BC : 2

16K 695 210
                                    

Alohaloooo... ii kambek bawa Pak Bagas sama Anna yang lagi honeymoon 😆😆😆. Maaf baru up sekarang terus malem banget lagi, tadinya mau dari tadi tapi ada sesuatu dulu.

Ps : Buat yang nanti baca pas puasa, bacanya pas nanyi buka aja ya. Gak ada adegan yang aneh-aneh sih, cuma ya gitu deh. Eh satu lagi, ramein notif ii yaaa. Makasih yaaa😙😙😙🍎🍎🍎❤❤❤

♡♡♡HappyReadingGengs♡♡♡

Menjatuhkan diri di kasur hotel yang empuk adalah kegiatan yang gue lakukan setelah tiba di kamar hotel yang di sewa oleh Pak Bagas selama kami di Gili Trawangan- Lombok, NTB ini. Setelah menempuh perjalanan berjam-jam menggunakan pesawat dan Cidomo -sebuah kereta kuda tradisional yang merupakan satu-satunya alat transportasi di sini selain sepeda-, akhirnya pukul sepuluh lewat empat puluh tiga menit gue dan Pak Bagas pun sampai di hotel bintang empat yang terletak tidak jauh dari pantai.

Rasa lelah dan pegal begitu menggelayuti gue hingga rasanya gue ingin langsung tidur. Tapi suara koper yang ditarik Pak Bagas begitu palayan mengantarkan sampai di depan pintu, membuat gue mengurungkan niat untuk tidur. Mendadak perasaan gue bergemuruh dan bertalu-talu tidak jelas. Bayangkan saja, gue baru saja sampai di hotel untuk honeymoon. Sekali lagi honeymoon. Aduuuh gimana gue gak pusing dan deg-degan coba.

Gue melirik Pak Bagas yang saat ini tengah membuka tirai hingga menampakkan pemandangan laut yang begitu indah dan eksotis. Koper yang tadi dia seret sekarang berdiri manis di dekat jendela.

Sebenarnya sejak tadi gue begitu terpesona oleh pemandangan alam yang di suguhkan di Gili T ini dan juga hotel yang gue dan Pak Bagas tempati. Gue tidak sabar ingin berkeliling untuk melihat-lihat. Tapi perasaan campur aduk dalam hati gue mengenai bulan madu dengan Pak Bagas jauh lebih mengusik gue. Sampai saat ini pun gue masih bingung harus bersikap dan berbuat apa, jadi deh gue putuskan untuk pura-pura tidur.

"Kamu mau makan lagi gak? Tadi kan kita cuma makan gitu doang di pesawat." suara Pak Bagas yang berat menyapa gendang telinga gue. Membuat gue merinding.

Ini memang bukan pertama kalinya gue ada dalam satu ruangan dengan Pak Bagas. Tapi kali ini rasanya jelas beda. Kalau di rumah masih ada orang lain yang berkeliaran di sekitar. Tapi sekarang ini, cuma ada gue dan Pak Bagas. Maksud gue dalam artian orang yang dikenal. Jadi jelas ini lebih intim. Haduh... haduh... bahasa gue mulai melantur, pasti gara-gara gak pake bismillah dulu.

Membayangkan malam ini akan tidur satu ranjang dengan Pak Bagas di kamar hotel membuat pikiran gue berkelana kemana-mana. Gue jadi malu sendiri karena pikiran gue yang aneh ini. Ya gimana gue tidak berpikir yang aneh-aneh kalau nanti gue dan Pak Bagas pasti akan melewati... melewati... jalan setapak menuju pantai. Hahaaa... tapi bukan itu sih. Ya intinya itu aja, gue malu ngomongnya.

Gara-gara hal itu, pikiran gue tambah merembet kemana-mana. Pak Bagas nanti kasar gak ya? Aduh Anna... berhenti berpikir yang enggak-enggak.

"Anna..."

Seseorang yang gue yakini sebagai Pak Bagas menepuk batis gue, membuat gue yang sedang berpikir yang iya-iya ini kaget bukan main. Refleks saja gue berteriak dan menendang secara membabi buta.

Dug...

Bruk...

"Aarrggghh..."

Ups...

Mata gue langsung melotot. Gue yakin tadi kaki gue menendang sesuatu yang bidang. Apaan ya?

Jangan... jangan...?

Dengan gerakan kepala ala robot, gue pun menoleh ke belakang dan mendapati Pak Bagas yang tengah duduk dengan posisi yang enggak banget, mirip ibu-ibu yang lagi lahiran sambil duduk. Tuh kan bener kayanya gue nendang Pak Bagas deh. Aduh ya ampun belum apa-apa udah nendang aja.

Pak Doktor, ACC Dong! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang