangka Shazia justru menanyakan hal demikian.

Menyadari ketidak senangan Akbar, Shazia kembali berkata, "Aku sudah memasak makanan kesukaan kalian. Ayo kita makan," ucap Shazia kemudian bangkit.

Akbar dan Fania mengikuti keduanya. Tangan mereka saling bertaut. Tanpa keduanya tahu, hati Shazia berdenyut sakit.

Seharusnya kata ikhlas sudah ada dalam hatiku. Aku tahu jika apapun yang Allah berikan padaku adalah sebaik-baiknya hal yang harus aku terima. Batin Shazia.

"Shazia, aku membelikan ini untukmu. Bukan apa-apa, tapi semoga kau menyukainya." Akbar memberikan sebuah amplop berwarna putih saat Shazia sudah mengambilkan makanan untuknya.

Kening Shazia berkerut halus. Apakah yang diberikan Akbar untuknya?

"Kamu bisa membukanya nanti. Sekarang kita makan saja." Selepas mengatakan semua itu, hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar.
.
.
Akbar tersenyum lebar. Ia begitu berbahagia hari ini. Akhirnya, mimpinya bersama Shazia terwujud.

"Aku sedari dulu terus berdoa. Semoga suatu saat nanti Allah memberikan rezeki kepadaku agar kita bisa sama-sama ke sini. Ke rumah Allah," ucap Akbar selepas keduanya melaksanakan thawaf.

"Aku juga, Mas. Terimakasih untuk hadiahnya."

Keduanya sama-sama tersenyum. Kejutan Akbar memang begitu mengejutkan Shazia.

Akbar tengah berusaha adil. Kala Fania memintanya untuk berlibur ke Jepang bahkan dalam keadaannya yang tengah mengandung. Akhirnya ia memberikan sebuah tiket beribadah umroh bersama. Sebuah hadiah yang begitu berharga dari semua hadiah yang pernah Akbar berikan.

Ajari Aku Memohon - TERBIT DI DREAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang