Chapter 21

1.2K 58 0
                                    

Lama Cintya dan Putri saling berpelukan, hingga akhirnya terdengar suara bariton dari belakang sofa. "Ehem." Putri dan Cintya pun segera melepaskan mereka.

"Matanya, kok, pada sembab gitu, si kalian?" tanya Adrian seraya menatap Cintya dan Putri bergantian.

"Om." Putri segera mencium punggung tangan Adrian.

"Temannya, Arga?" tanya Adrian seraya mengelus rambut Putri dengan lembut.

"Iya, Om."

Adrian tersenyum dan mengangguk. Kemudian atensinya beralih pada istrinya yang kini tengah mengelap sisa-sisa air mata di pipinya.

"Udah, jangan nangis lagi. Jelek, tuh, jadinya." Ardian berucap seraya mencubit pipi Cintya.

"Ish, sakit tau."

"Cup-cup, maaf kekencengan, ya. Abis gemesin." Adrian mengelus pipi bekas cubitnya itu dengan penuh lembut.

Putri yang melihat interaksi mereka berdua, begitu iri. Ia ingin sekali mempunyai keluarga yang harmonis seperti Cintya dan Ardian. Tapi itu hanya sebuah harapan, yang tidak akan pernah terealisasikan.

Saat Putri asik melamun, tiba-tiba terdengar suara derap langkah kaki dari anak tangga. Di sana ada Arga dengan setelan santainya, juga mendapati rambutnya yang masih sedikit basah.

"Abang, daritadi tamu dianggurin, loh. Gimana, si?"

"Maaf, Ma. Aku abis mandi tadi."

"Ya udah, kalo gitu ... kita makan sama-sama, yuk! Mama masak banyak hari ini."

"Let's go, kita makan!" teriak Arsen dari balik punggung Arga.

"Berisik, nyet!"

"Bodo amat abangnya monyet!" Arsen menjulurkan lidahnya ke Arga. Ia meledek Arga karena abangnya itu menyebalkan.

Putri, Cintya, dan Ardian, hanya menggelengkan kepala mereka saja, melihat kelakuan aneh kedua kakak-beradik tersebut.

***

"Makasih, Ga, untuk hari ini. Makasih banyak, karena gue bisa dipertemukan sama kedua orang tua dan adik lo. Seorang ibu yang sangat cantik, seorang ayah yang lembut, dan seorang pria remaja yang sangat ceria," ucap Putri dengan menatap Arga lekat.

"Sama-sama. Sekarang, lo boleh sering datang kapan pun ke rumah gue. Karena rumah gue, selalu terbuka lebar buat lo." Arga menjawabnya dengan senyuman manis yang tersungging di bibirnya.

Mereka saling menatap satu sama lain dalam beberapa detik. Dan hal itu dapat membuat jantung mereka saling berpacu dengan cepat. Mereka seakan terhipnotis akan tatapan itu.

"Awsh. Lo ngapain, si, nyentil dahi gue, Ga?" Putri mengelus keningnya yang sakit, akibat disentil oleh jari-jemari milik Arga.

"Biar lo sadar. Abis, natap guenya gitu banget. Nanti kalo gue khilaf cium lo gimana coba?" Arga berujar dengan santai pada Putri.

Putri membulatkan matanya, kala ucapan itu keluar dari mulut seorang Arga. Hal itu dapat membuatnya terkejut sekaligus salah tingkah.

Putri menampar lengan Arga cukup kencang, dan sang empu bukannya merasa sakit justru malah tertawa.

"Ya udah, Ga, gue turun." Putri mulai membuka pintu dan menuruni mobil Arga.

Namun, ketika sebelah kaki Putri berpijak di tanah, Arga justru memanggilanya kembali.

"Putri." Putri pun segera menoleh menghadap Arga, yang masih setia duduk di kemudinya.

"Kenapa?"

"Buenas noches, no olvides un hermoso sueño," ucap Arga dengan santai. Tanpa peduli bahwa Putri kebingungan atas bahasa yang ia ucapkan.

"Hah?"

Arga hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya atas respon Putri yang begitu menggemaskan.

Seusai percakapan singkat itu, Putri pun segera masuk ke dalam rumah dengan raut yang bingung. Meninggalkan seorang Arga yang masih saja tersenyum sendiri di dalam mobilnya.

________

Buenas noches, no olvides on hermoso sueño = Selamat malam, jangan lupa mimpi indah.

Terima kasih ❤

Cold Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang