Shazia menatap ketir dua sejoli yang tengah saling mendekap dengan erat. Kedua matanya mulai memanas. Perlahan, tetes demi tetes air mata mulai meluncur begitu saja.
"Aku tak berhak marah. Kedudukan kita sama dan kau juga berhak mendapatkan apa yang aku dapatkan."
Itulah yang Fania katakan pada dirinya saat mereka sarapan.
Jujur saja, Shazia sedikit terkejut kala mendengar penuturan Fania.
Dalam sekejap hatinya bahagia dan dalam sekejap pula hatinya kembali jatuh ke dasar laut dan tenggelam di sana.
Sampaikan semua ini akan terjadi
No Name
Tersenyumlah hingga tidak ada yang tahu bahwa senyumanmu itu adalah caramu untuk bersyukur atas setiap ketetapan Allah padamu.Shazia menatap layar ponselnya dengan intens. Siapakah yang mengirimkan pesan seperti ini padanya?
No Name
Cinta memang bisa melukai tanpa segan. Juga Bisa menerbangkan manusia hingga di atas awan.Tapi, cinta juga adalah pembunuh yang paling ampuh, senjata paling tajam, dan obat paling mudah didapatkan.
Apa kabar cinta?
Dalam hitungan menit. Ponsel Shazia kembali bergetar. Tanda menunjukan pesan.
Tanpa minat membalas. Shazia kembali menyimpan ponselnya. Ia lebih fokus menyaksikan kemesraan antara Fania dan suaminya.
"Aku mencintaimu, Akbar."
"Aku juga."
Shazia tersenyum. Kemarin, Akbar menyatakan cinta pada dirinya dan hari ini, Akbar juga menyatakan cinta pada Fania. Sebenarnya siapa yang Akbar cintai.
Tidak ada manusia yang bisa mencintai dua orang dalam satu waktu. Singgasana hati hanya akan dihuni oleh satu orang. Selebihnya, hanya sebatas bayang-bayang kasih sayang.
Shazia kembali menatap ponselnya saat satu pesan kembali masuk.
No Name
Jika pemandangan itu menyakitkan. Tidak perlu kau lihat. Matamu terlalu berharga jika hanya untuk menyaksikan pengkhianatan suamimu tercinta.Sudah saatnya beralih. Lepaskan dia yang tak mempertahankanmu. Cukup pilihlah orang yang benar-benar mencintaimu. Juga mencintai semua kekuranganmu.
Ia tertegun. Kekurangan. Dirinya lupa, sekarang ia tak lagi sempurna. Jadi, ada benarnya jika Akbar akan lebih memilih perempuan lain.
"Astaghfirullahaladzim," ucap Shazia.
Bagaimana rasa putus asa ada pada dirinya. Sejak kapan sosok Shazia menjadi wanita putus asa.
"Sha," ucap Akbar pada Shazia yang tengah tertunduk.
"Kenapa, Mas?"
Akbar mengelus pucuk kepala Shazia.
"Besok aku akan pergi ke Turki. Dan aku tidak bisa mengajak kalian. Aku ingin kamu di sini dan menjaga anak kita."
Shazia menoleh. Matanya menatap retina mata Akbar.
"Anak kita?" gumam Shazia pelan.
"Anak yang Fania kandung juga anak kita. Bukankah jika aku menjadi orang tua kaupun begitu?" jelas Akbar.
Shazia hanya mengangguk. Namun sungguh, bukan hal seperti ini yang Shazia mau.
"Aku akan pergi selama satu minggu. Tunggu aku pulang, sayang," ujar Akbar sembari mengecup kedua pipi Shazia.
•
•
"Berperilaku baiklah pada tamu, Fania. Apa kau tidak tahu bagaimana islam mengajarkan untuk memuliakan tamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajari Aku Memohon - TERBIT DI DREAME
Spiritualبِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ (Revisi setelah selesai) Hidup adalah pilihan. Pilihan di mana semuanya membutuhkan keputusan terbaik agar dapat menjadi sebuah jawaban. Saat harus memilih menjadi orang bersyukur ataupun kufur, sabar atau marah...