Chapter 28

1.2K 53 0
                                    

Arga sudah sampai di salah satu Rumah Sakit, yang tak jauh dari lokasi Putri disekap tadi. Ia pun keluar dan segera memanggil perawat yang ada di sana dengan wajah panik.

"Suster, woy, bantuin gue. Tolongin cewek gue, cepet!" Arga berujar seraya berteriak.

Perawat yang ada di sana pun berlari seraya mengambil brankar dan memindahkan Putri ke brankar tersebut. Arga terus mengikuti para perawat yang membawa Putri, hingga sampai ke ruang UGD. Arga pun dititah untuk menunggu di luar, sedangkan Putri langsung di tangani di dalam.

Arga yang masih panik, bingung harus berbuat apa. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah berdo'a, agar Putri diberi keselamatan. Sejak tadi, Arga hanya berbulak-balik di depan pintu. Lantaran ia begitu takut akan kondisi gadisnya di dalam sana.

Beberapa jam kemudian, pintu ruang UGD terbuka. Terlihat, para perawat sedang mendorong kembali brankar yang Putri tiduri itu. Saat dokter ingin mengikuti perawat tersebut, tiba-tiba tangannya dicekal oleh Arga yang sejak tadi menunggu di depan pintu.

"Bagaimana keadaan pacar saya, Dok?" ucap Arga tak tenang.

"Saya belum bisa menjelaskan secara detail. Tapi, tadi kami sudah memberhentikan darah yang ada di perutnya. Untung saja, kamu cepat membawa dia ke sini. Karena kalau telat sedikit saja, dapat dipastikan tidak tertolong. Banyak sekali darah yang kaluar dari perutnya. Detailnya, biar nanti saya jelaskan setelah pemeriksaan ini berlanjut. Pacar anda kami pindahkan ke ruang ICU. Kalau gitu, saya permisi." Jelas sang dokter pada Arga yang kini diam terpaku di depan ruang UGD.

Penjelasan dokter tadi, dapat membuat tubuhnya lemas seketika. Ia tak tahu, jika saja tidak tepat waktu menemui dan membawa Putri ke sini. Ia bisa saja kehilangan perempuan yang sangat dicintainya itu. Arga menangis di bangku, depan pintu ruang UGD. Sejak tadi air mata itu ia tahan, hingga kini sudah tak sanggup lagi. Isakan keluar begitu saja dari mulutnya. Ia tidak peduli kalau saja ada perawat yang melihatnya dengan heran. Ia hanya ingin melampiaskan rasa sedihnya lewat tangisan.

***

Selama di perjalanan menuju kantor polisi, tak ada yang bersuara kembali. Mereka menempuhnya dengan keheningan. Pikiran mereka seakan berkecamuk dengan kejadian yang ada.

"Please, jangan bawa gue ke kantor polisi. Gue mohon sama kalian. Gue mau minta maaf sama Putri dan setelah itu gue bakalan pergi dari sini dan kembali ke LA." Flowra berujar dengan penuh permohonan.

"Gue gak akan percaya sama lo, Flo. Kami semua mau, kalo lo di penjara. Kalo Arga tahu lo bebas, dia gak akan tinggal diam ... mau lo pergi ke LA atau yang jauh sekalipun," jawab David dengan tenang dibalik kemudinya.

Saat mereka tiba di kantor polisi, mereka segera melaporkan apa saja yang telah terjadi dan apa saja yang dilakukan oleh Flowra. Polisi itu mengerti, dan sementara membawanya ketahanan.

"Apa keluarganya sudah dihubungi?" tanya polisi tersebut.

"Ini sedang saya hubungi, Pak." Vino menjawab seraya memegang ponselnya yang menghubungi ke kedua orang tua Flowra.

"Halo, Om, saya Vino. Saya ingin memberitahukan, bahwa Flo sedang berada di kantor polisi."

"..."

"Biar nanti dijelaskan di kantor, Om. Om sebaiknya ke sini saja dulu."

"..."

"Baik, Om." Seusai panggilan itu, mereka pun segera menunggu kedua orang tua Flowra yang ingin menuju ke kantor polisi.

Perihal saksi, dua preman itu sudah di rengkus oleh Dion dan David tadi, saat mereka berniat kabur. Untung saja mereka sigap dan segera menghubungi orang kepercayaan Dion yang tak jauh dari lokasi. Untuk itu, mereka telah sampai di kantor polisi sekarang. Dalam memberikan sebuah keterangan, mengenai perihal penyekapan Putri yang dilakukan oleh Flowra.

Cold Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang