-Revisi-
Hari sudah pagi. Matahari bersinar hangat diiringi hembusan angin semilir. Udara terasa menyegarkan meski mampu membuat tubuh menggigil. Entah kenapa akhir-akhir ini suhu udara semakin ekstrim, begitu saja sudah membuat orang-orang yang merasakannya kerap kali mengeluh.
Meski begitu, udara dingin sepertinya tak berdampak pada Kiera. Ia bahkan masih berlarian kesana kemari dengan napas memburu. Ternyata terlalu berat untuknya jika harus mengabsen aktifitas sehatnya di loteng rumah.
Berbanding terbalik dengan Deva yang masih gemar membungkus diri dengan selimut tebalnya di atas sofa. Tak perlu menyebut kata pemalas untuk lebih menegaskannya.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, Kiera sudah selesai dan hendak turun ke bawah. Ia melewati tangga dengan hati-hati sambil berpegangan pada dinding, sampai di bawah ia menuju dapur.
Begitu di dapur, Kiera meminum air, kemudian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya ia bergegas memasak sarapan. Lalu seperti biasa dia akan membangunkan lelaki yang tak pernah mengenal jingganya matahari, siapa lagi kalau bukan Deva?
"Udah mandi?" suara Deva mengagetkan Kiera yang baru saja meletakkan semangkuk sayur bayam di meja.
Gadis itu sampai sedikit mundur ke belakang karena saking kagetnya. Sedetik kemudian ia mendesah pelan sambil menatap Deva.
"Rambut kamu masih basah, kenapa nggak di keringin kayak biasanya?"
Sepertinya ia hafal betul kebiasaan Kiera jika sudah mencuci rambut. Padahal Kiera tak mengira jika Deva sejeli itu.
Kiera hanya menggeleng kecil untuk menanggapi. Senyumnya terlihat indah meski hanya lekungan tipis. Setelah itu, Kiera menarik kursi di meja makan, ia duduk di sana selepas memberi isyarat kecil untuk Deva agar ikut duduk bersamanya.
Berdua, Kiera dan Deva sarapan bersama. Meski dengan makanan sehat yang terlihat sederhana, tapi rasanya sangat nikmat dan menggugah selera. Rasanya Deva perlu berterima kasih pada gadis itu mengingat dirinya bisa memakan makanan sehat ala Kiera, bukan makanan ala kadarnya ala Deva yang serba instan. Meski terkadang Deva merindukan mie instan yang biasanya dimasak Deva sendiri. Bahkan dia sudah lupa kapan terakhir memasak mie.
Setelah berberapa menit kemudian, akhirnya keduanya selesai sarapan. Kiera mengemasi piring kotor dan berjalan ke tempat mencuci piring. Ia mencucinya di sana.
Seperti biasa, Deva akan menunggu gadis itu selesai dengan aktifitas rutinnya.
Selesai mencuci piring, Kiera mendekati Deva dan duduk di dekat lelaki itu. Ia segera merobek note kecilnya setelah Deva sedikit mengangkat kedua alisnya dengan mimik bertanya. Di lembaran kertas itu, tadi Kiera sudah menulis sesuatu untuk Deva.
Deva meraihnya dan membacanya sekilas.
Anterin aku ke Dokter Resa. Mau kan?
"Sekarang?" Deva memastikan. Ia langsung disambut anggukkan kecil dari gadis itu.
Tak perlu basa-basi lagi, Deva segera mengiyakan permintaan Kiera dan bersiap untuk mandi.
***
"Kenapa aku nggak boleh ikut masuk? aku nggak bakal ganggu kok. Janji." Deva memohon untuk kesekian kali sambil mentap Kiera sungguh-sungguh. Tapi sayang sekali itu tak berdampak apapun pada Kiera, ia tetap menggeleng kuat sambil menautkan alis.
Entah kenapa untuk kali ini, Kiera ingin konsultasi sendiri. Bukannya apa-apa, mungkin karena ada hal lain yang mungkin ingin dijadikannya sebagai hadiah kecil Kiera untuk lelaki itu. Semoga yang diharapkan Kiera benar-benar terjadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unvoice [COMPLETED]
JugendliteraturTerkadang orang yang hatinya sering disakiti akan sulit memberikan kepercayaannya untuk orang lain. - Keira Zee Jika dulu sebelum dilahirkan bisa memilih antara menjadi bisu atau bisa bicara, lebih baik memilih menjadi bisu karena tak harus bicara...