Chapter 39

1.1K 43 0
                                    

Empat tahun kemudian.

Pria tampan dengan kaca mata hitam yang membingkai, baru saja turun dari pesawat. Langkahnya mampu mengundang banyak pasang mata yang mencuri-curi pandang.

Netranya fokus mencari ke arah orang yang akan menjemputnya.

"Bang Arga," teriak Arsen, seraya melambaikan tangannya.

Ya, pria itu ialah Arga. Ia melangkah menghampiri Arsen yang menunggunya di dekat kursi.

Arsen memberikan pelukan hangat pada Arga. Mereka saling melepas rindu satu sama lain.

"Makin ganteng aja heran gue." Arsen berujar dengan nada yang jenaka. Sedangkan sang empu, hanya tersenyum menanggapi ucapan Arsen.

Mereka menyempatkan untuk mampir terlebih dahulu ke kafe terdekat. Arga membutuhkan kafein saat ini.

Beberapa jam setelahnya, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah. Selama di perjalanan, hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Arsen yang fokus ke depan karena ia yang menyetir, sedangkan Arga kini mulai memejamkan matanya. Ia terlihat begitu lelah. Namun, Arsen tahu  bahwa Arga tidak tertidur pulas. Sampai akhirnya, ia membuka suaranya untuk memulai sebuah obrolan.

"Bang, gimana kak Putri. Lo udah hubungin dia? Minggu kemarin dia main ke rumah sampe sore. Mama sampe betah banget ngobrol sama kak Putri."

"Akhir-akhir ini gue emang belum hubungin dia, Sen. Satu tahun terakhir ini, gue sibuk ngejar skripsi biar cepet selesai. Dan kebetulan juga, perusahaan yang di sana kemarin mengalami masalah. HP yang gue pake ini aja, gak pernah gue sentuh. Gua juga selalu pake HP yang satunya lagi, buat urusan kantor. Makanya gue gak bisa buru-buru balik, karena emang ada kendala di perusahaan, dan bikin gue jadi mandet lagi untuk niat balik. Akhir-akhir ini juga tidur gue gak teratur, lemburan terus, sampe apartemen bukan istirahat justru lanjut kerja. Cape banget rasanya, Sen. Gue juga ngerasa bersalah banget sama Putri, karena lama gak kasih dia kabar."

"Sorry, Bang, gue gak tau. Tapi sekarang gue paham, kenapa lo kurang komunikasi ke kami. Mungkin kalo gue yang ada diposisi lo, gue juga bakalan gitu. Tapi lo juga harus cepet kabarin dia. Bicarain pake kepala dingin, gue tau kalian udah sama-sama dewasa."

Arga mengangguk paham atas ucapan Arsen. Selama ia meninggalkan tanah kelahirannya ini, banyak sekali perubahan. Adiknya sudah semakin tumbuh dewasa. Dari sikap, perilaku, bahkan tutur katanya.

***

Ketika sampai di rumah, Arga langsung menaiki tangga menuju kamarnya. Ia sungguh lelah.

Netranya mengedarkan ke sekitar ruangan. Ia tersenyum, saat melihat foto bersama para sahabatnya, juga kekasihnya. Mereka banyak menampilkan senyum juga tingkah yang konyol. Rindu sekali dengan masa-masa itu.

Karena merasa bosan berdiam diri, Arga pun memutuskan untuk berendam air hangat. Mungkin saja dapat merilekskan kembali pikirannya yang cukup penat.

Beberapa menit kemudian, Arga selesai dengan acara berendamnya. Ia memakai pakaian santai, dengan kaos hitam polos dan celana hitam pendek selutut. Rambutnya ia biarkan teracak, karena masih basah. Karena merasa sudah rapi, kakinya mulai melangkah keluar. Menuruni anak tangga dengan perlahan, hingga pada pijakan terakhir, suara pintu utama terbuka bersama dengan orang yang membukanya.

"Abang, ya ampun, udah dateng. Tambah ganteng aja kamu, apa kabar sayang?" sapa Cintya seraya memeluk putra pertamanya itu dengan penuh kerinduan.

"Aku baik, Ma." Arga menjawab dengan singkat. Tak lupa senyuman terpatri di bibirnya.

Cintya yang mendengar itu pun ikut tersenyum. Ia membalikkan tubuhnya menghadap pintu utama kembali. Karena, orang yang ia ajak ke rumah masih saja berdiri bagaikan patung.

"Putri, sini sayang, masuk! Kamu gak mau menyambut kedatangan Arga?" ujar Cintya seraya menghampiri Putri dan menggeret tubuhnya agar masuk ke dalam rumah.

"Em, Mama mau ke kamar dulu, deh, ya, mau ganti baju. Kalian ngobrol-ngobrol aja." Kemudian Cintya meninggalkan Arga dan Putri, yang masih terpaku dengan keterdiamannya.

Mereka memang saling berhadapan, tapi masih juga belum bersuara. Hingga akhirnya, pertahanan Arga runtuh. Tangannya merengkuh tubuh Putri, hingga merasakan kenyamanan luar biasa. Rasa rindu itu seakan terobati.

"Apa kabar, Ay?" tanya Arga dengan pelan.

"A-- aku baik, Ga. k-- kamu, apa kabar?" Putri menjawab dengan gugup.

"Aku baik."

Tak ada lagi percakapan itu. Mereka masih saja dalam posisi saling memeluk.

Putri begitu nyaman dipelukan Arga. Sampai-sampai, tak ingin melepaskan pelukan itu begitu saja.

"Maafin aku. Maaf karena gak pernah kasih kabar ke kamu setahun belakangan ini. Maaf, Ay, maaf."

"Jangan minta maaf terus. Yang penting, kamu udah menuhin janji kamu untuk kembali ke sini."

***

Kini, Arga dan Putri tengah berada di taman komplek perumahan mereka. Seperti bernostalgia, mengingat pertama kali mereka menjadi semakin dekat.

"Sayang," ujar Arga dengan netra yang memandang Putri lekat.

"Iya, Ga, kenapa?" Putri pun membalas tatapan Arga.

"Kamu cukup dengerin aku, oke! Aku mau kasih penjelasan buat kamu."

"Sebelumnya, aku mau minta maaf sama kamu, karena gak pernah kasih kabar. Jujur, Ay, aku di sana gak pernah yang namanya main sama cowok atau cewek mana pun. Selama aku di kampus, fokusku ya belajar dan terus belajar. Aku juga kejar target supaya cepat sampai skripsi. Setengah tahun yang lalu, aku menyelesaikan itu sampai akhirnya wisuda. Kamu tau, aku dapat predikat camloude ...

Arga menjeda ucapannya sebentar. Ia menghela nafasnya, sampai akhirnya memulai berbicara kembali.

"Aku bersyukur banget, karena perjuanganku gak sia-sia. Rencana setelah wisuda, aku pingin langsung pulang ke Indonesia, karena aku merindukan kalian. Keluarga aku, kamu, juga sahabat konyol aku. Tapi sayangnya, keadaan yang gak memungkinkan untuk pulang. Di sana papa punya perusahaan yang bisa dibilang besar. Perusahaan itu dibangun dari nol sampai sebesar sekarang, dan untuk mencapai itu semua gak mudah ...

"Karena kantor papa mengalami masalah, mau gak mau aku yang di perintahkan untuk mengurus perusahaan itu. Setengah tahun aku berjuang mati-matian bersama tim di sana, untuk membangun kembali perusahaan itu hingga stabil. Tidur gak teratur, makan suka telat, bahkan rasanya kepala mau pecah, Ay. Kita bener-bener kejar target ...

"Aku juga gak pernah pegang HP pribadi, yang aku pegang sekarang ini. Karena untuk urusan kantor, aku lebih pilih pakai HP satunya lagi, yang memang ada di sana atau juga memakai telepon rumah. Kamu tau, bahkan buat hubungin keluarga aja jarang banget, bisa dihitung jari. Maafin aku ya, Ay, selama ini gak pernah kasih kamu kabar. Dan kamu tenang aja, hati aku tetap ada untuk kamu. Cuma nama kamu yang bisa isi  hati aku."

"Iya Arga sayang, aku percaya sama kamu. Jangan minta maaf terus, oke!  Dengan kamu kasih penjelasan kaya gini, aku semakin yakin sama kamu, kalo kamu itu gak macem-macem di sana. Sekarang, kamu udah di sini. Itu cukup membuktikan kalo hati kamu itu tetap buat aku. Makasih, Ga, untuk kepercayaannya."

Dan mereka pun, menghabiskan waktu bersama di taman tersebut. Dengan banyak gurauan, serta suara tawa bahagia.

Kini mereka dapat berbagi kebahagiaan bersama, tanpa ada lagi jarak dan waktu yang memisahkan.

________

Terima kasih ❤

Cold Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang