19.) Kegelapan

6.8K 420 21
                                    

Tak semua orang mempunyai masa lalu
yang indah. Tapi, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki masa depan yang indah.
(Virachma)
•••

Flashback on

Suasana haru rumah duka begitu sangat terasa. Para pelayat memutuskan untuk pulang selepas jenazah dikebumikan.

Baru beberapa saat yang lalu, bahkan masih tergambar jelas dalam benaknya bahwa sang kakak masih bermain bersamanya.

Bermain di halaman belakang, memberi makan kelinci bersama, dan bahkan sarapan dengan suapan tangan yang sama.

Namun, beberapa saat lalu semuanya berubah. Tubuh kakaknya sudah diselimuti oleh kain putih bersih, kedua lubang hidungnya diisi dengan kapas.

Apakah kakaknya sedang sakit?

Hanya itu yang bisa Fania kecil tanyakan. Dan semua orang, memandangnya dengan tatapan benci.

"Ayah, Kakak akan dibawa ke mana?" tanya Fania kecil saat melihat keranda yang hendak diangkat ayahnya.

"Kakakmu akan ke surga, Nak. Di sana dia akan bertemu dengan banyak bidadari, makan makanan yang lezat, berenang sepuasnya, dan bahkan tidur di atas kasur yang empuk," jawab ayahnya.

"Fania ingin ikut," teriak Fania kecil.

Ayahnya menggeleng. Putri kecilnya tentu tak akan tahu apa yang dimaksudkan ayahnya itu.

Oh Ya Allah, andaikan Engkau mengizinkan. Bisakah jika kau tak mengambil salah satu di antara mereka? Keduanya begitu berharga Ya Allah. Jika bisa, biarkan aku yang menggantikannya.

Sebait doa meluncur sudah. Tapi, apa bisa dikata. Tak pernah ada kuasa yang akan menandingi kuasa-Nya.

Flashback off

Bayangan itu muncul lagi. Hadir dan menggetarkan jiwa yang benar-benar telah terguncang. Rasa takut, benci, dan kecewa telah menyatu. Rasanya kepala ini hampir saja meledak.

Kejadian itu masih tetap sama. Bayang-bayangnya, tangisan, teriakan, dan makian masih terngiang.

Kini ia tahu, mengapa dahulu saudara kembarnya harus diselimuti kain, kedua lubang hidungnya diisi dengan kapas.

Iya, kematian.

Dia adalah seorang pembunuh. Seorang bocah yang tanpa sengaja mendorong saudara satu rahimnya hingga kepala kecil itu terbentur dan terjatuh ke dasar kolam.

Memorinya masih merekam dengan betul bagaimana peristiwa itu.

"Kecil saja dia sudah jadi pembunuh. Bagaimana besarnya nanti."

Kalimat itu terlontar begitu saja. Kala itu, ia memegang dadanya. Rasanya ada sebuah denyutan keras didalam sana. Rasanya sakit. Begitu sakit.

Ia menghela napas. Mencoba sejenak melupakan kejadian itu. Toh semua orang sudah memaafkannya.

"Hai, sayang. Rasanya sudah lama kamu tidak mengunjungi Ayah dan Ibu," ujar seorang wanita cantik.

Ajari Aku Memohon - TERBIT DI DREAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang