24.) Kebenaran Ataukah Kebohongan?

6.6K 420 22
                                    

Panas terik membakar hingga seluruh tubuh. Siang ini, Akbar tengah memantau pembangunan beberapa cabang baru restorannya. Salah satunya di kota Ciamis.

Memang benar, beberapa bulan lalu pendapatan restorannya semakin meningkat sehingga membuat Akbar berinisiatif untuk membuka cabang di kota yang peminatnya cukup ramai.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Pak. Baru saja saya mendapatkan informasi bahwa pembangunan cabang di Palu sedikit mengalami masalah. Sepertinya keterlambatan dana untuk membeli beberapa barang yang akan digunakan menjadi penyebabnya," ujar salah satu pegawai kepercayaannya.

Selepas menjawab salam, Akbar memijit keningnya. Baru saja beberapa saat menghela napas lega, kini beban kembali memenuhi pikirannya. Sepertinya ia harus segera terbang ke Palu untuk membereskan masalah yang ada di sana.

"Terima kasih atas informasinya. Saya akan terbang ke sana hari ini," jawab Akbar sembari kembali masuk ke dalam mobil.

Ia segera membuka ponsel pintarnya. Mengirimkan pesan pada kedua istrinya jika ia akan terbang ke Palu setelah ini. Terutama pada Shazia. Ia meminta maaf karena tidak bisa menemani wanita itu menjalani terapinya.

Shazia
Tidak apa-apa, Mas. Aku bisa berangkat dengan Mbak Nana. Mas hati-hati dijalan. Selama di Palu jaga kesehatan. Jangan lupa salat.

Itulah pesan yang dikirim Shazia untuk dirinya. Rasanya, ia tak bisa menahan kedua bibirnya agar tidak tersenyum. Sepertinya jawaban Shazia mengandung kadar gula sehingga terasa manis.

Akbar tak langsung membalas pesannya. Karena saat ini, ia akan menuju ke Bandara untuk segera terbang menuju palu.

"Pak, tiket sudah siap. Apakah kita akan langsung ke bandara?" tanya supirnya.

Akbar hanya mengangguk sebagai jawaban. Kemudian selepas mobil mulai melaju, ia
memejamkan matanya guna mengistirahatkan tubuhnya sejanak.

Semoga perjalanannnya berjalan lancar. Dan masalah di sana bisa cepat terselesaikan. Doanya dalam hati.

Mobil yang Akbar tumpangi melaju dalam keadaan sedang menuju Bandara. Keadaan jalan yang ramai lancar membuat sopir leluasa untuk membawa mobil tanpa takut terjebak kemacetan.
.
.
Akbar melangkahkan kakinya keluar dari bandara dengan santai. Ia akan segera pergi ke hotel untuk mengistirahatkan tubuhnya yang terasa remuk. Dan esok hari, ia akan menginjungi tempat pembangunan cabang restorannya.

Kamar hotel yang dipesan Akbar bukanlah kamar kelas atas. Hanya sebatas kamar biasa dan tentunya dengan harga yang biasa saja. Karena baginya, untuk apa mengeluarkan banyak uang hanya untuk menginap beberapa malam di hotel berbintang, sementara rumah sendiri walaupun tak sebagus hotel namun akan terasa lebih nyaman.

Akbar bergegas berganti pakaian yag baru saja dibelinya dan berwudu. Kebiasannya ketika sebelum tidur.

***

Malam hari ini, Fania tengah bersantai di ruang tengah. Ia hanya sendirian di rumah. Walaupun ditemani satu orang pembantu dan satu orang sopir.

Acara malam ini benar-benar membosankan. Tidak ada tayangan mengesankan. Beberapa menampilkan sinetron, ajang pencarian bakat, dan bahwa warta politik.

Tiba-tiba saja, ponsel Fania berdering.

"Ada apa, Yah?" tanya Fania to the point saat melihat nama ayahnya tertera di ponsel pintarnya.

"Ayah akan datang ke rumahmu sekarang. Ada yang ingin ayah bicarakan," jelas suara di seberang sana.

Fania hanya mendengus. Ia sudah tahu betul apa yang akan ayahnya bicarakan. Dan jujur saja, itu membuatnya malas. Karena mereka selalu membahas satu bahasan yang sama. Yaitu, sesuatu yang pernah terjadi pada keluarga mereka.

Ajari Aku Memohon - TERBIT DI DREAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang