بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Cukup bahagiakan aku dengan menekan sebuah bintang kecil di pojok kiri bagian bawah, karena itu adalah sebuah penghargaan yang besar untukku.
Selamat membaca. :)
***
Shazia's POV
"Bantu aku untuk memperbaiki segalanya."
Kalimat itu terus menerus hadir dalam kepalaku. Berputar tanpa henti dan jeda.
Siapakah yang mengucapkan kalimat itu?
Sentu saja Akbar, suamiku.
Hidup bersamanya memang banyak menorehkan luka bagiku.
Dari sebuah luka kecil sampai luka yang begitu dalam.
Beberapa kali orang mengataiku bodoh. Karena memilih bertahan bersamanya.
Tahukah kalian, apa yang selalu membuatku bertahan?
Karena rido Allah ada ada rido suamiku. Begitu juga murka Allah. Tujuanku menikah adalah untuk beribadah dalam selebihnya adalah hadiah yang Allah berikan untuk memperindah pernikahan kami.
Ujian yang datang padaku sejak pertama kali menikah dengannya aku anggap sebagai anugerah. Karena Allah masih sudi untuk memperkuat tali cinta kami -aku dan suamiku-.
Hingga kabar tentang kesalahan yang dilakukan suamiku, hubungannya dengan maduku, dan seperangkat kisah mereka.
Aku memang kecewa. Namun, kecewa itu bukan alasan mengapa aku harus berhenti untuk mengabdi padanya.
Beberapa saat setelah mendengarnya mengucapkan kalimat sakral itu. Aku telah berjanji. Aku akan menerima segela kekurangannya, melangkapi semua kelemahannya, dan berbakti kepada selama ia berada di jalan kebaikan.
Maka dari itu aku bertahan. Aku mencoba untuk tak sedikitpun mengurangi rasa hormat dan cintaku padanya. Terlepas dari apapun yang sudah ia lakukan padaku.
"Sayang, kamu harus mendengarnya dulu. Aku akan menjelaskan semuanya," ujarnya sembari menggenggam kedua tanganku.
Aku merasakan tangannya begitu dingin, sorot sendu pada matanya begitu nampak.
Aku sudah mendengarnya. Mendengarkan semua penjelasan yang menurutku entah bisa disebut salah ataupun benar.
"Tetapi, Mas. Bukan berarti setiap kesalahannya tidak termaafkan," ujarku padanya.
Suamiku tersenyum, "ini bukanlah kali pertama dia menipuku. Terlalu banyak tipuan dan sandiwara dalam hubungan kita. Seharusnya memang dari dulu aku tidak menikahinya," jawab Mas Akbar.
"Pernikahanku dan dia memanglah takdir. Dan aku hanya bisa menjadikannya sebagai sebuah pelajaran. Aku adalah pria serakah. Maka dari itu, Allah menegurku. Dan aku bersyukur untuk itu."
Entah mengapa aku terharu mendengar ucapannya.
Melihat air mataku sontak ia segera menghapusnya. "Aku sudah berjanji bahwa tidak akan lagi air mata yang menetes di pipimu jika aku adalah penyebabnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajari Aku Memohon - TERBIT DI DREAME
Spiritualبِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ (Revisi setelah selesai) Hidup adalah pilihan. Pilihan di mana semuanya membutuhkan keputusan terbaik agar dapat menjadi sebuah jawaban. Saat harus memilih menjadi orang bersyukur ataupun kufur, sabar atau marah...