ZAKI
Hari terakhir, batinku dan duduk diam memandang matahari pagi yang baru muncul diufuk timur. Nanti kami akan berangkat kembali ke Bandung. Kembalike kehidupan lama kami. Dan aku akan kembali pada rutinitas lamaku yang membosankan. Bergelut dengan urusan lama yg sejujurnya mulai menjemukan bagiku. Sebenarnya aku masih ingin berada disini. Bersembunyi dari kehidupan lamaku. Menenggelamkan diri kedalam ketenangan alam desa di Majalengka ini yg mulai melenakanku. Aku menikmati suasana pagi yg kian akrab disini. Kabut pagi yg masih terlihat bergerak pelan, nyaris gaib. Suara berbagai macam serangga ,burung dan entah apa lagi mengiringi segarnya udara yang kuhirup. Segar dan bersih, bebas dari berbagai macam polusi yg biasanya kuhirup. It's really a good place to hide. And I like it here.
"Sudah bangun dari tadi kasep?" tanya Mamah yg tiba-tiba saja ada disebelahku. Dengan senyum yang mulai terasa akrab dimataku, beliau duduk dikursi sebelah.
"Nggak Mah! Barusan saja kok," jawabku.
"Terus, kenapa malah melamun diberanda?" tanya beliau lagi."Kangen dengan yang ada dirumah?"
Aku menggeleng sembari tertawa kecil. "Justru enggak Mah. Malah belom pengen balik ke Bandung. Masih kerasan disini," kataku nyengir.
"Zaki kan bisa mampir lagi kesini. Kapan saja Zaki kangen, Zaki bisa langsung datang," ujar beliau membuatku kembali tersenyum.
"Terimakasih Mah! I'll be back here someday," janjiku.
"Aduh kasep! Ulah nyarios turis gitu jeung Mamah. Teu ngarti," seloroh beliau terkekeh.
"Nah itu juga si Mamah pake bahasa Sunda. Saya juga gak ngerti tuh!" sahutku dg tawa kecil. Kami baru bersama dalam hitungan hari. Tapi aku lebih banyak bercanda, bahkan lebih akrab, dengan beliau, dibandingkan dengan Ibu kandungku. Ironis sekali, pikirku kecut. Apa mungkin keadaan kami akan berubah bila saja Mommy hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa seperti Mamah?
"Mah, kopi Abah sudah disiapkan?" tanya Regha yg muncul dari pintu.
"Sudah Aa! Aa ibak heula nya? Mamah teh hayang ngawangkong heula jeung si kasep'" kata Mamah membuat Regha menggerutu pelan.
"Gha!!" panggilku padanya. "Disini ada lapangan ga?" tanyaku.
"Ada, tapi agak jauh. Kenapa?" tanya Regha balik dengan nada heran.
"Ntar anterin. I need to do something," pintaku.
"Gimana kalo siangan aja sama Agus? Balik dari sekolah dia pasti bisa. . . "
"Aku mau kamu yang anterin!" potongku membuatnya terdiam. Sejak kejadian di sungai waktu itu, Regha memang lebih sering menghindariku, tapi aku berusaha untuk terus bersikap biasa. Dan saat ingat kalau hari ini adalah hari terakhir kami disana, aku punya ide mendadak. Semoga saja ini bisa berhasil. Akhirnya, dengan sedikit bergumam,dia setuju untuk mengantarkanku. Tanpa berbicara lagi, dia menghilang kedalam.
"Memang mau apa ke lapangan Ki?" tanya Mamah yang ikutan ingin tahu.
"Ada aja deh Mah!" jawabku nyengir membuat beliau kembali tertawa kecil.
"Ah kamu ini!" sergah Mamah dan menepuk pelan lenganku.
"Sok main rahasia sama Mamah. Memang mau diapain si Aa sama Zaki?"
"Heh?! Memang si Regha cerita apa aja sama Mamah?" tanyaku sedikit heran. Meski ada sedikit kekhawatiran, tapi kurasa tak mingkisn si Regha ngomong soal insiden antara kami secara keseluruhan kan?
"Nggak ada! Tapi kalau ngeliat sikap si Aa ke Zaki sih, sepertinya ada sesuatu," jelas Mamah seraya tersenyum.
Bukan senyum menyindir atau menegur, namun lebih terlihat geli. "Si Aa teh orangnya agak manja Ki!" jelas Mamah melanjutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed]
Teen FictionRegha, seorang anak kuliahan dari Majalengka terjebak dikisah dilema dimana perang batin dan akal menyelimutinya. Zaki, Seorang Konglomerat yang begitu membenci Regha karena kecerobohannya menyebabkan mobilnya ringsek Rizky, Seorang Dokter yang meng...