Bismillahirrahmanirrahim.
Cukup bahagiakan aku dengan menekan bintang kecil di pojok kiri bagian bawah. Karena begitu itu adalah sebuah penghargaan yang luar biasa.
Selamat membaca :)
***
Akbar masih saja tak mampu membendung air matanya. Entah berapa lama, dirinya terlarut dalam tangisan.
Bahkan, matanya sampai begitu sakit, punggungnya pun begitu. Terlalu lama berada dalam posisi duduk membuat dirinya seakan sukar untuk bangkit lagi.
"Sudah, Nak. Penyesalan tak akan ada gunanya saat ini. Tugasmu, jagalah titipan yang sudah Shazia berikan. Didiklah anak-anak kalian dengan baik," jelas Ibunya.
Entah berapa lama pula, wanita itu berusaha menenangkan putranya. Namun nihil, Akbar seakan tak mampu mencerna apapun yang Ibunya katakan.
Bukan itu yang saat ini Akbar butuhkan. Ia hanya ingin mengucap kata maaf juga ingin Shazia mendengar kata maaf itu, meski hanya satu kali.
Namun sukar, semua sudah terlanjur. Segala yang telah terulang memang tak akan kembali. Seperti itu pula keadaan Akbar saat ini.
***
Akbar menggendong kedua bayinya dengan perasaan cinta. Ayah mana yang tidak bahagia saat tahu bahwa pemeriksaan dokter mengatakan bahwa anak-anaknya sudah sehat sepenuhnya.
Selepas melewati pengobatan yang tiada henti, akhirnya kedua bayi itu bisa memiliki berat tubuh yang sama seperti bayi seusianya. Iya, walaupun keduanya terlahir prematur.
"Anak-anak Abati hebat. Kalian harus minum susu yang banyak, biar nanti cepat besar." Akbar bermonolog sembari mengecup pelipis keduanya secara bergantian.
Sekejap pikirannya melayang, memikirkan bagaimana kisah kedepannya. Akankah dia mampu mencurahkan kasih sayang sebaik dan sebesar kasih sayang seorang ibu? Akankah tutur katanya bisa melembutkan hati seorang anak? Dan akankah dia mampu bersabar dalam mendidik anak-anaknya seperti kesabaran yang ada dalam diri seorang ibu? Entahlah, hanya waktu yang mampu menjemput jawaban itu.
"Aku merindukanmu, sayang. Putra dan putri kita sudah sehat sekarang. Sekarang, hanya kepulanganmu yang aku tunggu," lihir Akbar sembari menutup pintu dengan gerakan yang amat sangat pelan.
***
"Kaulah penyebab semua ini," teriak seorang wanita murka.
"Berhenti berteriak, Fania. Aku sudah berusaha untuk mengingatkanmu. Tetapi, kau selalu saja teguh pada pendirianmu itu," jawab seorang pria dihadapannya.
"Ini salahmu. Andai malam itu kau tidak berbuat hal keji. Maka sampai saat ini aku tidak perlu membuat sebuah skenario cerita yang baru," elak wanita itu, Fania.
"Aku sudah mengatakan bahwa aku akan bertanggung jawab. Namun kau? Pilihanmu sendiri bukan yang lebih memilih untuk menggugurkan anak itu?" Telak. Fania terdiam.
Kesalahan yang dibuatnya perlahan-lahan mulai terkuak.
"Kau yang mengkhianati suamimu, maka itu teguran untukmu. Bukankah dulu kita sepasang kekasih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajari Aku Memohon - TERBIT DI DREAME
Spiritualبِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ (Revisi setelah selesai) Hidup adalah pilihan. Pilihan di mana semuanya membutuhkan keputusan terbaik agar dapat menjadi sebuah jawaban. Saat harus memilih menjadi orang bersyukur ataupun kufur, sabar atau marah...