Chapter 3

2.6K 109 0
                                    

Di sebuah kamar bercat hitam dan putih, mendapati seorang laki-laki yang kini tengah asik melamun memikirkan sesuatu.

Ada kekecewaan yang mendalam, dengan orang yang dulu sempat memiliki separuh hatinya.

Karena lelah dengan pikiran yang kacau, akhirnya ia memilih tidur di ranjang empuknya. Tak lama dari itu, deru nafas yang keluar dari mulutnya mulai beraturan, dibarengi dengan mata yang mulai mengatup rapat.

***

Pagi tengah menyambut seorang Arga, yang kini sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia menuruni anak tangga menuju dapur, untuk sarapan bersama dengan kedua orang tuanya serta adik satu-satunya.

Selama makan, tidak ada yang membuka suara sedikitpun. Mereka makan dengan diam dan penuh khidmat. Seusai makan, Arga langsung pergi dan tak lupa berpamitan pada Ardian dan Cintya untuk ke sekolah.

"Mah, Pa, aku pamit." Arga berucap seraya mencium punggung tangan Ardian dan Cintya.

"Dek, gue duluan." Arga menepuk bahu Arsen, dan mulai melenggang pergi menuju motornya yang sudah terparkir di halaman rumah.

"Assalamu'alaikum," ucap Arga saat telah hilang dibalik pintu utama.

"Wa'alaikumsalam," jawab mereka serempak.

Saat di perjalanan menuju sekolah, Arga tidak sengaja bertemu dengan perempuan yang tidak asing di matanya. Arga pun memilih memberhentikan laju motornya, di tempat perempuan itu berdiri. Perempuan itu hanya menaikan halis sebelah, seolah berkata, apa?

"Naik atau telat!"

"Gak usah, makasih," tolaknya dengan cepat. Sambil sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri, siapa tahu saja angkutan umum tiba-tiba datang.

"Jam segini angkot jarang lewat, lihat jam!" ucap Arga dengan wajah yang datar.

Perempuan itu pun melihat arloji di tangan kirinya. Netranya membulat karena terkejut. Kini waktu menunjukkan pukul 06:15 pagi, itu berarti, waktu tinggal 15 menit lagi untuk mencapai ke sekolah. Dalam hati ia berkata, "Mampus! Telat ini, si."

Setelah bergelut dengan pikirannya sendiri, akhirnya perempuan itu mau menerima ajakan Arga.

"Oke, gue mau." Akhirnya, mereka pun melenggang pergi dari halte tersebut menuju sekolah.

Mereka sampai dengan cepat, beruntungnya tak ada adegan terlambat masuk sekolah. Perempuan itu pun turun didekat gerbang, karena ia tidak mau jika turun sampai parkiran. Akan lebih banyak pertanyaan dari murid-murid SMA Angkasa, kalau tahu ia berangkat bersama Arga. Turun di sini saja sudah mengundang banyak tatapan orang, apalagi sampai di area parkir.

"Thanks."

"Sama-sama, Putri."

Putri diam memerhatikan Arga yang mulai memasuki area parkir. Ia merasakan hal yang aneh saat Arga menyebutkan namanya. Apa itu hal yang wajar?

***

Saat sampai di kelas, Putri disambut heboh oleh sahabanya, yakni seorang Vina yang mulutnya seperti ember bocor.

"Puput yuhu, akhirnya lo dateng juga. Btw, tadi lo dibonceng sama Arga, ya, Put?"

"Hm."

"Ya, elah, respon lo cuma gitu doang? Seneng dong pasti berangkat bareng dia?" Vina berujar seraya menoel dagu Putri, bermaksud menggodanya.

"Berisik!" Putri berujar dengan nada yang pelan. Namun, dapat membuat Vina cemberut karena respon yang tidak ada antusiasnya dari Putri.

Cold Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang