-Revisi-
Mungkin ini langkah terakhir yang bisa dilakukan Taris, membuatnya putus asa karena tak tahu harus membujuk saudarinya dengan cara apa lagi.
Gadis itu masih menunggu jawaban Nisa namun, yang ditunggu sedang membeku ditempatnya sembari memegang gelas di tangannya.
Taris mendesah lelah, "Terserah kamu, Nis. Aku tahu kok kamu milih siapa," tuturnya lemah.
Gadis itu tetap bungkam mendengarnya.
"Selamat tinggal, tolong jaga Ibu." Taris berbalik badan dengan gontai.
Nisa tersentak dan langsung berbalik mengejar saudarinya, "Taris?!" tangannya memeluk Taris dari belakang membuat gadis itu menghentikan langkahnya.
"Sorry, aku minta maaf. Nggak akan ku ulangi." Nisa menahan air matanya agar tak sampai jatuh.
"Kita masih saudara kan?" suara Taris terdengar parau karena air mata yang tertahan. Ia segera mendapat anggukkan dari Nisa. "Thanks."
Harusnya aku yang berterima kasih karena kamu dan Ibu tetap menerimaku meski aku bukan siapa-siapa, batin Nisa pedih.
Di sisi lain di rumah Deva, Kiera hanya berdiam diri di kamar setelah kepulangan Lukman bersama Yuri dan Tika. Deva berusaha mengajaknya bicara meski tahu pintu itu tak akan terbuka untuknya. Tak tahu sudah berapa kali dia kembali membaca tulisan tangan Kiera. Ia menatap tulisan rapi di ketas warna abu-abu itu tanpa bersuara.
Jangan melihatku dengan iba, dari tadi kamu kayak gitu. Aku nggak suka KARENA ITU SAMA AJA KAMU MENGASIHANIKU dan aku benci dikasihani. Jadi jangan ajak aku bicara ataupun menyapaku.
Untuk ke sekian kalinya Deva mengacak rambutnya karena tak tahu harus berbuat apa. Yang ia fokuskan adalah tulisan dengan huruf besar di sana, membuatnya berasumsi Kiera memang sedang marah.
"Mengasihani kayak gimana maksudnya? Aku minta maaf, kamu ngomong sesuatu dong, Ra."
Kiera hanya menoleh ke arah pintu dari atas kasur, menatap pintu dengan raut kesal. Bagaimana Kiera tak kesal padahal ia tak bisa bicara tetapi Deva memintanya bicara? Dasar kurang peka!
Deva memutar otak masih berusaha mengajak Kiera bicara, "Oh ya, dulu kata Bu Asta kamu puasa bicara, kalau ke aku jangan ya? Kan kita tinggal serumah, kita temenan kan?"
Kiera jadi teringat waktu pertama kali mendapat kamar di kost itu, saat itu Kiera mendapat banyak pertanyaan dari beliau dan ia hanya bisa menjawab beberapa saja, lalu karena tak bisa memaksakan pita suaranya akhirnya Kiera mengatakan jika dirinya lupa jika sedang puasa bicara. Ia tahu dirinya dihadiahi tatapan aneh dari Bu Asta namun, jika tak seperti itu maka setiap bertemu dengan beliau Kiera yakin Bu Asta akan terus mengajaknya bicara layaknya beliau berinteraksi dengan penghuni kos lainnya. Mengingat itu membuat Kiera hampir tersenyum, ia beruntung tak ketahuan Bu Asta, atau dipaksa untuk membuka maskernya.
Tunggu! batinnya kaget, ia tersadar sesuatu.
Kiera segera menoleh ke arah pintu menatapnya bingung.
Apa Bu As yang cerita atau dia yang nge-stalk aku? Dasar stalker.
Tiga hari kemudian.
"Ra, kamu nggak bosen diemin aku beberapa hari ini?" tampang Deva ditekuk sedemikian rupa agar terlihat lesu.
Kiera tetap acuh, ia lebih suka mengabaikan keberadaan Deva atau lebih tepatnya terbiasa menganggap lelaki itu transparan. Gadis itu masih asyik dengan kegiatannya sendiri, ia memasak sarapan seperti biasanya dan mendengarkan beberapa lagu favoritnya dari ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unvoice [COMPLETED]
Teen FictionTerkadang orang yang hatinya sering disakiti akan sulit memberikan kepercayaannya untuk orang lain. - Keira Zee Jika dulu sebelum dilahirkan bisa memilih antara menjadi bisu atau bisa bicara, lebih baik memilih menjadi bisu karena tak harus bicara...