Chapter 25 : Denying

4.4K 240 41
                                    

ZAKI

This is silly! What the heck is going on , really?!!!  Aku berjalan mondar-mandir diruang kerjaku dengan pikiran kalut. Kenapa perasaan ini masih belum juga hilang?!! Kenapa aku masih sering teringat dia. Everytime, everywhere. Sepertinya aku HARUS selalu melihatnya. Saat-saat bersamanya adalah saat dimana aku baru bisa merasa tenang. Tidak kacau seperti sekarang ini. Tiap kali menunggunya datang, aku selalu diliputi perasaan gelisah yang tak jelas. There's something wrong with my head!! Definately!! I need to talk to someone!!!!'

But who??!!! I can't go the psychiatrist. Kalau sampai. Mommy tau aku pergi ke psikolog, bisa tambah runyam ntar. I need to talk to....

Aku berhenti melangkah dan pandanganku tertumbuk pada sebuah foto yang ada di layar komputerku. Foto yang kuambil saat aku dan beberapa orang temanku yang di Australia berlibur ke Bali. Dan pemecahan dari masalahkupun muncul. Justin!!! Dengan cepat aku menuju meja kerjalu dan meraih handle telepon.

Justin adalah temanku yang dulu sempat disukai oleh Robin. The Queer in high school. And I''m sure I can trust him. Justin selalu bisa diandalkan. Malah dia yang paling bisa kuandalkan dibandingkan dengan Tom, David dan Jared. Tiga deringan kemudian, teleponku diangkat. Dan suara musik upbeat sontan memenuhi telingaku. Someone's having a party! pikirku kecut.

"Yeah?!!" sapa Justin dari seberang.

"Justin?!!! It's me, Zake!!!" kataku sedikit keras untuk mengatasi dentuman musik.

"ZAKE??!!MATE?!!! IS THAT REALLY YOU?!!!" teriak Justin.

"YEAH IT"S ME!!"

"WICKED!!! ARE YOU IN TOWN?!! I HAVE A SMALL PARTY HERE. JOIN ME!!!"

"CAN"T MATE! LOOK, I NEED TO TALK WITH YOU!!!!"

Untuk beberapa saat tak ada sahutan dari Justin, tapi kudengar dia berbicara dengan seseorang di seberang. Beberapa saat kemudian suara hingar bingar musik yang tadinya mengganggu mejadi teredam, kini malah menjadi seperti suara latar yang samar.

"Okay, I'm in my room now. Talk!" ujar Justin.

"Turn on your computer," sahutku balik dan menutup line telepon. Aku segera menghidupkan laptopku. Kupikir mungkin akan lebih baik kalau aku live chat dengan Justin. Lagipula, sudah beberapa bulan ini aku tak melihatnya. Tak berapa lama wajahnya muncul dilayar.

"Dude, you're tanned now!" komentarku begitu melihatnya. Justin tertawa mendengarku. Kulitnya memang menjadi lebih coklat dari biasanya. Pasti dia sering surfing, salah satu kegemarannya yang dulu sempat dia tularkan padaku.

"And you're getting pale and neat as usual. What's up Bro?" sapanya dan mengusap rambutnya yang makin pirang.

"I'm fine J. Hei, listen. I need to talk to you about something," kataku memulai meski agak risih. Tapi mengingat yang ku ajak bicara kali ini adalah Justin, aku mencoba menyingkirkan rasa itu.

"Okay. Shoot!"

"Do you remember the time when we were in high school? About........ Robin?" tanyaku. Untuk sesaat kulihat Justin tampak sedikit salah tingkah. Dia membetulkan posisi duduknya, dan berdehem. Aku sendiri mulai bertanya-tanya pada diriku sendiri, apakah aku telah melakukan tindakan yang tepat.

"Well..... yeah. Of course. What about it?"

"Look, I know that there was nothing happened between you two. But..... I wanna know, what did you feel when you knew that he liked you?" tanyaku akhirnya. Dan Justin semakin terlihat tidak nyaman dengan topik yang kutanyakan,
"Justin, I'm sorry if it makes you uncomfortable. But I need to know something. I have.............. a friend. He's confuse about the way he feels lately. He's close with some boy. He almost think that he.............feels something to him."

Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang