RIZKI
Saat kulihat pemuda yg datang bersama Regha itu, aku diliputi perasaan tidak suka yg hampir saja tak bisa kutahan. Jelas aku merasa konyol Hanya karena dia datang bersama Regha, bukan berarti mereka memiliki hubungan khusus kan? Aku tahu itu, tapi tetap saja aku tak bisa menahan keresahanku. Dia hampir memilki semua hal yg lebih dariku. Saat mereka mendekat, bisa kulihat dia berdarah campuran.
Wajahnya menarik dan pasti akan membuatku naksir padanya, kalau saja dia tidak bersama Regha sekarang. Kulitnya yg terang membuat garis cambang, kumis dan janggutnya yg tercukur membuat bayang kebiruan yg jelas terlihat dan menimbulkan kesan macho dan gagah. Bibir tipisnya yg merah basah terlihat kontras dengan bekas cukuran diatas bibir dan bawah dagunya. Bertubuh tinggi tegap dan jelas terawat. Mobilnya jg menunjukkan kalau dia berasal dari strata sosial atas. Singkatnya aku merasa terancam.Dan yg paling membuatku resah, aku bisa merasakan sorot tidak suka saat dia melihatku.
Aku sudah coba bersikap datar, menyembunyikan perasaanku yg sebenarnya. Meski kurasa dia bukan gay, tapi. . . ,Tak mungkin!! Dua kata itu yg berulang kali kuulang dibatinku. Aku yakin aku tak menangkap kesan bahwa mereka berdua gay. Sikapnya dan Regha jelas cuma sekedar teman. Mungkin sorot tak suka dimatanya hanya pikiranku saja. Aku tak akan membiarkan dia merusak kencan pertamaku dengan Regha.Fokus Rizky! Fokus!! Kau harus membangun kedekatan dengan Regha terlebih dulu.
Hal pertama yg kau harus lakukan adalah, ajak dia keluar dari kost ini. Itu bisa jadi langkah awal, karena dg itu kalian bisa ngobrol santai.
"Egha udah makan?" tanyaku saat dia baru kembali dari kamar mandi.
"Sudah Mas. Tapi kalo Mas Risky belom, kita bisa nyari," katanya menawarkan. Aku tersenyum senang karena justru dia yg menawarkan alternatif itu.
"Ada tempat makan yg enak?" tanyaku.
"Agak jauh sih Mas. Sekitar 300 meter dari sini ada warung Jawa Timur yg jual ayam lalapan yg enak," jawab Regha.
"Ga keberatan makan lagi nemenin aku kan?"
"Mangga aja Mas! Kalau makan-makan enak mah, perut Egha masih mau nampung," kata Egha dan nyengir. Aku tertawa geli karenanya. Dengan perasaan gemas kuacak-acak rambutnya.
"Ya sudah! Yok, kedepan!" ajakku dan bangkit. Dalam perjalanan ke warung itu, aku sedikit mencari tahu tentang teman Egha tadi. Egha menegaskan kalau mereka hanya teman sekampus, bukan sefakultas. Dan kini mereka rekan kerja. Mulai hari minggu ini ternyata Regha bekerja pada sebuah panti jompo. Dia tak menyebutkan panti yg mana atau lokasinya, dan aku tak bertanya , krn tak ingin terkesan terlalu menyelidik. Setelah mengajukan beberapa pertanyaan lain yg coba kuajukan dengan kesan santai, aku makin yakin.
Egha dan cowok indo tadi hanya teman saja. Fiuhhh!!!! Tak lama kami tiba diwarung makan itu. Kebetulan dideretan ujung ada meja kosong. Aku menunjuk kesana, dan kamipun memesan. Setelahnya, aku terus mencoba mengajak Regha ngobrol. Mencoba untuk menggali lebih banyak informasi tentangnya. Dan satu hal yg aku tahu, dia punya jadwal kegiatan yg cukup banyak. Selain kerja ditempat ibu dan kuliah, Regha jg mengajar les.
"Hari apa saja Egha gak ada jadwal kerja malem?"
"Malem jum'at sama malem minggu Mas. Kenapa?" tanyanya heran.J awaban Regha yg terakhir membuatku sedikit mengernyit. Malam minggu kosong? Sengaja dikosongkan? Apakah dia. . .? Aku bertanyay-tanya dalam hati.
"Malem jum'at, ga mungkin. Kan serem. Kalo malem minggu. . . , kamu pasti apel ya?" gumamku sedikit melamun.
"Nggak kok Mas. Nggak apel. Egha nggak punya pacar. Ga ada spesialnya malem minggu bagi Egha," jawabnya dg muka polos. Sejenak aku tercenung. Tuhanku, dia hanya sekedar menjawab, ataukah sengaja memberi petunjuk padaku?
"Eeuuhh. . . mulai minggu depan aku akan koas. Koasnya kan disekitar Bandung sini aja. Jadi kalo malem minggu bisa ngajak Egha keluar jalan-jalan. Untung saja kamu nggak punya pacar. Jadi malem minggu ini kita hang out bareng ya?" ajakku ringan. Dia bengong. Ekspresi wajahnya yg polos itu benar-benar menggemaskan. Kok ya ada anak kuliahan punya tampang sepolos ini ya? Roman mukanya masih bersih dan apa adanya. Tak ada kepura-puraan atau sifat palsu. Sepertinya hati Regha belum tercemar pengaruh kota ini. Dan justru itu yg membuatnya menarik dimataku.Moodku membaik setiap menitnya.
Dengan santai kembali kuajak dia mengobrol. Sesekali aku memperhatikannya makan. Dua kali dia tak sengaja mengunyah cabe hijau yg dipikirnya sayuran, jelas saja kepedesan. Regha buru-buru meneguk es tehnya. Sialnya, saking buru-burunya sebagian minumannya jadi berleleran didagunya. Diapun meraih kotak tissue. Tapi karena terburu-buru, kotak itu justru tersenggol dan jatuh kebawah.Aku menggelengkan kepala geli melihatnya. Tidak berubah, batinku. Masih ceroboh seperti pertama kali aku melihatnya.
"Aku akan langsung pulang ya Gha? Kita ketemu malam minggu depan," kataku saat kami sudah kembali didepan tempat kostnya. Regha mengangguk.
"Makasih ya Mas, sudah bantu Egha. Juga traktir Egha makan," kata Regha.
"Sama-sama. Ketemu malam minggu ntar ya? Inget, kita punya kencan," kataku menggoda. Hal itu membuatnya sedikit tersipu.
"Ya sudah, nanti aku kasih kabar lagi.Sekarang kamu istirahat saja kedalam," ujarku dan kembali dengan gemas mengacak-acak rambutnya.Kembali Regha mengangguk dan tersipu karenanya. Dia segera turun. Aku pun melaju setelah membunyikan klakson sekali. Dia diam disana sembari melambaikan tangan padaku.Malam minggu yg akan datang. Kencan pertama kami. . . .Belum-belum aku sudah tak sabar menantikannya.
ZAKI
"WHAT THE HELL ARE YOU DOING HERE?!!" bentakku pada Emma yg sedang berbaring ditempat tidurku. Satu-satunya hal yg ingin kulakukan saat tiba dirumah ini adalah tidur. Melihat Emma yg berbaring diranjangku dengan baju tidur seksinya tidak termasuk dalam agendaku.
"I'm waiting for you," katanya manja dan berjalan mendekat dengan langkah sensual. Dia mengusapkan telapaknya pada sisi wajahku, lembut.
"Kamu nggak terlalu lelah untuk menemaniku kan?" bisiknya. Aku mendengus keras.
"I'm not in the mood. Go home!" kataku dingin sembari melangkah ketempat tidurku. Kujatuhkan tubuhku yg lelah disana dan mendesah keras. Aku tak tahu mana yg lebih menjengkelkan diujung hari ini.
Mendapati Emma yg bersikap seolah-olah dia istriku, atau bertemu dg teman Regha tadi yg menatapku seakan-akan aku mencuri pacarnya .Emma menyusulku. Dia berbaring disampingku sementara tangannya bergerak pelan membuka kancing kemejaku. Sebentar saja dia sudah mengusap-usap dadaku dengan gerakan yg biasanya bisa membuatku tertarik. But not today. Aku benar-benar ingin dia pergi. Pronto.
"You look tired. Let me treat you right!" tawarnya dan mengecup telingaku. Aku berpaling padanya kesal,
"What do you think you're doing?!! Kamu nggak bisa seenaknya masuk kekamarku dan bersikap seakan-akan kita sudah menikah! Bagaimana kalau ada ibuku?!"
"Well, maybe dia akan berpikir kalau aku calon menantunya?" Aku tak percaya mendengarnya. Dengan cepat aku bangkit dan kembali mengancingkan kemejaku yg telah terbuka semua kancingnya.
"Are you out of your mind?!! Aku tak tertarik dengan pernikahan. Dan kalau memang Mommy menemukanmu disini, percayalah, dia tak akan menganggapmu sebagai daughter in law material! Now go! Out of my house!"
"What?! Kamu mengusirku?" tanyanya tak percaya.
"Yes!!" jawabku tegas. "Dan kalau kau masih ingin dekat denganku, kuperingatkan! DON'T YOU DARE DOING IT AGAIN! EVER!!! You got me?"
"FINE!!" seru Emma dan bangkit. Aku hanya mendengus dan keluar.
"MBAK AYUUU!!!!" panggilku pada salah satu pengurus rumahku dengan nada kesal. Tak lama wanita berusia pertengahan 30 an itu muncul dilantai bawah dari arah dapur.
"Iya Mas?" jawabnya sedikit takut. "Lain kali, jangan biarkan orang masuk sembarangan kekamarku. Paham?!!" perintahku tegas.
"I-iya Mas!!" jawab Mbak Ayu dan mengangguk gugup. Kulihat dari ujung mataku, Emma sudah keluar dari kamarku. Pakaiannya juga telah kembali normal.
Jelas dia mendengar kalimatku tadi. Tapi aku tak peduli. Segera setelah dia keluar, aku masuk kekamar dan menguncinya."I need to get shower!" gerutuku pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed]
Teen FictionRegha, seorang anak kuliahan dari Majalengka terjebak dikisah dilema dimana perang batin dan akal menyelimutinya. Zaki, Seorang Konglomerat yang begitu membenci Regha karena kecerobohannya menyebabkan mobilnya ringsek Rizky, Seorang Dokter yang meng...