Penggemar

3K 169 1
                                        

"Hei, kamu siapa?" terdengar suara kaget di balik punggung Kiera membuat keduanya menegang seketika.

Deva menatap seseorang itu, dia tak dapat menyembunyikan raut terkejutnya, "D-Dia... dia," Deva melirik Kiera bingung.

Seseorang itu mendekat, "Iya, dia siapa?" nada suaranya penuh tanya.

"Taris, berhenti di situ!" Deva memekik.

Taris otomatis berhenti di tempatnya, "Kenapa? Kamu nyembunyiin sesuatu dari aku? Dia siapa?"

Deva menghela napas panjang, seperti biasa dia paling tak suka dengan kedatangan Taris di rumahnya, "Duduk di sana dulu, aku bakal berdi-"

Ucapan Deva terhenti karena tangannya dicekal Kiera, dia mencegah Deva untuk berdiri.

Mungkin ini terasa aneh untuk Kiera, tapi dia sangat ingin mengakui atas dirinya yang sebenarnya, lalu setelah itu dia akan pergi dari tempat ini. Baginya, lebih baik tetap bersembunyi seperti sebelumnya agar tetap merasa aman.

Dia mulai berdiri, sedikit kesulitan memang namun, dia tetap berusaha berdiri, ketika hendak berbalik Deva mencekal tangannya membuatnya menatap mata lelaki itu.

"Masker kamu nggak dipakai dulu?" Deva berbisik.

Kiera menggeleng pelan sambil tersenyum yakin, dia melepas tangan Deva lalu berbalik.

Kini keduanya beradu tatap. Taris mengerjap beberapa kali, perlahan matanya melebar, mulutnya menganga kaget, tangannya memegangi kepala lalu berpindah menutupi mulutnya, ia tak tahu harus berkata apa, "Ka-Kamu...," Taris mengatur napasnya yang memburu.

Sementara Kiera masih mempertahankan senyumnya, itu pemandangan yang sangat dirindukannya setelah terakhir kali melihat seorang penggemar yang baru pertama kali bertatap muka dengannya, terlihat menggemaskan, dan sangat membahagiakan. Wajah Taris yang bahagia itu membuat senyum di bibir Kiera semakin merekah, semu merah di pipinya mulai terlihat.

"Kiera Zee!!" gadis dengan postur tubuh kurus itu berlari lalu menghambur pada Kiera, idola yang teramat di kaguminya. Ia memeluknya terlalu erat sampai Kiera kesulitan bernapas.

"Hei, cukup-cukup! Dia nggak bisa napas, Ris," Deva yang baru saja berdiri berusaha melerai keduanya.

"Ups, maaf, sorry," Taris masih terlihat antusias sambil tetap menahan diri agar tak melompat-lompat dari tempatnya berdiri, ia begitu tak menyangka akan bertemu dengan Kiera di sini.

***

Kiera semakin bingung akan keadaannya, dia ingin pergi namun, sepertinya kedua orang di depannya itu tak merelakan kepergiannya, atau bisa dibilang keduanya melarangnya pergi, mereka tak ingin Kiera sendirian lagi diluar sana. Bersamaan dengan itu Kiera merasa beruntung bertemu dengan Deva dan Taris, tapi dia tak mengabaikan kenyataan bahwa dirinya masih tak sepenuhnya memberikan kepercayaan pada mereka, keraguan dalam dirinya masih tertinggal di sana.

Sedangkan Taris sedari tadi masih mondar-mandir di depan sofa sambil memenggangi dagu, terlihat sekali dia sedang berpikir keras, "Pantesan aja di jalanan tadi banyak yang ngomongin lihat Kiera sama orang nggak dikenal."

"Orang nggak dikenal itu aku? Serius?" Deva tak habis pikir.

"Emang kamu terkenal di sini? Yang kenal kamu di sini itu cuma Ibu, Lukman, sama aku doang, Nisa mungkin udah lupa sama kamu, terakhir ketemu kan pas jaman SMP."

Deva memasang wajah lesu sambil melipat tangan ke depan dada, "Emang mereka pikir aku transparan?"

"Ngaca dong, emang kamu pernah keluar rumah selain bayar listrik sama cari makan? Dasar!" Taris mencibir, jujur saja terkadang dia gregetan sendiri ketika mengatakan pada Deva akan kenyataan tentang lelaki anti sosial seperti dirinya.

Unvoice [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang