26.) Menemukan Jawaban

6.5K 412 12
                                    

Awan mendung menaungi langit yang tengah muram. Cuaca kali ini memang tidak sedang mendukung. Sejak tadi pagi, sang surya seperti enggan terlihat, awan mendung benar-benar menutupinya.

"Sudah kukatakan, semalam dia berbohong," tegas Akbar sembari menggeram marah.

"Sudah, Mas. Membuat keputusan saat marah tidak akan mendapatkan apa-apa," jawab Shazia mengelus lembut punggung suaminya.

Akbar menghela napas. Ia marah, bahkan sangat marah. Dengan teganya istrinya itu justru membohonginya.

Flashback on.

Malam hari menyapa dengan begitu cepatnya. Akbar begitu penasaran ketika melihat ponsel Fania yang terus bergetar.

Siapakah yang menelepon istrinya malam-malam begini?

Getaran itu semakin lama semakin membuat Akbar kesal. Apakah si penelepon tidak tahu jika ini sudah malam?

Zaki

Akbar terdiam melihat nama yang tertera di layar ponsel istrinya. Untuk apa pria itu menelepon istrinya.

Selepas telepon berhenti berdering, Akbar membuka ponsel itu. Dalam keadaan marah bercampur murka, Akbar membuka ponsel dengan sandi yang sama sekali tidak dirinya ketahui.

Akhirnya, dalam keadaan kacau. Akbar pergi meninggalkan istrinya yang tengah tertidur pulas bersama ponsel Fania di tangannya.

Flashback off.

Selepas itu, semua yang menjadi pertanyaannya terkuak sudah. Tentang siapa pria yang selama ini selalu bersama istrinya.

Si pria yang selama ini selalu menjadi bayang-bayang dalam rumah tangganya.

Sudah banyak panggilan atas nama Fania yang tertera di layar ponselnya. Namun, tak sekalipun Akbar berniat menjawabnya. Kekecewaan yang Akbar dapatkan dari istrinya itu membuat dirinya sukar untuk percaya pada apapun yang wanita itu katakan.

"Lebih baik sekarang Mas pulang ke rumah Fania. Tanya baik-baik padanya, jangan mengandalkan amarah ketimbang akal, aku yakin dia punya alasan yang tak bisa dia jelaskan," ujar Shazia sembari mengelus punggung suaminya.

Akbar menatap Shazia lembut. Mengapa istrinya tampak biasa saja?

"Harusnya kamu ikut marah. Suamimu sedang dibohongi," tegas Akbar.

"Mas, jika amarahku bisa menyelesaikan masalahmu, maka sejak tadi aku akan marah. Namun, kemarahan mengandung api dan api berasal dari setan, dan begitu pula kemarahan, semuanya berasal dari setan untuk mengeraskan hati manusia," jawab shazia lembut.

Memang benar, kemarahan tak akan menyelesaikan apapun. Hanya akan menambah rumit sesuatu yang sudah sangat rumit.

Akbar tertegun. Mulutnya tiba-tiba saja terkunci. Rasanya malu kala ia sebagai seorang pemimpin justru mendorong pengikutnya untuk melakukan sesuatu yang jelas-jelas tidak akan Allah sukai.

"Istighfar, Mas. Mintalah ampun kepada Allah. Amarahmu membuat setar tertawa semakin keras," ujar Shazia sembari mengelus lembut punggung suaminya.

"Terima kasih karena selalu mengingatkanku, Sha. Aku bersyukur Allah menjodohkan kita," jawab Akbar sembari memeluk erat istrinya.

Shazia hanya membalas dengan senyuman. Senang rasanya karena Akbar tak lagi melemparkan ucapan yang seharusnya dikatakan oleh seorang muslim yang beriman.

***

Siang hari begitu cepat berlalu, hingga perlahan senja datang dan menyapu teriknya matahari dan bulan mulai datang untuk menggantikannya.

Fania tengah berdiri di depan balkon kamarnya. Pikirannya sedari tadi sudah dipenuhi hal-hal negatif. Apakah suaminya yang membawa ponselnya?

Siang tadi Zaki kembali datang berkunjung, ia mengaku telah menghubungi Fania. Namun, yang mengangkatnya justru seorang pria yang entah siapa. Dan sekarang, ponselnya hilang entah ke mana.

Fania ceroboh. Dirinya benar-benar ceroboh. Kata sandi ponselnya sudah ia ganti, lalu bagaimana orang lain tetap saja bisa membuka ponselnya. Jika orang itu adalah Akbar, maka matilah dirinya.

"Semoga saja Akbar tidak membaca semua pesan itu," gumam Fania.

Ia memang bersalah, maka dari itu ia merasa begitu ketakutan. Bila Akbar mengetahui hal sebenarnya, entah apa yang akan terjadi pada dirinya.

Fania mencintai Akbar dan itu memang benar adanya. Cinta yang Fania miliki perlahan membuatnya gelap mata. Cinta itu pula yang membutnya menjadi seorang pendusta.

Satu dusta sudah terkuak, maka dusta lainnya juga akan mengikuti jejeknya. Jika semua itu terjadi. Maka hancurlah hidupnya.

Akankah Akbar tetap memaafkannya jika semua ini telah terkuak sepenuhnya?

Cinta benar-benar telah mengubahnya.

Hingg detik ini, cinta Akbar adalah satu-satunya alasan mengapa Fania tetap melanjutkan semua dusta ini.

***

Akbar menatap nyalang pada istri keduanya. Hingga satu minggu berselang, kemarahan itu belum juga sirna.

"Aku ingin bertanya," ujar Akbar tanpa menatap Fania.

Seketika wajah wanita itu berubah pucat. Mulutnya ia tutup rapat-rapat agar tak ada satu pun kesalahan yang terucap dari mulutnya.

"Kau mendengarku atau tidak?" tegas Akbar. Kemarahannya sudah sampai ubun-ubun. Namun, masih tetap ia tahan agar tak muncul ke permukaan.

Fania mengangguk takut. Ia berharap ini bukanlah akhir dari semuanya. Apalagi akhir dari kisah mereka.

"Sejak kapan kau berhubungan dengan pria itu?" tanya Akbar sembari menggertakan giginya.

"Hu ... hubungan dengan si ... siapa?" Fania menjawab dengan takut.

"Tidak berlu mementaskan drama. Aku sudah tahu semuanya," cerca Akbar.

Jeder....

Fania seketika membisu. Mungkin inilah awal dari kehancurannya. Dan Zaki adalah penyebab dari itu semua.

"JAWAB AKU! BERAPA LAMA KAU BERHUBUNGAN DENGAN ZAKI?" teriak Akbar tepat di depan wajah Fania.

"Aku tidak punya hubungan apapun dengannya," jawab Fania.

"Lalu, jika kalian tidak berhubungan. Apa isi dari pesan rahasiamu itu?"

Fania terdiam, rasanya tak mampu lagi satu kata pun keluar dari mulutnya.

•••

Ciamis, 24-Mei-2019.
19-Ramadan-1440 H.
Virachma.         

Selamat menunaikan ibadah puasa :)

Jangan lupa Al-Kahfi dan amalan sunah lainnya di hari jumat.

Jadikan Alquran sebaik-sebaiknya bacaan.

See you next part :)





Ajari Aku Memohon - TERBIT DI DREAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang