💨 35. Ditolak!!!💨

11.3K 1.1K 85
                                    

35. Ditolak!!!

"Aku hanya mengajak pada kebenaran. Dengarkan apa yang disampaikan, bukan melihat siapa yang menyampaikan."

☁️☁️☁️

Zaphika masih bergeming, memikirkan makna senyumnya yang terpancar saat membaca pesan dari Arfan. Mungkinkah ia tersenyum karena Arfan?

Ah tidak mungkin! Zaphika menyanggah berkali-kali dalam hatinya. Ia yakin, ia senyum-senyum karena Oliv yang menerima ajakkannya bukan karena Arfan. Ini hanya perasaan senang karena ada kabar gembiara, bukan karena Arfan. Iya..iya Zaphika terus meyakinkan dirinya sendiri.

Tapi apa boleh dia banyak berkomunikasi seperti ini dengan Arfan? Bagaiman pun juga Arfan kan cowok, bukan Qonita yang ia bisa menceritakan apapun tanpa batas. Tapi ini kan bukan membicarakan permasalahan pribadi, ini membicarakan masalah dakwah di kampus.

Benarkan dakwah? Bukan mencari pembenaran?

Zaphika pusing memikirkannya, lebih baik dia beristighfar dan tidur saja.

Keesokan harinya Zaphika menemui Oliv di perpustakaan, ia datang sendiri tanpa Renita. Karena khawatir Renita malah membuat kegaduhan. Setelah memilih beberapa buku, mereka duduk saling berhadapan di sebuah kursi yang di depan mereka ada meja berbentuk persegi empat, berukuran sedang. Mereka menyimpan buku yang sudah mereka cari tadi di atas meja itu.

“Jadi selama ini kamu sibuk apa?” tanya Oliv.

“Emmm… aku sekarang jadi anggota DKM,” jawab Zaphika. Sontak, Oliv mengernyit.

“DKM?” tanya Oliv meyakinkan. Zaphika hanya mengangguk. “Yang sama Kak Arfan itu ya?”

“Iya, kamu mau ikut nggak?” Tanpa basa-basi Zaphika langsung pada inti pertemuan, yaitu mengajak Oliv masuk DKM.

Oliv mematung, entah apa yang ada di pikirannya tentang DKM. Beberapa detik kemudian barulah ia menjawab. “Aku kan nggak pake jilbab.”

“Iya nggak apa-apa itu proses.”

“Proses apa?”

“Proses berubah, kan nggak semua orang bisa berubah drastis.”

“Emang harus dijilbab ya?”

Zaphika mengerjap, Oliv memang pendaim, tak suka membuat onar seperti yang lain, tapi kenapa hal seperti ini saja Oliv tidak tahu.

“Iya dong, Liv.”

“Aku pernah baca buku, jilbab itu nggak wajib, yang penting kita hatinya bersih. Percuma kan pake jilbab tapi hatinya kotor, jadi mending cukup jilbabin dulu hati.”

Narasi Oliv membuat Zaphika melongo, baru kali ini Zaphika mendengar teori seperti itu.

Buku apa yang sudah Oliv baca, sehingga dia memiliki pemikiran seperti itu?

Yang penting hatinya dijilbab?

Ya kali, pakai helm, yang penting hatinya dihelm. Logika yang aneh.

“Di Al-Qur’an jilbab itu hukumannya wajib bagi semua muslimah.” Zaphika menegaskan.

“Enggak, Phi. Itu tuh hanya budaya orang arab, kita nggak ada kewajiban.”

Zaphika semakin pusing mendengar pernyataan Oliv. Budaya arab? Kenapa Oliv jadi seperti ayahnya.

“Enggak Liv, jilbab bukan budaya orang arab. Itu tuh ada di Al-Qur’an dan Al-Qur’an bukan diciptakan oleh orang arab. Tapi itu firman Allah yang turun pertama kali kepada nabi Muhammad dan kebetulan nabi Muhammad tinggal di arab, jadi Al-Qur’an berbahasa arab. Soalnya kalau Allah menurunkan Al-Qur’an dengan Bahasa Indonesia ya, nabi Muhammad nggak akan ngerti.”

Go!Go!!!Muslimah!!! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang