Harinya di lalui seperti biasanya. Untuk pagi hari dia menerima konsultasi, siang hari mengecek berkas pasiennya, lalu sore hari melakukan kunjung ke beberapa pasiennya yang di rawat di rumah sakit itu.
Seperti biasanya.
Mungkin yang sedikit berubah adalah dirinya selalu berada di samping anak kecil yang menjadi pasiennya waktu itu ketika malam hari hingga jam malam di berlakukan.
Anak itu tak banyak berbicara dengannya. Mereka saling diam dengan anak itu yang membaca buku ataupun memandang keluar jendela besar yang ada di kamar itu.
"Paman tidak lelah?"
Ah ya, panggilannya juga berubah.
"Tidak, apakah kamu lelah?"
Anak itu meliriknya dan menjawab, "Setiap saat."
"Bahkan untuk melakukan pekerjaan yang sederhana rasanyapun malas dan menyerah begitu saja."
"Membaca buku saja lelah, padahal hanya membaca. Tidurpun lelah padahal hanya tidur. Berjalan-jalanpun lelah padahal hanya jalan."
"Semuanya melelahkan."
"Rasanya, apapun yang aku lakukan melelahkan."
"Aku jadi tidak ingin melakukan apapun."
"Bernapaspun rasanya melelahkan."
Bernapaspun rasanya melelahkan.
"Aku ingin mati saja."
Aku ingin mati saja.
Namun matipun merepotkan.
Chanyeol teringat kembali.
Dengan tulisannya waktu itu yang di respon dengan sarkastik oleh perempuan itu.
Bagaimana dengan berpacaran denganku? Itu tidak merepotkan.
Meskipun agak berbeda konteksnya, namun bukan berarti itu sama sekali tidak sama.
"Bagaimana dengan kita mencari orang yang bisa kamu jadikan alasan untuk tidak mati?"
"Seperti alasanmu yang bernapas saja sulit namun kamu tetap bernapas karena paru-parumu masih bekerja dengan baik."
"Kamu akan berusaha untuk tetap hidup meskipun kamu ingin sekali mati."
Anak itu terdiam.
"Memangnya hal itu bisa dijadikan alasan?"
"Mungkin bisa, mungkin juga tidak."
"Aku tidak memiliki orang yang dapat digunakan seperti itu." Anak itu mengangkat pandangannya yang menunduk dan menatapnya tepat kedua matanya.
"Kamu dapat mencarinya. Itu tidak perlu keluargamu ataupun orang yang kamu kenal, kamu bisa memilih orang asing." Chanyeol tersenyum tipis. "Bukankah dengan orang asing kita akan berjaga sikap?"
"Tapi jangan pilih orang asing yang akan menyakitimu. Pilihlah yang selalu terlintas di benakmu dan mengiatkanmu akan sesuatu yang kamu benci, jadikanlah dia sebuah balasan yang selama ini kamu pendam."
"Jadikanlah dia sebuah alasan."
"Jadikanlah dia menjadi sesuatu yang selalu membuatmu menarik akan hal-hal baru yang dia tunjukkan padamu."
Anak itu tersenyum tipis.
"Apakah itu sebuah masukan dari seorang dokter atau dari orang asing yang tak sengaja memiliki kisah yang sama?"
Chanyeol tertawa mendengar sindiran itu.
Anak ini selalu saja dapat membaca dirinya meskipun dirinya hanya diam.
Sama seperti perempuan itu.
Yang berbeda anak ini selalu mengucapkannya langsung.
"Yang terakhir." Jawabnya, "Namun akulah yang jadi alasannya untuk hidup hingga waktu itu."
"Waktu itu? Jadi dia sudah mati sekarang?"
Chanyeol menggelengkan kepalanya dan menjawabnya dengan bisikan, "Akupun tidak tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You
FanfictionBisa di bilang. Dirinya sangat bodoh. Mengejar orang yang jelas-jelas sudah membohonginya selama dua belas tahun lebih. Namun dia tidak peduli itu. Karena dia selalu mengejar. Mengejar perempuan itu yang selalu menghindarinya- - Sejak awal mereka me...