14. Ketemuan Di Kafe Ce

17.4K 916 206
                                    

Hai... haiii selamat malam semuanya. ii balik lagi nih setelah melewati revisian yang hmmmmm pokoknya bikin temen-temen sekelas ii gedek sama Pak BGS. Wakwakwakwak dududu dudu duduuu...

Oke deh, cukup curhatnya. Langsung aja dibaca dan jangan lupa ya vote dan komennya. Ok?

***HappyReadingGengs***

Tidak ada hal yang lebih mengesalkan lagi selain sedang pusing mengerjakan revisian skripsi, suasana di rumah amat sangat rame seperti keriuhan menyambut tahun baru. Gue menggeram kesal dan hampir aja berteriak di depan seluruh keluarga gue saking kesalnya. Bagaimana gue tidak kesal kalau adik cowok gue memutar musik dengan sangat keras. Suara tawa menggelegar adik perempuan gue yang tengah bergosip dengan ponakan gue di ruang tamu dan kebisingannya sampai masuk ke kamar gue, menambah kadar stress gue malam ini. Selain itu suara tv yang menyala entah ditonton atau tidak di ruang keluarga semua itu bercampur menjadi satu menciptakan kebisingan yang berhasil menggerus kesabaran gue.

Gue menjamabak rambut gue kuat-kuat sambil memejamkan mata, berusaha meredam kekesalan gue. Tapi ternyata semua itu belum cukup untuk menenangkan rubah jahat yang ada di dalam diri gue. Dengan gerakkan cepat gue keluar dari kamar dan membuka pintu lalu mendobrak pintu kamar yang ada di sebelah gue.

"Berisik tahu gak.... bisa dikecilin dikit gak sih? Gue lagi pusing revisian. Gue gak bisa konsen nih!" tegur gue pada adik cowok gue, setengah berteriak.

Fian, adik laki-laki gue terlonjak kaget dan mengusap-usap dadanya begitu melihat gue menjulang di ambang pintu dengan rambut yang acak-acakan.

"Ya elah bikin kaget aja. Gue kira Mak lampir." kata Fian dengan kesal.

"Mak Lampir nenek lo ompong!" balas gue sambil berkacak pinggak, " Berisik tahu gak... kecilin dikit doang... gue lagi ngerjain revisian nih." omel gue, membuat adik cowok gue yang berumur tujuh belas tahun itu mendumel.

"Iyaaa.... iyaaaa... bawel, huh." Fian melempar komik di tangannya, lalu beranjak dari posisi duduknya dan mengecilkan volume musik yang sejak tadi membuat gue naik pitam.

"Yey keset toilet!" sentak guekarena tidak terima dikatain bawel.

Mood gue yang sudah ancur diimbangi dengan emosi yang meluap-lupa sukses membuat siluman rubah dalam diri gue mengusai gue saat ini. Fian pun menjadi sasaran empuk kekesalan gue.

"Apa burket gorila!" balas Fian tidak mau kalah.

"Yeuh..." gue melotot, tapi Fian malah ikut-ikutan melotot.

"Heh... ada apaan nih kok ribut-ribut gini sih, bikin kepala Enek pusing aja."

Tiba-tiba Nenek gue muncul entah dari mana, mencoba merelai perdebatan kekanakan gue dengan Fian. Bisa gue lihat wanita yang rambutnya beruban semua itu kini tengah berdiri di samping gue, menatap gue dan Fian secara bergantian.

"Itu Nek, si Fian..." gue nunjuk Fian dengan dagu, "masa nyalain musik kenceng banget, Anna kan lagi ngerjain revisian. Jadi gak konsen deh." adu gue.

"Enggak kok, gak kenceng." Fian membela diri, adik gue yang tingginya melebihi gue itu membaringkan tubuhnya di kasur lalu membelakangi gue dan Nenek.

"Fian... jangan kenceng-kenceng dengerin musiknya, kepala nenek juga jadi sakit." kata Nenek gue mulai memperlihatkan taringnya, "Kakak kamu juga kan lagi...." Nenenk gue menggantung kata-katanya dan beralih menatap gue, "ngerjain apa tadi?"

"Revisian, Nek." jawab gue.

"Nah iya, ngerjain terasian." lanjut nenek gue, membuat gue mendengkus antara kesal dan geli.

"Revisian, Nek... revisian..." koreksi gue.

"Iya itu maksud Nenek." Nenek gue jago berkilah rupanya.

Pak Doktor, ACC Dong! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang