15.) Aku Mencintaimu

6.9K 454 24
                                    

Awan kelabu menghiasi kamar dengan warna putih itu. Gorden kamar yang tertiup angin, suara hujan turun yang memberikan ketenangan. Shazia, wanita itu tengah menatap suaminya dengan air mata.

"Aku bersumpah, Sha. Maksudku bukan seperti itu," ucap Akbar.

Shazia memalingkan pandangan. Entah kegetiran apalagi yang tengah datang padanya.

"Aku mohon, percayalah padaku."

Kedua tangannya berada dalam genggaman Akbar. Baik tangan Akbar ataupun tangan Shazia sama-sama dingin dan basah. Pertanda keduanya tengah berada dalam suasana menagangkan.

Kemarin, tepat hari kepulangan Akbar. Tanpa sengaja, Shazia mendengar apa yang tengah Akbar bicarakan dengan seseorang.

Flashback on

"Siapa kau. Beraninya menemui seorang wanita yang jelas-jelas sudah menjadi istri orang lain," cerca Akbar sembari menarik kerah baju lawannya itu.

"Siapa kau. Berani-beraninya menduakan cinta seseorang yang telah mencintaimu dengan penuh ketulusan," jawab sang lawan tanpa beban.

"Aku tidak pernah menduakan cinta Shazia. Camkan itu." Teriaknya keras.

"Hahaha." Pria itu tertawa sumbang.

Bugh

Satu pukulan mendarat tepat di pelipis lawannya. Menimpulkan memar yang cukup kentara.

"Pukul saja aku sesukamu. Kalau itu bisa membuatmu berhenti menyakiti orang yang aku cintai," jelasnya.

"Aku itu suaminya. Dan kau? Siapa kau? Hanya sebatas pria yang mengaharapkan istri orang lain." Keduanya terus beradu argumen hingga tanpa sadar seseorang tengah mendengar apa yang mereka katakan.

"Kau memang suami yang mencintai istrimu. Tapi, mencintai istrimu yang lain. Kau katakan kau mencintai Shazia. Berjuta kali kata cinta kau ucapkan. Lalu, apakah cinta itu masih bermakna untuk Shazia saat kau justru mengungkapkan kata cinta untuk wanita lain juga?"

"jika menang kau sudah tidak mencintai Shazia. Aku mohon jangan lakukan semua ini. Dia mencintaimu, sangat mencintaimu. Tapi, aku mohon. Jika memang kau tidak bisa mencintai dia, maka lepaskanlah saja dia. Masih banyak orang diluar sana yang bisa mencintai dia." Lanjutnya.

"A ... aku." Perkataannya terhenti karena rasanya apa yang dikatakan lawan bicaranya itu.

Bagaikan duri dalam daging. Akbar membuat Shazia seakan hidup dalam sesuatu yang tak menyenangkan.

"Jika kau memang merasa mencintai Fania. Aku mohon padamu, lepaskanlah Shazia. Masih banyak orang diluar sana yang masih ingin membahagiakannya."

"Iya, aku akui. Aku memang mencintai Fania. Dia adalah sahabatku, aku sempat mencintainya. Bahkan dulu, aku begitu terluka saat dia memutuskan untuk pergi. Lalu sekarang, dia datang lagi. Aku akui, aku memang bahagia. Dan aku akui, aku memang mencintai Fania. Puas?" jelas Akbar.

Seseorang yang tengah mendengarkan semuanya meneteskan air mata. Inikah sandiwara yang selama ini suaminya lakukan?

Air mata mulai menetes. Bersamaan dengan genggamannya yang semakin mengerat pada ujung pembok dihadapannya.

Jantungnya memompa dengan sangat keras, bahkan kerasnya mengalahkan kerasnya atlet lari marathon.

Pandangannya mulai mengabur, seiring dengan pening yang menyerang kepalanya.

Perlahan, semuanya gelap. Hanya terdengar suara-suara gaduh yang entah sedang membicarakan apa.

Brug

Tubuh lemas itu jatuh begitu saja. Kening mulusnya beradu dengan lantai. Tubuh seorang wanita cantik yang terjatuh dari kursi rodanya.

Wanita itu Shazia. Wanita yang tanpa sengaja mendengar kejujuran yang begitu tak diingikannya.

"Berhenti, Zaki. Dia istriku," ujar Akbar saat lawannya -Zaki- hendak mendekati kursi Shazia.

Akbar membopong tubuh Shazia dengan secepat kilat dengan mengabaikan keadaan sekitarnya.
.
.
Keadaan Rumah Sakit memang sangat ramai. Dikarenakan sedang musim penghujan, tentunya banyak sekali penyakit yang ikut tersebar bersama air hujan.

Akbar memandang cemas pintu ruang Instansi Gawat Darurat (IGD) yang masih tertutup rapat.

Hatinya kembali berdenyut. Kala mengingat bahwa dirinya adalah penyebab semua ini.

"Ampuni aku Ya Allah, karen sampai saat ini aku masih belum bisa menjaga titipanmu dengan baik." Itulah doa yang Akbar lafadzkan. Berharap Sang Maha pengampun mendengarkan doanya.

Flashback off

Dua hari yang lalu, Shazia kembali bersahabat dengan obat dan Rumah Sakit. Hanya karena hal yang bisa dikatakan sepele membuatnya harus kembali terkurung di sini.

"Aku tahu. Aku bahkan sangat tahu kamu pasti kecewa. Maafkan aku, Sha. Aku mohon jangan seperti ini," lirih Akbar. Kedua tangannya menghapus bekas air mata yang membasahi pipi mulus istrinya.

"Aku berjanji. Sejak hari ini aku hanya akan mencintaimu. Kamu bisa memegang kata-kataku," jelas Akbar.

Shazia menoleh. "Aku tidak ingin Mas berjanji mengenai sesuatu yang belum pasti bisa Mas tepati. Allah tidak akan suka."

Akbar bergeming. Benarkah jika ia hanya bisa menjanjikan tanpa mampu menepati.

"Janji adalah harga diri setiap laki-laki. Jika dia tidak bisa menetapi janji, itu artinya dia sedang menghancurkan dirinya sendiri. Rasulullah Shalalluhu'alaihi wa Sallam juga memasukan orang yang tidak bisa menepati janji kedalam ciri-ciri orang munafik," lirih Shazia.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Artinya:
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shalallahu'alaihi wa Sallam bersabda, "Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat."

Akbar menatap Shazia lekat.

Bidadarinya itu bahkan masih sudi mengingatkannya. Kala ia berbuat kesalahan. Rasa bersalah semakin menggunung dalam hatinya.

Setiap wanita itu mudah memaafkan. Mereka juga akan mudah percaya. Tapi, tidak dengan sebuah pengkhianatan. Karena mereka selalu ingin ditunggalkan

Sepenggal kalimat singkat itu kembali Akbar ingat. Apakah Shazia juga demikian?

Akankah Shazia tetap maafkannya saat tahu bahwa dalam hatinya juga telah ada nama wanita lain? Saat tanpa sadar Akbar mengungkapkan perasaan itu dihadapan Shazia? Apakah Shazia merasa terkhianati?

Jika iya, sanggupkah Akbar untuk kembali menunggalkan nama Shazia dalam singgasana hatinya?

"Aku tidak bisa melarangmu untuk mencintai siapapun, Mas. Itu hakmu. Mungkin akulah yang tidak mampu membuat cintamu hanya tertuju padaku." Akbar terkesiap. Ia tak menyangka jika Shazia akan menjawab demikian.

"Tidak, Sha. Tidak seperti itu. Aku mencintaimu. Baik dulu hingga saat ini dan sampai masa yang akan datang aku akan tetap mencintaimu. Hanya mencintaimu," Akbar menjawab sembari mencium tunggung tangan kanan milik Shazia.

Kedua kini hanya membisu. Shazia larut dalam dekapan hangat Akbar, sementara Akbar hanyut pada pikirannya sendiri.

"Aku yang terlalu bodoh. Harusnya aku tidak melakukan ini. Aku akan berubah" Batin Akbar.

•••





Ajari Aku Memohon - TERBIT DI DREAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang