Chapter 2

3.2K 131 2
                                    

Arga Marvelous Efendi.

Memiliki wajah tampan, hidung yang mancung, bentuk rahang yang bagus, berkulit putih, bertubuh tinggi, memiliki bibir yang agak tebal, halis tebal dan rapi, sorot mata yang sangat tajam, dan mempunyai badan yang proporsional.

Arga memiliki kapasitas otak yang pintar. Namun satu yang membuat dia menjadi minus, apalagi kalau bukan dengan ketidak acuhannya yang tinggi. Tapi sayangnya hal itu tidak menutupi kadar ketampanan seorang Arga. Karena mau bagaimana tingkahnya, tetap saja dia itu tampan.

Anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya bernama Arsen Maxim Efendi, yang kini duduk di bangku SMP kelas IX. Sifat Arga dan Arsen ini berbanding terbalik, jika Arga yang cuek beda dengan Arsen yang ceria dan murah senyum. Secara fisik? Ya, memang kedua bersaudara ini sama-sama memiliki fisik unggul dan otak yang cerdas.

Papa dan mamanya bernama Ardian Fathur Efendi dan Cintya Elviona Maurin. Ardian mempunyai perusahaan yang tidak dibilang kecil, juga banyak cabang di mana-mana. Dia termasuk pemilik yayasan dari sekolah SMA Angkasa. Sedangkan Cintya memiliki bisnis butik, yang sudah tidak perlu diragukan lagi hasil rancangannya.

***

Waktu menunjukkan pukul 05:30 pagi.

Terdapat seorang gadis, yang masih meringkuk di ranjang empuknya dengan berselimut tebal.

Tok tok tok

Terdengar lah suara ketukan dari pintu kamar tersebut.

"Non, sudah bangun?" Bi Inah mengetuk pintu kamar tersebut sekaligus memanggil nama sang empu untuk dibangunkan.

"Sudah, Bi." Putri sang pemilik kamar menyahut dengan serak, seraya duduk di atas ranjang dengan mata yang masih setengah terbuka.

"Kalo gitu Bibi siapin sarapan dulu ya, Non." Bi Inah berucap kembali, dengan mengambil langkah menuju dapur guna menyiapkan sarapan untuk Putri.

Putri yang berada di dalam kamar bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Beberapa menit kemudian, Putri telah selesai dengan seragam lengkap juga tatanan rambut yang rapi. Dengan rambut yang terkuncir menjadi satu. Seusai itu, dirinya mengambil tas yang berada di meja belajar dan menyampirkannya di pundak. Kakinya mulai melangkah dan menuruni anak tangga dengan perlahan.

"Pagi, Bi." Putri menyapa bi Inah yang masih berada di dapur.

"Pagi, Non. Sarapannya udah Bibi siapin, ya"

"Iya, makasih ya, Bi. Em, Bibi udah sarapan?"

"Udah kok, Bibi udah sarapan tadi. Kalo gitu Bibi tinggal ya, Non, mau jemur pakaian dulu."

"Iya, Bi."

Putri segera melahap sarapannya dengan cepat. Ia tak mau mengulur waktu untuk berangkat ke sekolah. Seusai sarapan seperti biasa, Putri akan mencuci bekas wadahnya dan ditata kembali ke tempat semula. Tak lama dari itu, dirinya segera bergegas pergi meninggalkan bi Inah yang masih sibuk menjemur pakaian di belakang rumahnya. Ia tak sempat untuk berpamitan terlebih dahulu, pun bi Inah sudah tahu sekali tabiatnya.

Putri sampai di halte yang tak jauh dari komplek rumahnya. Dirinya mulai menunggu angkutan umum di sana.

Ketika angkutan umum itu datang, Putri pun segera menaikinya. Hanya dalam waktu dua puluh lima menit ke SMA Angkasa tanpa ada drama kemacetan di jalan, akhirnya Putri sampai dengan cepat. Ia segera menuruni angkot dan mulai berjalan menuju gerbang sekolah.

Ketika baru masuk ke gerbang sekolah, tubuh Putri tersenggol oleh seseorang yang membuatnya limbung. Kalau saja ketahanan tubuhnya tak seimbang, sudah dipastikan ia terjatuh tersungkur ke semen pelataran sekolah.

Cold Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang