33.) Kabar Duka (1)

8.3K 498 63
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Cukup bahagiakan aku dengan menekan bintang di pojok kiri bagian bawah. Karena itu adalah sebuah penghargaan untukku.

Selamat membaca. :)

***

Suasana malam kota Jakarta benar-benar diselimuti suasana temaram. Tengah malam hampir saja tiba, tapi mata ini seakan-akan sangat enggan terpejam.

"Tidurlah, Akbar. Itu hanya mimpi tidak usah terlalu dipikirkan," ujar seseorang di sampingnya.

Akbar menoleh, ditatapnya wajah wanita dengan penuh kantuk itu.

"Tidurlah duluan, aku belum ingin tidur," jawab Akbar.

Beberapa kali matanya melihat ponsel pintar di nakas, berharap ada panggilan masuk atau apalah itu.

Kepergiannya sudah cukup lama, maka sudah cukup lama pula komunikasinya bersama Shazia terputus.

Selepas melaksanakan salat magrib dan tilawah Alquran, Akbar mengecek ponsel pintarnya itu. Dan benar saja, ada lima belas panggilan tak terjawab serta lima pesan yang datang dari satu nomor yang sama. Iya, nomor Ibunya.

Sontak Akbar dilanda kecemasan, apa yang terjadi hingga Ibunya menghubungi dirinya dengan jumlah yang banyak dan berturut-turut, jika bukan untuk keadaan darurat maka pasti hal itu tak akan Ibunya lakukan.

Akbar, Nak. Cepatlah pulang.

Ada sesuatu yang ingin kami sampaikan, segeralah kembali!

Nak, Ummi mohon. Bisakah kamu tinggalkan sebentar saja urusanmu di sana. Ummi tidak ingin kamu menyesal.

Akbar, setidaknya jika nanti kamu membaca ini, segeralah hubungi Ummi. Kami akan menerima walau sedikit terlambat.

Nak, Ummi mohon. Bisakah sekali saja baca pesan ini. Ummi tidak ingin kamu benar-benar menyesal, Nak.

Berkali-kali Akbar membaca pesan itu, kesan pertama tentu membuat jantung berdetak keras?

Ada apa?

Mengapa dirinya harus segera pulang?

Adakah hal buruk yang menimpa keluarganya di sana.

Namun, saat Akbar menghubungi ponsel Ibunya, justru sang Ayalah yang mengangkatnya. Suara pria setengah abad itu terdengar biasa saja, membuat kekhawatiran Akbar sirna.

Tidak ada apa-apa, Nak. Cepatlah pulang. Kami merindukanmu.

Hanya itu sepenggal kalimat yang bisa Ayahnya ucapkan, membuat Akbar sadar. Betapa lamanya ia meninggalkan orang tua serta istirinya di negeri orang.

Lalu, pukul sembilan malam ia mencoba tidur. Namun, hanya berselang beberapa menit saja dirinya kembali terbangun. Mimpi singkat namun bagai malapetaka membuatnya enggan kembali memejamkan mata.

Suara teriakan, erangan kesakitan, serta darah terekam jelas dalam ingatannya. Kepalanya bahkan pusing ketika ia terbangun, tubuhnya berkeringan dan menggigil. Mimpi itu seperti petir, cahayanya seakan sampai menusuk mata. Membuat ia seakan masih berada dalam dunia mimpi itu walaupun kesadarannya telah pulih sepenuhnya.

Ajari Aku Memohon - TERBIT DI DREAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang