💨 25. Sang Ketua 💨

16.2K 1.6K 92
                                        

"Jangan terlalu menuhankan cinta kepada manusia, nanti Allah cemburu."

☁️☁️☁️

"Kak Arfan?" Tanya Zaphika menyakinkan, dengan wajah yang tampak sangat kaget. Aisyah hanya menjawab dengan anggukan pelan.

"Kak Arfan jurusan jurnalistik, cucu Bapak Harmand Wijaya?" Tanya Zaphika lagi masih belum yakin.

"Iya Arfan Al Faruq," jawab Aisyah. Mata Zaphika masih membulat lebar, sedangkan Renita tiada henti tersenyum.

"Kak Arfan itu emang Sholeh, pasti dia mau ikut acara kayak gini," ucap Renita masih dengan wajah yang tampak sangat senang.

"Insyaallah sebelum launching DKM digelar, kita akan mengadakan rapat pertama kita bersama Arfan."

Zaphika masih berpikir keras, kenapa bisa Arfan mau ikut DKM? Bukankah dia tidak mau dilihat Sholeh oleh orang-orang. Ini di luar kebiasannya, membuat Zaphika penasaran dengan apa yang membuat Arfan berubah?

"Ya sudah sekarang kita lanjut kajian lagi ya," ucap Aisyah, mengalihkan topik. "Jadi, apa lagi yang mau ditanyakan tadi?"

Renita berhenti tersenyum, ia mulai memasang wajah serius, karena pertanyaannya pun cukup serius, menyangkut calon pendamping hidupnya nanti.

"Gini Bu, saya denger dari Zaphika katanya di Islam itu nggak ada pacaran, kalau mau nikah katanya ta'aruf-an aja. Nah bedanya apa antara ta'aruf sama pacaran?" Tanya Renita.

Zaphika memutar bola matanya malas. Pertanyaan Renita sudah ia jawab  sampai tuntas tadi. Tampaknya Renita kurang percaya jika Zaphika yang menyampaikan.

"Tentu beda. Ta'aruf itu dilakukan oleh wanita dan laki-laki, apabila mereka sudah siap menikah atau sudah serius menuju pernikahan. Dalam proses ta'aruf ini pun melibatkan keluarga, tidak berdua-duaan. Ta'aruf juga tidak dilama-lama, tapi ada batas waktu yang telah disepakati. Namun, lebih cepat lebih baik. Nah selama proses ta'aruf ini kedua belah pihak belum boleh pegang-pegangan, berdua-duaan, dan hal lainnya seperti layaknya orang yang berpacaran, karena mereka belum halal," jelas Aisyah.

"Emmmm..." Renita berdehem, seolah kecewa dengan jawabannya. Entahlah ia mencari jawaban yang sesuai dengan hawa nafsunya, yang sesuai dengan keinginannya. Tentu saja, tidak akan ada jawaban yang memuaskan hawa nafsunya, justru kebanyakan akan bertentangan dengan hawa nafsu. Di situlah ujiannya.

"Terus kalau misalkan kita belum siap nikah, tapi kita suka sama cowok, boleh nggak kalau kita mengikat janji sama cowok itu buat nanti ta'aruf-an?" Renita kembali bertanya.

"Ikatan apa itu? Tidak ada ikatan yang halal selain ikatan pernikahan. Sekarang kita menjaga jarak sama dia, tapi kalau hati kitanya tidak dijaga, itu bagaimana? Ingat ada yang namanya zina hati. Jadi kalau belum siap dan belum jelas mending tinggalkan saja, tidak usah ada ikatan, karena belum tentu dia jodoh kita."

"Jelas kok, misal kita saling berjanji akan nikah nanti. Nah itu adalah sebuah komitmen dari kita berdua, kalau nanti kita akan menikah, itu gimana?"

Aisyah sangat penyabar, ia membalas pertanyaan Renita dengan senyuman, sementara Zaphika hanya mangap mendengar Renita yang terus mencari pembenaran dari pertanyaannya.

"Kenapa harus dinanti-nanti, kalau serius langsung aja ke rumah bawa keluarga segera menikah. Kenapa harus saling menunggu dulu?" Tanya Aisyah masih dengan senyum yang tak luntur.

"Ya misal karena kita masih kuliah."

"Jodoh itu tidak akan kemana, tidak usah diikat seperti hewan peliharaan yang takut kabur. Kalau jodoh, Allah pasti pertemukan dengan caranya, kita fokus saja memperbaiki diri. Jangan terlalu menuhankan cinta."

Go!Go!!!Muslimah!!! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang