Chapter 4

2.2K 93 0
                                    

Saat ini, Putri sedang duduk di balkon kamarnya. Ia melihat pemandangan langit yang indah pada malam hari. Sesekali, ia tersenyum getir. Mengingat kembali akan masa, di mana dirinya penuh dengan perhatian kedua orang tuanya.

"Kenapa kalian egois? Apa kalian udah gak sayang lagi sama aku? Sebenernya, aku itu kalian anggap apa, si? Aku kaya bukan anak kalian, tau, gak! Aku juga ngerasa, kalo aku seperti dibuang gitu aja oleh kalian. Sakit banget rasanya." Putri bermonolog sendiri, seraya menitikan air mata dengan cukup deras.

Seusai lelah berdebat dengan hati dan pikiran, Putri pun segera menutup pintu balkon kamarnya. Lalu ia mulai menaiki ranjang. Tak lama dari itu, ia terlelap dengan deru nafas yang mulai beraturan.

***

Cuaca pagi ini sangat cerah. Namun, tidak dengan seorang Putri. Setelah bangun tidur, dirinya mendapati mata yang sembab juga rambut yang berantakan, akibat semalaman menangis.

Sebenarnya, tadi shubuh ia sudah bangun dan menjalankan ibadah shalat. Tapi karena masih mengantuk, akhirnya ia memutuskan untuk tidur kembali dan bangun pada pukul 06:00 pagi.

Putri sudah siap dengan seragam lengkapnya. Wajahnya pun sudah segar, tidak kusut seperti tadi pas baru bangun tidur. Setelah itu, Putri bergegas menuruni anak tangga dan menuju dapur.

Sarapan pagi ini, hanya roti tawar dengan selai cokelat, juga susu putih hangat. Biasanya jika ada bi Inah, dirinya lebih memilih sarapan nasi. Berhubung tidak ada, jadi ia akan sarapan seadanya. Pun jika harus membuatnya sekarang, itu sudah tidak keburu.

Selama perjalanan di dalam angkutan umum, Putri hanya diam sambil mendengarkan lagu melalui earphone di kedua telinganya. Ia juga tak lupa membaca buku novel dengan judul yang berbeda. Sesuka itu memang dalam membaca buku novel.

Saat sampai di sekolah, Putri melenggang pergi menuju kelas dan mendaratkan bokongnya di bangku. Kemudian, dirinya menelungkupkan wajah di atas meja pada kedua tangannya.

Namun, tak lama kelas semakin ramai. Bahkan sahabatnya saja sudah berada di kelas.

Sampai akhirnya bel masuk pun berbunyi. Dan Putri pun terbangun dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul. Bahkan matanya menyipit untuk membiasakan cahaya yang masuk.

"Pules banget, Put. Lo gak tidur, ya, semalem? Mata lo juga keliatan sembab gitu, lo abis nangis?" tanya Vina sambil menatap Putri khawatir. Di antara Putri dan Keyla, Vina lah yang terlihat paling khawatir juga  cengeng. Terlebih, jika orang yang di sayangnya itu kenapa-kenapa. Dan jika terjadi sesuatu di antara mereka, pasti Vina langsung banyak bertanya.

"Gue tidur, kok."

"Put, kalo ada apa-apa, lo bisa cerita sama kita. Ya, kan, Key?" ujar Vina.

"Iya, Put. Lo itu jangan sungkan sama kita berdua. Kita siap bantu, kalo lo emang bener-bener lagi ada masalah. Kita ini sahabat, kan?" jawab Keyla seraya tersenyum dengan tulus.

"Gue gak apa-apa, beneran. Gue baik-baik aja, kok. By the way, thanks, ya, udah khawatir sama gue." Putri memilih menutupi semua masalahnya dari kedua sahabatnya. Karena ia merasa belum siap untuk mengungkapkan isi hatinya.

Putri sangat bersyukur sekali, memiliki sahabat yang sangat baik seperti Vina dan Keyla. Dengan adanya mereka, beban Putri seakan berkurang. Meski ia juga salah, bahwa dirinya belum bisa seterbuka itu dengan mereka.

Bukan apa-apa, ia hanya tidak ingin kedua sahabatnya itu ikut terbebani dengan masalahnya yang rumit. Yang mungkin saja, tidak akan bisa menemukan kembali kebahagiaannya.

Terdengar derap langkah kaki memasuki kelas, semua murid seketika duduk dengan rapi. Mereka diam tanpa bersuara. Lalu, mereka memasang telinga baik-baik, guna mendengarkan apa yang guru tersebut terangkan.

***

Di lain tempat. Arga dan teman sekelasnya sedang ada di lapangan. Karena sekarang waktunya jam pelajaran olahraga. Tetapi, guru pengajar tak hadir dihadapan mereka. Maka dari itu, mereka bebas melakukan kegiatan masing-masing. Ada yang bermain basket, juga ada yang sibuk mengobrol sambil bergosip ria di bawah pohon rindang. Yang pasti, terhindar dari yang namanya terik matahari.

Istirahat pun tiba. Mereka semua langsung berhamburan keluar lapangan menuju kantin, termasuk Arga dan ketiga sahabatnya. Di karenakan sudah haus dan lapar, untuk itu mereka langsung saja menuju kantin tanpa berganti pakaian terlebih dahulu.

Saat sampai di kantin, mereka tidak sengaja berpapasan dengan Putri, Vina, juga Keyla.

Dion dan Vino, menggoda seorang Vina dengan celotehannya yang receh. Sementara David, memperhatikan Keyla yang hanya diam. Sang empu yang ditatap, tersenyum malu dengan kepala yang masih tertunduk, akibat tatapan dari seorang David. Hal itu mampu membuatnya salah tingkah.

Kalau Arga dan Putri. Mereka hanya diam saja dengan raut yang datar. Karena tidak ingin berlama-lama, Putri memutuskan untuk mencari tempat duduk yang langsung disusul oleh kedua sahabatnya.

Arga pun melalukan hal yang sama, ia duduk di tempat paling pojok kantin dengan ketiga sahabatnya.

Vina menatap kedua sahabatnya. Terutama pada Keyla, ia ingin mengatakan sesuatu yang mampu membuat otaknya berpikir.

"Em ... kok gue ngerasa aneh, ya, sama tingkahnya Dion."

"Aneh gimana, Vin?" jawab Keyla dengan raut yang bingung.

"Aneh aja. Setiap celotehan receh yang dia ucapin itu, seolah-olah  menunjukan kalo dia emang beneran suka sama gue, dan gue ngerasa geer banget. Kalo soal Vino yang suka goda-godain gitu, si, udah biasa. Gue gak bakalan kemakan omongannya dia. Karena dia udah biasa kaya gitu sama anak-anak cewek. Nah, ini, si Dion. Bikin gue ngerasa aneh dan melting, Key."

"Kalo lo ngerasa gitu, ya, gak masalah. Dan siapa tau, dia emang beneran suka sama lo. Gue berharap, dia gak main-main sama ucapannya itu, Vin. Karena gue juga tau, seorang Dion jarang banget sepercaya diri itu buat deket sama cewek, apalagi sampe godain gitu." Keyla menjawab dengan santai pada Vina.

"Tapi, gue kaya berharap banget, dong, sama dia." Vina berujar seraya mengetuk jarinya ke meja.

"Ya, apa salahnya mencoba. Siapa tau dia emang beneran tulus sama lo. Tapi untuk sekarang, Vin, lo jangan terlalu baper dulu sama gombalannya itu. Lo harus pasang muka tembok sama dia, kaya seolah-olah lo gak kemakan sama rayuannya. Dan kalo emang dia serius sama lo, dia pasti bakal ngelakuin apa aja dan ngebuktiin semua apa yang dia ucapin." Keyla memberi petuah pada Vina atas kedekatannya dengan Dion. Ia mengucapkan serentetan kalimat itu disertai dengan senyuman hangat. Keyla itu, memang solusi yang tepat untuk menjadi tempat bercerita.

"Makasih, ya, Key. Lo, tuh, emang sahabat gue yang paling ngerti kalo urusan kaya gini," ujar Vina, dengan kekehan yang keluar dari mulutnya.

"Iya, sama-sama Vina."

Putri yang mendengarkan celotehan sahabatnya itu, hanya diam sambil makan. Ia setuju dengan apa yang diucap oleh Keyla. Jika Dion memang tulus dengan Vina, pasti dia akan buktiin setiap ucapannya itu. Tapi jika itu hanya kepalsuan, Putri tak akan tinggal diam. Ia menyayangi mereka, baik Vina maupun Keyla. Kalau mereka tersakiti, ia pun akan merasakan hal yang sama. Untuk itu, Putri tidak akan membiarkan orang-orang di luar sana untuk menyakiti kedua sahabatnya.

________

Thanks ❤

Cold Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang