Chapter 29

1.2K 54 0
                                        

Di dalam ruangan dengan dinding berwarna putih, dipenuhi dengan alat-alat medis, dan bau obat-obatan. Terdapat Arga, yang kini tengah duduk di kursi dekat ranjang pesakitan. Mengamati seseorang yang sedang terbaring dengan mata tertutup.

Sudah dua hari, Putri masih setia dengan pejaman matanya.

"Kapan, si, lo sadar? Gak cape apa, tidur terus. Gue khawatir sama lo, Put. Tolong, bangun. Ada gue,  sahabat-sahabat lo, dan keluarga lo, yang nungguin lo sadar. Lo harus tau, kalo keluarga gue juga cemas sama keadaan lo, terutama Mama, Put. Tolong bangun, Put." Arga bermonolog, seraya menatap Putri yang masih setia memejamkan matanya.

Para sahabatnya, hanya melihat Arga sejak tadi. Mereka tak berniat untuk mengusiknya. Karena menurut dokter, jika pasien sedang koma seperti ini, alangkah baiknya sering diajak berbicara. Terutama pada orang yang paling dia sayang.

"Ga, makan dulu, ni. Lo dari kemarin belum ngisi apa-apa selain minum. Gue tau lu cemas, bahkan sangat. Tapi kalo lo terus-terusan kaya gini, nanti yang ada elonya yang sakit. Emangnya mau,  kalo Putri sadar nanti, elo malah gak di sini dan istirahat di rumah. Karena kondisi lo yang gak stabil itu. Enggak mau, kan? Kita di sini juga khawatir sama keadaan Putri, dan gue juga yakin, Putri pasti akan sembuh dan segera sadar." Keyla berujar seraya menasihati Arga. Supaya Arga mau mengisi asupan makannya. Arga sudah seperti mayat hidup. Dengan wajah yang pucat, juga rambut yang berantakan.

"Gue tau keadaan lo hancur ngeliat Putri kaya gini. Tapi apa salahnya lo mikirin diri lo sendiri. Lebih baik, sekarang lo makan, terus nanti pulang dulu buat bersih-bersih! Pikiran lo kacau banget soalnya." David menasihati Arga, seraya menepuk pundaknya dengan pelan. Ia hanya ingin Arga mementingkan diri sendiri.

"Makasih atas nasihat kalian. Gue tau gue salah, harusnya gue gak terlalu memikirkan Putri sampe keadaan gue kacau kaya gini. Gue ngerasa egois." Seusai mengatakan itu, Arga pun segera mengambil makannya di atas nakas, dan ia pun melahapnya dengan tenang.

***

Seusai makan, Arga pun meraih jaketnya disandaran kursi. Ia pun pamit kepada sahabatnya, juga Putri yang masih terpejam

"Put, gue pamit pulang dulu mau bersih-bersih. Badan gue udah bau soalnya. Please, wake up for me. I'm always waiting for you." Pamit Arga pada Putri, diakhiri dengan sebuah kecupan didahinya.

"Gue pamit dulu. Tolong kabarin gue kalo ada apa-apa."

"Siap, Ga, tenang aja," jawab Vino seraya tersenyum.

Ketika Arga ingin membuka pintu. Ternyata ada yang membukanya terlebih dahulu dari luar, hal itu membuat para sahabatnya menoleh ke arah pintu tersebut.

Ternyata yang berkunjung ialah, Cintya, Ardian, dan Arsen. Setelah dihubungi soal kondisi Putri, mereka segera melarikan diri untuk ke Rumah Sakit. Terlebih, Cintya sangat cemas saat tahu keadaan Putri seperti itu.

"Mau kemana, Bang?" tanya Arsen saat melihat Arga yang hendak pergi membawa jaket di tangannya.


"Mau pulang dulu. Gue mau mandi, udah lengket banget. Pa, Arga pulang dulu." Arga pun keluar, setelah mengecup punggung tangan Cintya dan Ardian.

"Sejak kemarin Putri koma?" tanya Ardian kepada para sahabat Putri dan Arga.

"Iya, Om. Sejak kemarin setelah dari ruang ICU, sampai dipindahkan ke ruangan ini ... Putri belum juga sadarkan diri." David menjawab seraya menjelaskan pada Ardian.

"Apa pelaku sudah dilaporkan?"

"Sudah, Om. Bahkan dia juga sempat ingin bertemu dengan Putri dan Arga untuk minta maaf. Tapi kami gak kasih izin. Karena tau sendiri, kan, kalau keadaan Arga lagi kacau, apalagi orang yang di sayanginya hampir terbunuh kaya gini, bisa-bisa dia ngamuk. Dan bakalan habis anak orang," jelas Dion.

"Iya bener. Dia kalau udah emosi apalagi mengenai keluarga dan orang yang dia sayang, gak akan pandang buluh. Mau itu laki-laki atau perempuan," ujar Ardian membenarkan ucapan Dion.

"Pa, Arsen laper," bisik Arsen kepada Ardian.

"Ya udah, ke kantin, yuk! Ma, mau nitip sesuatu?"

"Mama nitip jus alpukat aja, Pa. Oh iya, kalian belum makan siang, kan? Ikut Om sama Arsen aja ke kantin sana!" titah Cintya pada sahabat Arga juga Putri.

"Gak ngerepotin, ni?" ujar Vino seraya tersenyum jenaka.

"Enggak , lah, Vino. Lagian kamu kaya sama siapa aja, biasanya juga kalo di rumah sering makan bareng," jawab Cintya seraya terkekeh atas ucapan Vino.

"Ya udah, kita ke kantin dulu Tante. Titip Putri dulu, ya, Tan." Pamit Vina pada Cintya.

Seusai itu, mereka pergi meninggalkan Cintya dan Putri yang masih terbaring, di ruang rawat tersebut, menuju kantin Rumah Sakit.

________

Terima kasih ❤

Cold Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang