ZAKI
Aku berharap bahwa tanggal 24 Maret, hari minggu ini tidak akan pernah datang. Kalau bisa, aku ingin mengundur waktu beberapa bulan kebelakang. Tanggal 24 Maret adalah hari ulang tahunku. Dan itu berarti ada kemungkinan Mommy akan pulang, dan pesta yang cukup meriah disebuah gedung. I hate it! Always!
Aku tahu setiap orang berharap kalau hari ulang tahunnya akan dirayakan dengan pesta. Well, I don't. Aku tak suka pesta ulang tahunku dirayakan. Karena itu berarti aku harus berada dipesta dimana undangan yang datang kebanyakan kolega/rekan kerja bisnis Mommy. Pesta membosankan yg juga mengharuskanku bertemu wajah-wajah asing yang hanya kulihat sekali dalam setahun. Tahun ini adalah pertama kalinya aku merayakannya di Indonesia. Dan itu mungkin berarti aku akan mendapat sebuah berkas tebal berisi data-data dari kolega-kolega Mommy. Aku harus menghafal data-data itu, bersikap seolah-olah mereka adalah teman lama keluarga kami. Menanyakan kabar anggota keluarga mereka yang lain. Dan kalau aku sial, mereka mungkin akan membawa serta anak atau cucu mereka untuk bersosialisasi denganku. Melebarkan jaringan kerja Mommy disini.
Taruhan, asisten Mommy pasti telah berusaha menghubungiku! Dan sedari tadi aku telah mematikan ponselku untuk mencegahnya. Aku capek dan jenuh dengan semua rutinitas yg sama selama 6 tahun terakhir. Aku ingin pergi kesuatu tempat dimana Mommy ataupun asistennya tak akan bisa menemukanku. Kabur ke Bali juga percuma. Mereka pasti akan dengan mudah melacakku. Aku juga tak mungkin ke Australia, menemui teman-teman lama.
DAMN!! Where the hell am I supposed to go?!!
Aku kesal karena tak kunjung menemukan ide! Mungkin memang tak mungkin bagiku untuk menghindarinya, pikirku pasrah. Dengan langkah pelan aku menuju ke tempat parkir. Aku sedang tak ingin diganggu, jadi tadi Emma kuminta untuk pulang bareng temannya.
"ZAKI!!!"
Panggilan keras itu membuatku urung untuk masuk ke mobil. Dari suaranya saja aku sudah tahu kalau itu Regha. Kulihat dia berlari dari arah kampus. Wajahnya yg kemerahan dan sedikit berkeringat tampak lega melihatku. Sepertinya dia habis sedikit berolah raga dalam usahanya mencariku.
"Aku. . . co-coba . . . , telepon," katanya sedikit terengah-engah, mencoba mengatur nafas.
"Ponselku emang kumatiin. What's wrong?!" tanyaku singkat, tak ingin membuang waktuku melayaninya. Aku sedikit kesal karena meski telah 4 kali bekerja denganku di Panti, si tolol ini masih saja ceroboh.
"Eeehh gini. Aku. . . ," dia tampak ragu. Kalimat yang sudah terlontar kembali ditahannya. Tentu saja aku jadi bertambah kesal.
"Ngomong aja kenapa sih?!! Susah amat?!!" bentakku sedikit keras.
Regha terlihat kaget dan makin gugup. Dia tampak menarik nafas sembari menggigit bibirnya, resah. "A-anu, aku mau pulang kampung!" kata Regha memulai. "Hari jum'at dan sabtu besok, aku nggak ada kuliah. Senin juga libur. Jadi kalau boleh, hari minggu ini aku ijin dulu pergi ke pantinya!"Aku sontan mematung diam!
"A-aku tahu mendadak banget," katanya cepat sebelum aku bisa bereaksi, nyengir dan makin salah tingkah. "Ta-tapi u-udah 3 bulan aku nggak pulang Ki. Kangen sama keluarga di Majalengka. Kamu boleh potong gajiku kok. Aku maklum. Soalnya kalau aku nggak libur, nanti balik kesini pasti repot dan. . . "
"Baiklah!" potongku membuatnya sontan berhenti ngoceh. Sejenak dia hanya tertegun, seolah-olah tak percaya pada apa yang kukatakan tadi.
"B-bo-boleh Ki?" tanya Regha ragu.
"Yep! Kamu boleh off minggu ini. Kamu boleh pulang ke kampungmu."
"Ma-makasih Ki!" katanya sumringah.
"Tapi dengan syarat, aku ikut!" lanjutku tegas. Kalimat tadi membuat mata Regha terbelalak lebar dan mulutnya menganga tanpa suara. Oh yeah! I think I know where to go now, pikirku senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed]
Teen FictionRegha, seorang anak kuliahan dari Majalengka terjebak dikisah dilema dimana perang batin dan akal menyelimutinya. Zaki, Seorang Konglomerat yang begitu membenci Regha karena kecerobohannya menyebabkan mobilnya ringsek Rizky, Seorang Dokter yang meng...