Chapter 31

1.2K 48 0
                                    

Pada pukul 07:30 pagi, seorang pria paruh baya terlihat tergesa-gesa saat memasuki lorong Rumah Sakit. Setelah dirinya menanyakan kepada salah satu resepsionis, di mana letak kamar yang dituju, langsung saja ia memutuskan untuk pergi ke ruangan tersebut.

Saat sampai di depan ruangan tersebut, ia mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal. Menghirup dan membuang nafasnya agar lebih rileks. Seusai itu, ia mulai membuka pintu dan masuk ke ruangan tersebut.

Saat pertama kali masuk, yang ia lihat adalah seorang anak perempuan yang tengah terbaring lemah, juga dipenuhi alat-alat medis yang menempel di tubuhnya. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Ia hanya diam membisu, juga menghampiri ranjang pesakitan tersebut.

Pria itu duduk di kursi samping ranjang, dan menggenggam tangan anak tersebut. Diciumnya tangan itu, seraya menitikan air mata.

"Putri, anak Papa, kenapa nasib kamu seperti ini, Nak? Maafkan Papa, karena sudah lama Papa mengabaikanmu. Maafin Papa, karena Papa tak pernah menjengukmu selama ini. Papa begiti banyak dosa, Nak. Papa bukan ayah yang baik buat kamu."

"Kamu tau? Papa sebenarnya sangat merindukan kamu. Jujur saja, Papa lelah setiap hari kerja sendirian, tidak ada yang menemani. Tidak ada yang memberi semangat ketika bangun pagi, juga tidak ada yang membuatkan sarapan spesial untuk Papa. Kamu tau sayang, papah merindukan keluarga kita yang dulu, Nak, sebelum kejadian itu terjadi. Maafin Papa, karena kamu yang terkena imbasnya akibat keegoisan kami. Papa bukannya tidak ingin pulang ke rumah itu, Papa hanya tidak ingin mengingat masa-masa keluarga kita yang dulu. Papa sayang sama kamu. Papa janji, untuk hari ini dan seterusnya Papa akan selalu jaga kamu. Papa akan pulang ke rumah itu dan menemani kamu lagi seperti dulu."

"Papa janji, akan membagikan waktu luang antara pekerjaan dan juga kamu. Kamu itu segalanya untuk Papa, Nak. I miss you my lovely. Please, wake up for Dad." Pria paruh baya itu, menggenggam dan mencium punggung tangan Putri seraya menitikan air matanya. Selama ini ia salah, telah mengabaikan putri satu-satunya yang telah lama ia tinggali. Harusnya, ia ada ketika Putri susah. Harusnya, ia ada ketika Putri ingin bercerita. Harusnya, harusnya, harusnya. Semua itu seakan terlambat ketika melihat kondisi Putri seperti ini.

Semoga saja, Putri dapat menerimanya kembali dan mau memaafkan atas kesalahannya. Ia ingin sekali memperbaiki hubungannya dengan putri satu-satunya ini. Putri adalah harta satu-satunya yang ia miliki sekarang.

***

Pada pukul 09:00, perawat dan satu orang dokter masuk ke ruangan Putri. Mereka sedikit terkejur, karena kedatangan seorang pria asing. Karena sejak Putri dibawa ke Rumah Sakit ini, mereka tidak pernah melihat pria paruh baya itu. Yang saat ini, tengah tertidur seraya menggenggam tangan Putri.

Baru saja niat perawat itu ingin membangunkannya, pria paruh baya itu sudah bangun terlebih dahulu.

"Em, maaf, Pak. Saya dan dokter akan memeriksa pasien terlebih dahulu. Kami ingin mengecek keadaan sekarang, apa ada perkembangan yang signifikan atau tidak." Perawat tersebut berujar dengan nada yang santun.

"Iya-iya, silahkan!"

Dokter itu pun memeriksa Putri secara teliti, serta dibantu oleh perawat disisinya. Tak lupa, mereka menggantikan cairan infus yang sudah tinggal sedikit. Melepaskan selang oksigen, memeriksa detak jantung, juga memeriksa kedua netra yang masih saja terpejam.

"Bagus, perkembangannya cukup pesat. Saya yakin, sebentar lagi pasien akan segera sadar. Oh iya, Bapak ini?" jelas dokter, sekaligus bertanya kepada pria paruh baya yang ada dihadapannya.

"Saya Ayah dari pasien ini, Dok. Maaf karena saya baru bisa datang. Karena sudah sangat lama saya tidak mengunjungi putri saya. Lantaran jadwal pekerjaan yang begitu banyak dan padat."

"Baik, Pak, saya memaklumi hal itu. Tapi untuk sekarang, putri Bapak sangat membutuhkan kehadiran Bapak. Jadi, Bapak lebih baik meninggalkan pekerjaan itu sementara waktu terlebih dahulu. Kalau begitu, saya permisi dulu. Oh iya, jangan lupa ketika sadar nanti panggil perawat atau saya untuk memeriksanya kembali. Agar pasien segera diberi makan serta obat."

"Terima kasih, Dok."

"Kalau begitu kami permisi pak," ucap perawat tersebut seraya tersenyum. Kemudian mereka pamit pergi dari ruang rawat inap yang Putri tinggali.

Pria paruh baya itu, melihat arloji di tangan kirinya. Ia merasa sangat lapar dan memang belum mengisi apapun sejak tadi. Akhirnya, ia segera keluar untuk mencari makanan di kantin. Ia merasa harus cepat untuk makan, karena Putri hanya seorang diri di dalam kamar.

***

Sepuluh menit sudah ayah Putri berada di kantin. Seusai itu, ia memilih untuk membeli air mineral, camilan, dan beberapa minuman varian rasa. Karena ia yakin, pasti siang nanti akan ada yang datang untuk menjenguk Putri.

Ayah Putri sudah berada di kamar kembali. Ia menyimpan makanan yang tadi ia beli, di dalam lemari nakas. Saat ia bangkit berdiri, tak sengaja netranya melihat pergerakan tangan Putri.

Kelopak mata itu, terbuka secara perlahan. Selang oksigen dicabut oleh tangannya begitu saja. Ia menolehkan kepalanya ke kiri, dan mendapati pria paruh baya yang selama ini ia rindukan. Sebelum melepas rindu, ia meminta minum kepada ayahnya.

"Haus, Pa, aku mau minum," ucapnya dengan suara yang lemah.

"Iya sayang, Papa akan ambilkan."

Putri menenggak airnya hingga tandas. Koma yang di alaminya itu, mampu membuat energinya terkuras. Hingga tenggorokannya menjadi kering.

"Sayang, Papa rindu. Maafin Papa, karena selama ini mengabaikan kamu."

"Iya, Pa, aku juga rindu. Meskipun aku gak tau alasan Papa mengabaikan aku selama itu apa. Tapi, aku tetap sayang sama Papa." Putri menjawab seraya tersenyum dan langsung menghambur ke pelukan sang ayah. Mereka saling berpelukan, untuk menghilangkan jejak kerinduan yang selama ini dipendam.

Ayah Putri memencet tombol, guna memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Putri kembali.

Beberapa menit kemudian, dokter dan perawat yang memeriksanya tadi, kini kembali masuk dengan senyum yang terpatri di bibir keduanya.

"Saya periksa dulu, ya, Putri." Dokter tersebut berujar, seraya menatap Putri yang telah sadar dari masa komanya.

Dokter tersebut mulai memeriksanya dan perawat itu juga segera memberi makan beserta obat untuk Putri. Agar tubuh Putri menjadi fit dan stabil. Karena Putri memang belum mengisi apapun selain air mineral tadi.

Seusai pemeriksaan. Dokter dan perawat itu pergi, menyisakan Putri dan ayahnya yang kini asik bercengkrama.

________

Terima kasih ❤

Cold Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang