Shazia kembali termenung. Ikhlaskah dirinya kala melihat suaminya kembali menikah? Membiarkan cintanya terbagi untuk kali kedua.
Namun, ia sendiri tak mampu memenuhi apa yang menjadi mimpinya dan juga mimpi keluarga suaminya. Lalu, langkah apa yang perlu ia ambil?
Keadaan ini sesungguhnya begitu menjepit baginya. Rasanya tak ada pilihan yang bisa ia pilih.
Setiap istri itu ibarat permata. Karena sosoknya, akan lahir khalifah dan ulama hebat. Seorang hafiz dan hafizah, bahkan seorang yang begitu melegenda. Lantas, bagaimana kala permata itu telah tergores sehingga tak lagi bernilai mahal?
Itulah posisi Shazia saat ini. Ia ada, namun tak dapat membantu. Keberangkatan ibu serta ayah mertuanya menuju Malaysia benar-benar membuatnya begitu cemas. Entah sampai kapan semua ini akan berlarut-larut.
"Ya Allah, Tuhan yang selalu mendengarkan hamba-Nya. Bisakah aku melewati satu ujianmu ini? Kuatkan aku? Aku terlalu lelah, Ya Allah. Semuanya seakan tengah mempersulitku. Wahai Tuhan yang Maha Melapangkan. Aku mohon, lapangkanlah hatiku atas segala ketetapan-Mu," lirih Shazia.
Air mata kepiluan akhirnya menetes pula. Shazia akui, dirinya bukanlah wanita baja yang tak terluka kala suaminya mendua. Bukan pula wanita tegar kala mendengar penuturan jika ia akan sukar memberikan keturunan. Lalu, apa gunanya di dunia ini?
Begitu pula Fania. Walaupun dengan posisi istri kedua, wanita itu tetap terjebak dalam hal yang sama. Keguguran yang sudah dua kali ia alami membuat rahimnya belum siap untuk kembali mengandung.
Kepada siapa Shazia akan meminta tolong jika semua ini terjadi?
"Aku merasa menjadi wanita yang tak berguna," gumam Shazia.
Banyak orang menganggap ini masalah sepele. Namun, sudah hampir dua tahun dan keadaan semakin mencekam.
Ditambah keadaan ibu mertuanya yang kian memburuk. Wanita itu memang terlihat antusias kala mendengar kabar kehamilan Shazia dan Fania. Hingga, kabar buruk itu merobohkan senyumnya. Dan setelahnya, penyakit itu diketahui semua orang. Penyakit yang kebanyakan menyarang orang dengan tubuh tambun dan usia yang tak lagi muda.
Shazia menghela napas. Ia akan mengantarkan makan siang untuk suaminya hari ini, tapi sampai saat ini ia belum menyiapkan apapun.
***
"Tidak perlu terlalu dipikirkan, Sha. Ummi baik-baik saja. Kita hanya perlu bersabar," ujar Akbar kala mengetahui hal yang beberapa hari ini menjadi beban untuk istrinya.
"Aku tahu semuanya. Keadaan Ummi memburuk bukan? Operasi yang sudah tidak mungkin dilakukan mengingat faktor uisa? Itulah yang Abi katakan padamu, Mas. Dan aku mendengarnya," jawab Shazia sembari terisak.
Memang, ibu mertuanya itu sudah berusia enam puluh delapan tahun. Butuh waku belasan tahun untuk bisa mendapatkan Akbar, putra tunggal mereka. Dan kali ini, putra mereka tak mampu melakukan apapun.
"Kita akan mencari jalan keluarnya, Sha. Tentu tidak dengan menduakanmu dan juga Fania. Kita akan mencari titik terang itu bersama. Tidak perlu khawatir. Bukankah kau percaya bahwa Allah telah mengatur segala bentuk kejadian dalam hidup kita dengan sebaik-baiknya?" tutur Akbar sembari mengusap lelehan air mata pada kedua pipi Shazia.
"Aamiin," lirih Shazia.
Akbar tersenyum tipis, sejujurnya dirinya sendiri bingung dengan keputusan yang akan diambilnya.
Jika nahkoda sendiri telah bingung harus ke arah mana kapal itu ia belokan? Lalu bagaimana nasib penumpang dan anak buah kapal?
"Besok kita akan berangkat ke Malaysia, kita akan melihat keadaan Ummi," ujar Akbar sembari tersenyum.
"Apakah dengan Fania?" Shazia bertanya dengan menatap kedua manik mata Akbar.
"Tentu." Jawaban Akbar begitu menenangkan hati Shazi.
Semoga saja, besok tak ada kabar buruk yang datang.
***
Akbar bersama kedua istrinya tengah berada di lorong rumah sakit. Ketiganya sama-sama gugup, bagaimana jika kondisi ibu mereka jauh dari kata baik?
"Assalamu'alaikum, Abi?" ujar Akbar saat melihat ayahnya yang tengah duduk di ruang tunggu.
Ayahnya menoleh, menatap putra kebanggannya dengan sedih.
"Wa'alaikumussalam, duduklah, Nak," jawabnya.
Ketiganya duduk di kursi yang telah disediakan. Kemudian sebuah kalimat yang terlontar dari mulut pria paruh baya itu membuat ketiganya kaget.
"Penyakit Ummi kalian tak hanya pengapuran tulang. Tapi, ia telah menyembunyikan penyakitnya selama bertahun-tahun. Sebenarnya Ummi kalian mengalami komplikasi pada jantung dan hati, dan sekarang penyakit itu sudah terlalu jauh untuk bisa diobati. Kita terlambat."
Ketiga orang itu hanya mampu terdiam.
"Abi mohon, entah kenapa Abi merasa jika Ummi tak akan bertahan lebih lama lagi. Keadaannya semakin hari semakin memburuk. Abi mohon, kabulkanlah keinginan kecilnya," ucap Abi sembari mengatakan setiap kalimat itu dengan penuh permohonan.
Shazia menatap sendu pada ruang inap ibu mertuanya. Mampukah ia mewujudkan mimpi ibu mertuanya?
"Kita hanya tinggal berdua setelah sekian lama berumah tangga, selepas itu Allah menitipkan Akbar pada kami dan kita hidup menjadi keluarga bahagia. Dan kali ini, Ummi ingin rumah kita ramai. Dengan celotehan malaikat-malaikat kecil dan suara pertengkaran anak-anak. Bahkan dalam mimpinya, Ummi bertemu dengan cucu-cucunya." Abi tak mampu lagi menahan air matanya.
Cinta begitu terpancar jelas pada kedua matanya. Dan Akbar pun begitu. Ia begitu mencintai wanita yang telah memberikan segala bentuk pengorbanan untuknya.
"Kita akan mencari jalan keluarnya. Tak perlu khwatir, Abi. Tapi, tidak dengan menikah lagi. Akbar sudah merasa sangat cukup dengan kedua istri yang Akbar miliki. Rasanya begitu serakah jika Akbar harus menikah lagi," ucap Akbar.
"Abi juga berharap demikian. Tapi, Abi mohon padamu. Hanya kalian harapan Abi. Setidaknya, Abi ingin Ummi bisa tenang dan puny alasan untuk tetap menjalani pengobatannya," jelas Abinya.
Shazia menatap mata suaminya. Dengan susah payah ia mencoba mengatakan maksud mulianya.
"Aku akan mengandung untuk kalian. Izinkan aku ikut serta untuk membantu kalian semua," ujar Shazia tanpa jeda.
•••
Ciamis, 10-Juni-2019.
06-Syawal-1440 H.
Virachma.A
ssalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Aku ingin meminta pendapat kalian semua tentang kekurangan cerita ini. Aku mohon jawaban dari kalian.
1. Konflik cerita ini berbelit.
2. Feel dari cerita ini tidak sampai pada pembaca.
3. Alur cerita ini berbelit.
4. Cerita ini kurang memberikan manfaat.
5. (Isi sesuai pendapat kalian, jika tidak ada dalam pilihan.)
Jazakumullah katsir untuk semua pembaca, aku tunggu jawaban kalian serta kejujuran kalian. Insyaallah pendapat seperti apapun akan aku hargai😁
See you next part, salam cinta, Vii.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajari Aku Memohon - TERBIT DI DREAME
Spiritualبِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ (Revisi setelah selesai) Hidup adalah pilihan. Pilihan di mana semuanya membutuhkan keputusan terbaik agar dapat menjadi sebuah jawaban. Saat harus memilih menjadi orang bersyukur ataupun kufur, sabar atau marah...