36

3K 155 3
                                    

Happy Reading😊

Hari ini Rafael, Tia dan beberapa bodyguard juga pelayannya akan terbang ke Indonesia. Rafael memutuskan untuk menggunakan pesawat pribadinya agar mereka nyaman.

"aku tidak sabar untuk menginjakkan kaki di Indonesia" ucap Tia begitu senang.
Rafael yang berada di sebelahnya menoleh "apa kamu tidak lelah bicara terus? tidurlah" ucap Rafael menatap Tia yang terlihat sangat tak sabar.
"aku tidak bisa tidur dengan posisi duduk seperti ini Ge" ucap Tia.
"yang benar saja, kamu dulu sering bepergian dengan pesawatkan. Jangan mengada-ada Tia"
"aku suka melihat awan dari sini. sudah lama sekali aku tidak naik pesawat" gumam Tia sembari melihat ke luar jendela.

Beberapa detik berlalu dengan hening dan Tia segera menoleh saat sadar ucapannya mungkin akan menyinggung Rafael yang lebih suka mengurungnya di rumah.
Rafael hanya menatapnya datar.
"Gege.. aku tidak bermaksud-

Rafael menarik kepala Tia agar bersandar di dadanya "tidurlah. Kita masih lama sampai di Jakarta"
"maaf" ujar Tia tak enak. Tia segera memejamkan matanya agar tak memancing amarah Rafael.
Rafael menarik kedua tangan Tia agar melingkar di pinggangnya.

Belum sampai 2 menit, Tia sudah telelap.
Rafael masih mengusap kepala Tia agar istrinya itu tetap nyenyak dalam tidurnya. Rafael ikut memejamkan matanya tapi ia tidak tidur.

"dari sikap manjamu yang sudah melampaui batas akhir-akhir ini aku berharap sesuatu" gumam Rafael mengecup kepala Tia.
*
*
*
Thella mendengus kesal saat ia kembali melihat Kinna membawa beberapa buku membosankan dari perpustakaan untuk dibawanya pulang.

"kak Ilham jemput gue. Lo bareng ya" tawar Thella yang menunggu Kinna memasukkan buku-bukunya.

Kinna melihat ruang kelasnya. Sudah kosong. Ia melihat jam dinding.
"SMA Gentara udah pada balik. Aldo di depan, gue sama Aldo aja" jawab Kinna dengan senyumnya.
"karena Bisma lo sekarang suka banget maksain senyum" ucap Thella tak suka.

Kinna tersenyum miris "karena yang mengajari gue senyum itu dia. Jadi...
"itu bukan alasan Kinna. Di mana Kinna yang dulu tegar dan cuek? Gue lebih suka lo yang dulu. Bukan yang sering tersenyum tapi palsu seperti ini" Thella mengguncang bahu Kinna.
"gue cinta sama Bisma Thell! saat Bisma pergi, gue merasa kosong!" balas Kinna ikut sedikit berteriak.

Thella menghrla napasnya perlahan dan menatap iba pada sahabatnya ini "lo pernah hidup tanpa Bisma kan sebelumnya?! jadi cobalah berhenti lepas dari dia Kinna. Lo pasti bisa!"
"sebulan ini gue udah coba. Tapi apa? gue semakin ingin Bisma. Hks" Kinna mulai terisak lalu memeluk Thella.

Thella mengusap punggung sahabatnya itu dengan lembut. Ini pertama kalinya Thella melihat Kinna menangis seperti ini.
Sedalam itukah perasaannya pada Bisma?
"lo belum berusaha Kinna. Kemarin lo hanya takut semakin sakit kalau sampai benar-benar kehilangan Bisma"

"gue hks bergantung sama Bisma hks" Kinna semakin terisak di dekapan Thella "gue sakit Thella"
"dia... dia... rasanya ingin mati saat Bisma bilang dia cuma sementara tertarik sama gue hks, gue hampir gila. Tiap malam gue cuma mikirin Bisma, gue gak bisa tidur dan gue melampiaskannya ke belajar. Gue ingin Bisma hks"
"dia gak cukup pantas untuk lo Kinna!"
Kinna tak menjawab, ia hanya ingin menangis saat ini.

Setelah Kinna cukup tenang, Thella kembali berucap "beri dia pelajaran"
"apa?!" ucap Kinna tak mengerti lalu melepas pelukannya dan menatap Thella.
"bersikaplah seperti lo gak butuh Bisma. Ajari dia bagaimana cara menghargai perasaan orang lain. Dia licik Kinna. Gue gak rela lo diginiin" Thella menghapus air mata Kinna "lo bisa! lo pasti bisa!"
"tapi gue butuh dia" lirih Kinna lalu menunduk sedih.
*
*
*
Ketika ponselnya berdering, jemari itu meraihnya malas lalu membuka pesan yang masuk.

WANTS, GOT, HURTS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang