💨 20. Wawancara💨

16.1K 1.6K 74
                                    

"Buatlah berita yang sesuai fakta, bukan hoax."


☁️☁️☁️

Setalah Arfan pergi, Zaphika masih diam di ruangn bagian informasi kafe ini. Sementara sang petugas bagian informasi, bingung melihat Zaphika mematung.

“Mbak mau apa?” tanya sang petugas.

Zaphika sontak terbangun dari lamunannya. Mbak? Ya kali gue orang Jawa.

Zaphika menghampiri  sang petugas yang sejak tadi duduk di kursinya.

“Pak, boleh saya lihat rekaman cctv perkelahian mahasiswa sama dosen tadi?” tanyanya.

“Boleh saja Mbak, silahkan duduk.” Zaphika duduk di kursi yang lain untuk melihat rekaman cctv yang petugas itu tunjukkan dalam sebuah laptop di mejanya.

Dalam rekaman itu sang mahasiswi dan seorang pria yang tak lain adalah seorang dosen, memang sudah berduaan sejak awal kedatangan mereka ke kafe calista ini. Kemudian mereka mencari meja, dan duduk di sana bersebelahan. Sang dosen mengeluarkan sebuh buku, mereka tampak serius bercakap-cakap. Namun, entah apa yang terjadi di menit ke 30, mahasiswi berambut pangang, bertubuh ideal seperti model dengan pakaian serba ketatnya itu, mendorong sang dosen, kemudian memukulnya. Tidak sampai di situ, cewek itu seakan menjadi ganas, ia menendang sang Dosen. Dosen pria itu tampak tak mampu melakukan perlawanan.

“Gila nih cewek sadis bener!” Zaphika berkomentar.

Zaphika berpikir, cewek itu masuk katagori cabe-cabean dari pakaiannya saja sudah kurang bahan, make up tebalnya, membuat dia terlihat seperti tante-tante bukan mahasiswa. Zaphika menyimpulkan, gadis ini tidak tahu tata krama, dia begini akibat pergaulan bebas dan jauh dari agama. Tapi, bukti rekaman saja tidak cukup untuk menyusun sebuah berita yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dunia-akhirat, jadi Zaphika akan mencari sumber lain.

Zaphika berdiri dari duduknya. “Terima kasih Pak, saya pamit dulu.”

☁️☁️☁️

Sudah beberapa kali Daniel terbar pesona dihadapan Zaphika, namun ia belum bertindak apapun. Kini ia berunding kembali bersama El, untuk menentukan langkah selanjutnya. Seperti biasa mereka nongkrong di markas mereka.

“Gue udah beberapa kali menunjukkan perubahan gue dihadapan Zaphika, gue rasa dia emang terpeseona sama gue, tapi kenapa dia diem terus ya? Gak nyari gue ke kelas gitu, nanya kek, atau apa.” ucap Daniel, ia membenarkan posisi duduknya. “Harusnya dia nanya, eh Daniel kok kamu jadi berubah gini sih, kenapa? Daniel aku gak nyangka kamu tambah ganteng, aku suka.” Daniel mengambil jeda. “Gitu kek.”

El berdecak berkali-kali sambil berpangku tangan, merasa diri bisa menerawang apa yang akan terjadi.

“Nil, cewek tipe Zaphika itu gak mungkin melakukan hal seperti itu, itu namahnya menjatuhkan kehormatan mereka sebagai muslimah juga sebagai wanita di bumi ini,” ucap El. Daniel menatapa El yang bicara penuh keyakinan, sudah seperti Mbah dukun.

“Maksudnya?”

“Mereka gak mungkin melakukan hal seperti itu.”

“Terus gue harus gimana? Masa gue tebar pesona terus?” Daniel bingung.

“Lo beneran serius sama Zaphika?” El memandang Daniel tajam, setajam cutter, membuat Daniel tertegun.

Go!Go!!!Muslimah!!! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang