Chapter 17

1.3K 62 0
                                    

Setelah pulang dari kafe, Putri mengantar Vina dan Keyla pulang ke rumah mereka masing-masing. Seusai itu, ia kembali ke rumahnya.

Saat tiba di rumah, ia di buat bingung lantaran ada mobil asing di sana. Dirinya pun segera membuka pintu utama dan menutupnya kembali. Saat melewati sofa ruang tamu, ia dibuat terkejut akan kedatangan seseorang yang selama ini ia harapkan.

Orang itu menoleh menghadap Putri seraya tersenyum. "Hai sayang, apa kabar?" ucapnya dengan menghampiri Putri yang terdiam.

"Mamah." Putri berujar dengan nada yang pelan.

"Kamu kenapa sayang?" Sang mama membawa Putri untuk duduk di sofa dengan perlahan, dan Putri pun mengikutinya tanpa membantah.

"Aku, gak apa-apa." Putri menjawab dengan cepat atas pertanyaan mamanya itu.

"Kenapa Mama bisa di sini?" Putri bertanya dengan raut yang bingung.

"Ada yang mau Mama bicarakan sama kamu."

"Mau bicara soal apa?"

"Mama mau ajak kamu ke Jerman."

Putri yang mendengar itu terkejut, tentu saja. Ia pun menatap mamanya dengan intens tanpa menoleh sedikit pun. Ada apa dengan mamanya itu?

"Kamu mau, kan, tinggal bareng sama mama dan keluarga baru kita di Jerman?"

"Mamah udah nikah?" tanya Putri, dengan raut yang kentara sekali bahwa ia begitu terkejut atas ucapan sang mama.

"Iya, Mama udah nikah. Kamu mau, ya, ikut Mama dan papah baru kamu di Jerman. Kamu punya kakak tiri, loh, namanya Kenald Fernandez, dia kuliah di sana. Pasti nanti kamu seneng setelah bertemu dia. Ken orangnya friendly banget, kamu mau kan?"

"Aku gak bisa, Ma."

"Kenapa?"

"Segampang itu, ya, Mama mau ambil aku ke Jerman?" Putri bertanya dengan raut yang dingin.

"Ya, memangnya kenapa? Mama gak salah, kan?"

"Salah, Ma, sangat salah. Gampang nanget Mama bilang kaya gitu ke aku, dan seolah ngatur aku untuk pergi dari rumah ini. Selama bertahun-tahun aku nunggu kehadiran Mama atau pun Papa, gak ada satupun yang hadir nemuin aku. Kalian begitu egois, lebih mementingkan sebuah pekerjaan dan uang. Apa kalian pernah berpikir kalau kalian masih punya anak dan aku masih butuh kalian? Apa Mama pernah tau tentang keadaan aku, soal sekolah aku, enggak, kan? Aku gak akan bisa ninggalin rumah ini dan sekolah aku gitu aja, Ma. Di sini, masih ada orang-orang aku sayang. Jadi, jangan harap bahwa Mama bisa membawa aku untuk pergi ke Jerman."

"Apa-apaan kamu? Kenapa jadi kaya gitu? Pokoknya kamu harus ikut sama Mama ke Jerman. Kamu akan meneruskan sekolah di sana, kita bangun keluarga baru. Mama yakin kamu bahagia, karena di sana ada Ken yang mengawasi dan memantau pergerakan kamu. Kalau di sini, Mama tidak bisa memantau kamu dengan baik."

"Oh, jadi Mama manfaatin anak Mama yang baru itu supaya dia bisa pantau aku? Menyedihkan banget, ya, aku ini."

"Mama bukan manfaatin dia, Mama gak mungkin ngurus kamu setiap hari, karena Mama juga sibuk dengan kerjaan. Mama belum bisa berhenti dari kerjaan itu, jadi kamu di rumah sama kakak tiri kamu nantinya."

Putri menatap sinis mamanya. Ia merasa tak ada bedanya mau di sini atau pun di sana.

"Sama aja, Ma. Mau aku di sini atau di sana, sama-sama tidak menguntungkan. Aku hanya butuh sosok Ibu yang bisa melihat perkembangan anaknya di rumah. Bukan hanya memikirkan pekerjaan dan uang aja."

"Keras kepala! Masih untung Mama mau ambil kamu dari rumah hina ini."

Putri tak tahan lagi dengan ucapan mamanya. Ia pun berujar kembali dengan nada yang membentak. "STOP, MA!"

Ia menghela nafasnya dan menetralkan segala emosinya yang tertahan sejak tadi. "Lebih baik Mama keluar! Percuma Mama bujuk aku buat pergi dari sini, aku gak akan pernah mau untuk ikut sama Mama ke Jerman. Sampai kapan pun. Jadi, Mama boleh pergi sekarang!" Putri berujar dingin dan dengan nada yang tegas.

"Oke, Mama akan pergi. Tapi ingat, Mama gak akan mau kirim uang lagi ke rekening kamu. Mama rasa, kamu bukan anak Mama. Karena kamu sulit diatur."

"Terserah, aku gak peduli."

"Kamu tidak menyesal dengan itu?"

"Tidak akan pernah."

Kemudian, Airin pun pergi dari rumah Putri dan menutupnya dengan keras. Hingga menimbulkan suara yang nyaring.

Putri memejamkan matanya menatap daun pintu yang tertutup. Kemudian lamgkahnya menuju kamar, dan menutup pintu itu cukup keras. Ia segera menghempaskan tubuhnya ke ranjang dan menangis dibalik bantal miliknya.

Apa ini takdirnya yang tidak bisa bahagia bersama keluarganya? Ia masih mengingat dengan kata-kata tadi, bahwa ibunya sendiri tidak mau menganggapnya ada. Kehidupannya sudah hancur, mengapa di tambah hancur lagi? Kehadiran Mamanya benar-benar malapetaka untuknya. Dia mengatakan suatu hal, yang seharusnya tak keluar dari mulut seorang Ibu. Rasanya Putri ingin menenggelamkan saja ke tengah laut, agar ia bisa bebas terbawa air dan membawanya ke mana pun ia mau.

Hingga akhirnya, Putri terlelap dalam keadaan yang benar-benar kacau. Sebagian barangnya tergeletak di lantai kamarnya, begitu pun selimut tebalnya yang sudah berada di karpet berbulu di bawah ranjang. Bahkan dirinya pun, masih mengenakan seragam lengkap dengan rambut yang cukup berantakan. Benar-banar hari sial dan lelahnya seorang Putri.


________


Terima kasih ❤

Cold Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang