Chapter 9

1.6K 69 0
                                    

Putri kini tengah membaca buku novelnya, yang belum sempat ia selesaikan.

Sudah hampir satu setengah jam Putri membaca, sampai akhirnya ia menyelesaikannya juga. Kemudian ia menyimpan kembali buku itu ke rak, dimana banyak buku novel koleksinya di sana.

Ketika ia ingin kembali ke atas ranjang, tak sengaja netranya teralihkan ke arah sofa. Di mana ada sebuah kotak dengan pita berwarna biru.

Putri baru mengingatnya, ketika kemarin mamahnya bilang, bahwa akan mengirim hadiah yang di titipkan seorang kurir.

Lalu putri pun mulai membuka kotak tersebut dengan perlahan. Ia menghela nafasnya ketika kotak itu dibuka. Di sana terdapat gaun berwarna hitam polos yang indah, serta high heels berwarna hitam mengkilat. Di dalam sana juga terdapat sebuah note yang berisi.

To : Putri Natasya Wijaya

Bagaimana gaunnya bagus, kan? Itu hasil rancangan terbaik teman mama, loh. Jangan lupa di pakai! Oh iya, high heelsnya juga itu mama beli dari new york, semoga suka.

From : Mama


Kira-kira seperti itulah isi dari note tersebut. Putri mengemasi barang itu kembali ke dalam kotak, dan ia menyimpannya di dalam lemari begitu saja.

"Untuk apa barang-barang mewah itu? Putri cuma mau kehadiran kalian. Putri masih butuh kalian di sini. Putri rindu kita yang dulu. Bisa, gak, sekali aja kalian gak mikirin tentang kerjaan dan uang? Putri cape." Putri bermonolog sendiri seraya meneteskan air matanya. Ia merasakan sesak kembali, saat melihat hadiah tersebut. Seakan dirinya ini sebuah pajangan bagi mereka.

Ketika Putri lelah karena menangis, ia pun kembali berbaring di atas ranjangnya. Netranya mulai terpejam dengan deru nafas yang mulai beraturan.

***

Arga telah kembali ke rumah. Sehabis balapan, ia merasa lelah dan nyeri di sekujur tubuhnya, akibat tergores aspal saat di arena balap. Motor Arga pun juga sudah diantar oleh Vino.

Kini ia sedang berada di dalam kamar. Sehabis mandi, langsung saja tubuhnya diobati oleh dirinya sendiri. Padahal Arsen sudah menawarkan untuk membantu mengobatinya, tapi tawaran Arsen langsung ditolak begitu saja. Karena Arga tak ingin merepotkan adiknya itu. Jadi, Arsen hanya menyiapkan obat saja dan tidak ikut mengobati, dan Arsen pun kembali ke kamarnya.

Seusai mengobati dirinya sendiri, Arga pun mulai berbaring di atas ranjangnya. Ia juga sudah merapikan kotak obat bekasnya di atas nakas.

Arga mulai memejamkan matanya agar cepat tertidur. Namun sayangnya tidak bisa, ia merasa tidak mengantuk sama sekali. Sampai akhirnya, ia meraih ponsel yang berada di sampingnya. Di sana, terlihat wallpaper yang terpampang jelas di layar tersebut. Ada gadis cantik memakai earphone, yang tengah membaca buku novel. Ia mengambilnya secara diam-diam.

Arga tersenyum simpul saat menatap gambar di layar ponselnya tersebut. Entah sejak kapan, perasaan nyaman dan rasa ingin melindunginya itu muncul. Yang pasti, dirinya begitu ingin terus berada didekatnya.

Jujur saja ia bingung, sebenarnya ada apa dengan gadis itu? Apa dia memiliki masalah pada keluarganya atau masa lalu seperti, mantan? Sehingga dia menjadi seorang yang dingin dan irit senyum.

"Gue harus cari tau, apa yang sebenernya terjadi dengan dia." Monolog Arga meyakinkan dirinya.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 00:30 malam. Namun, Arga belum juga menutup netranya. Ia terlalu larut memikirkan sang gadisnya itu, yang kini mulai di sayangi.

Cold Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang