11. Kehujanan

15.2K 858 51
                                    

Hai... ii udah muncul hehe... niatnya sih mau update besok tapi takut besok sibuk dan gak keburu. Lagian ternyata part ini selesai hari ini dan karena partnya masih aja panjang jadi ii bagi dua lagi. Gila yaaa ini yang awalnya mau disatu partnya sama yang bimbingan di rumah Pak Bagas ternyata harus dipecah-pecah jadi beberapa part lagi. Kalau digabung semuanya sekitar 13.000 kata lebih hehee...

Oh yaaa judulnya direvisi sama Pak Bagas, katanya judulnya kurang cocok uhuuuuy uhuuuy.

Oke langsung aja yaaa... dua-duaan di dalam mobil sama dosen ganteng. Duuuh kira-kira bakalan terjadi hal apaan nih? Gak usah mikir macem-macem ya soalnya cuma satu macem doang kok. Boleh langsung dicek kalau gak percaya.

Jangan Lupa Vote dan kesan-kesannya.

***

"Anna...."

Sekali lagi, gue mendengar suara seperti Pak Bagas. Dan gue harap itu memang dia. Tapi gue tidak mau mengambil risiko untuk berhenti dan menunggu apa yang akan terjadi jika orang yang ada di dalam mobil itu keluar. Kemungkinan penjahat masih bisa saja terjadi. Sial! Kenapa gue tidak mengingat plat nomor mobil Pak Bagas sih?

"Annaa..."

Jelas... sangat sangat jelas terdengar suara seseorang memanggil gue di antara derasnya suara hujan yang mengguyur. Gue berhenti melangkah dan memberanikan diri menoleh ke belakang. Gue mempertaruhkan semuanya untuk ini karena gue yakin itu suara Pak Bagas. Semoga keyakinan gue tidak mengkhianati.

Satu detik berlalu dan begitu wajah gue berpaling ke belakang gue lihat kepala Pak Bagas yang mengenakan topi menyimbul dari jendela mobilnya. Detik berikutnya kelegaan mulai menyelimuti gue. Ternyata memang benar dosen pembimbing gue.

"Ba-bapak?" tanya gue dengan tubuh yang menggigil.

Kepala Pak Bagas masuk kembali ke dalam mobil dan gue hanya menyaksikan hal itu tanpa bersuara, terlalu kedinginan untuk sekedar bertanya kenapa dia ada di sini. Beberapa saat kemudian pintu mobil Pak Bagas terbuka dan sebuah payung disusul sosok jangkung dan tegapnya keluar dari sana. Pak Bagas berlari kecil menghampiri gue, masih dengan stelan rumahannya yang masih melekat di tubuh indahnya.

Entah apa yang merasuki gue saat itu, tapi saat Pak Bagas berlari kecil dengan terburu-buru menghampiri gue hati gue tiba-tiba menghangat dan jantung gue kembali berdebar-debar dengan tidak tahu diri. Segala apa yang ada dalam diri Pak Bagas seolah menyihir gue dan membuat gue lupa bahwa gue tadi sangat terluka melihat kedekatan Vikro dan Yasinta sekaligus menghapus rasa takut yang sempat menerang gue beberapa saat yang lalu.

Pak Bagas... dia terlihat seperti pangeran berkuda putih yang ada di dongeng-dongeng para putri. Semua gerak tubuhnya tidak luput dari pengawasan gue, termasuk bagaimana saat air hujan yang mengalir di jalan membasahi kakinya yang hanya berbalut sandal rumahan. Pak Bagas melangkah ke depan, mengitari Yonyx. Setelah itu sebuah payung menjadi penghalang hujan yang usil ingin membuat gue basah kuyup, menaungi tubuh basa gue. Dan bersamaan dengan itu Pak Bagas kini sudah berdiri di hadapan gue dengan jarak yang teramat dekat.

"Kamu kenapa ngedorong motor kamu?" Itu pertanyaan yang pertama kali Pak Bagas lontarkan ke gue.

Mata sayunya menyorotkan kekhawatiran jika gue tidak salah menafsirkan. Gue tertegun untuk beberapa saat sementara barisan gigi atas dan gigi bawah gue tidak berhenti saling bersinggungan. Mengisyaratkan sekali kalau gue kedinginan.

"Motornya mogok?" tanyanya kemudian karena gue hanya diam.

Gue pun mengangguk untuk menjawab pertanyaannya. Mulut gue rasanya membeku tapi tidak bisa diam. Tapi gue begitu lega Pak Bagas ada di sini, di depan gue dengan payung yang melindungi kamu berdua.

Pak Doktor, ACC Dong! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang