REGHA
Aku tahu dia sangat terkejut. Aku sendiri juga tak kalah kagetnya dengan keberanianku. Dadaku bergemuruh dengan keras. Dentuman detak jantungku bergema ditelingaku. Nafasku juga pendek-pendek seakan habis berlari jauh. Aku sebenarnya juga merasa takut. Sangat takut. Tapi………..persetan! Kalau tidak melakukannya sekarang, aku mungkin akan kehilangan keberanianku selamanya.
Jadi aku maju selangkah. Zaki mundur. Wajahnya masih menyiratkan kekagetan, seakan-akan tak percaya kalau ini aku. Aku kembali melangkah maju, dan dia tetap mundur. Hingga kemudian aku berada dalam kamarnya. Dengan mata yang masih melihatnya, aku meraih pintu. Menutup, dan kemudian menguncinya. Mata Zaki mengikuti semua gerakanku dengan ekspresi yang sama.
Dan tiap kali aku maju, dia terus mundur. Hingga kemudian dia tak bisa mundur lagi. Kakinya menyentuh ujung tempat tidur, dan dengan kaget dia terjatuh ke atasnya. Tapi dia segera bangkit, kembali berdiri. Dan sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, aku sudah menciumnya lagi.
Kali ini tangan kananku juga bergerak menelusuri leher, dan naik ke rambutnya dari belakang. Aku lalu memberikan kuluman singkat di bibir bawahnya yang merah dan menggemaskan itu, lalu menggigitnya sedikit. Kuusapkan lidahku dipermukaan bibirnya, sedikit memberinya dorongan untuk membuka.
Zaki mengerang lirih, membuatku tersenyum. Tahu kalau dia mulai tergoda. Aku kembali memagut bibir bawahnya, mengulum dan menariknya sedikit. Lalu kembali mengusapkan lidahku. Zaki kembali mengerang dan kali ini dia menyerah. Bibirnya terbuka dan lidah kami bertemu. Kurasakan tangannya bergerak meraih pinggangku dan dengan sebuah tarikan keras, bagian bawah tubuh kamipun menempel.
Jiwaku serasa melayang. Aku ingin jatuh ke dalam tubuhnya. Keinginan untuk menyatukan tubuh kami begitu kuatnya hingga membuatku gemetar. Tapi aku mati-matian berusaha menahan diri. Aku lalu melepaskan tanganku dari kepalanya dan kini bergerak untuk membuka kancing bajunya. Sedikit memerlukan usaha karena bibir kami yang terus berpagutan dan sesekali aku harus menarik nafas agar tidak pingsan.
Dan saat tanganku menyentuh dada telanjangnya, aku mengeluarkan suara rintihan lirih yang membuat Zaki melepaskan pagutan bibirnya. Ini adalah untuk pertama kalinya, tanganku menyentuh kulit dadanya. Terasa halus dan sedikit menggelitik oleh bulu dadanya yang terasa di telapakku. Mataku langsung beralih menjelajahi dadanya yang kini ku sentuh. Dada yang penuh dan tegap itu bergerak naik turun dalam gerakan cepat karena nafasnya yang memburu. Aku menatapnya dengan takjub. Mengikuti pola bulu dadanya yang sedikit melingkar dibagian atas, dan agak menebal dibagian tengah. Pelan, kugerakkan kudua telapakku menelusuri dadanya yang sedikit berbulu itu. Dan saat ujung tanganku menyentuh puting dadanya, Zaki kembali mengeluarkan suara terkesiap kaget. Aku tesenyum dan kemudian menekan sedikit ujungnya yang sepertinya mengeras.
Zaki mengelurkan suara menggeram yang asing dan belum pernah ku dengar sebelumnya. Dan tahu-tahu dia sudah merenggut tubuhku dan menjatuhkannya ke tempat tidur. Tangannya bergerak meraba bajuku dan dengan gerakan tiba-tiba menyentakkannya, sehingga sebagian kancingnya terlepas diikuti oleh suara robek.
Sesaat kami terpaku akan gairah kami yang mencengangkan.
“Aku…akan menggantinya,” kata Zaki singkat dan kembali menciumku. Dan aku menyambutnya. Ciumannya kali ini dalam, menuntut dan menguasai. Aku sedikit kelabakan untuk mengimbanginya. Tapi aku haus akan dirinya. Aku begitu menginginkan sentuhannya. Tanganku bergerak mengusap punggungnya dan beralih dengan cepat ke kepalanya. Menekannya agar dia memperdalam ciuman panasnya.
Hingga kemudian tangan Zaki bergerak didadaku. Seperti tanganku, tangan itu menemukan puting dadaku yang mendadak saja menjadi begitu sensitif hingga aku mendesis saat dia mengusapnya. Aku benar-benar tak bisa menguasai diri lagi karena sentuhannya itu. Punggungku melengkung diiringi lenguhan tertahanku. Dan aku hampir-hampir mempermalukan diri saat lidah panas Zaki menemukan putting dadaku dan menjilatnya. Aku mendesah lirih dan kemudian terkesiap keras saat dia mengulum dan menggigit ujungnya.
“Zaake..” bisikku dan mengerang.
“Kau tak tahu berapa kali aku membayangkan untuk bisa melakukan ini,” ujarnya dan kemudian menjiat, mengulum lalu menggigit ujung puting kiriku, “Tiap kali kau mengenakan t-shirt tipismu yang membuat ujung dada ini tercetak jelas, aku selalu nyaris kehilangan kendali. It drives me mad..” katanya dan kembali mempermainkan ujung dadaku bergantian.
Aku tahu kalau aku membiarkannya, permainan ini akan berakhir dengan cepat dengan aku sebagai pihak yang kalah. Aku segera menariknya untuk naik dan kemudian kembali menciumnya. Tanganku bergerak kebawah dan kini berusaha membuka ikat pinggangnya.
”Tunggu!!” cegah Zaki dengan nafasnya yang memburu. Dia menahan tanganku dengan mata yang terpejam. Saat dia membukanya, aku bisa tahu kalau dia berusaha menahan diri, “A-are sure of it?” tanyanya.
Aku tak menjawab, hanya tersenyum dan mengangguk dan tersenyum ketika Zaki mengeluarkan desahan lega. Aku kembali berusaha untuk membuka celananya. Tapi entah mengapa, aku kesulitan melakukannya. Berkali-kali aku men mencoba tapi gagal hingga tanpa sadar aku mengeluarkan erangan frustasi.
Zaki mengumpat lirih dan kemudian bangkit. Dengan cepat dia bangkit dan membuka seluruh pakaian bagian bawahnya. Dan akupun ternganga.
Disanalah dia, berdiri dengan nafas memburu dengan semua atribut kelakiannya yang membuatku sedikit ngeri. Aku tahu dia memiliki darah campuran dan bisa membayangkan perbedaan fisik yang kami miliki. Tapi apa yang kulihat didepanku, melebihi apa yang selama ini aku bayangkan. Tanpa sadar aku merapatkan pahaku dengan mata yang masih terbelalak lebar.
Zaki hanya tersenyum dan kemudian menunduk padaku. Tangannya bergerak untuk membuka celana dalamku, berikut yang lainnya. Tapi aku yang sudah mengalami krisis percaya diri mendekap bagian pribadiku dengan kedua tanganku erat-erat. Ya Tuhan, kalau dibandingkan dengannya……..
“Gha, please…….?” pintanya pelan.
Aku hanya menggelengkan kepalaku. Kali ini Zaki kembali mendekat dan membaringkan tubuhnya di sebelahku. Dia tak mengatakan apapun. Tangannya bergerak mengusap rahangku dengan lembut.
“Kau tak perlu malu dengan tubuhmu. You are perfect…to me,” bisiknya dan kemudian menarik wajahku. Dia lalu kembali menciumku. Tangannya lalu menarikku hingga kemudian aku berada diatas tubuhnya. Dia terus menggodaku dengan kuluman lembutnya. Tangannya bergerak mengusap tubuhku bagian depan. Kembali mempermainkan ujung dadaku yang kembali sensitive. Dan tahu-tahu, kedua tanganku telah berada dalam genggamnnya. Lalu dengan sebuah sentakan keras, dia kembali berada di atasku.
Dia tak melepaskan ciumannya. Tapi kemudian bibirnya bergerak ke dagu dan leherku. Menjelajahiku. Kedua jemari tangan kami yang bertemu saling bertaut. Kedua tubuh kami saling bergesekan. Dan setiap kali kulit kami bergesek, setiap bagian yang bertemu, menimbulkan semacam getaran asing yang terasa di bagian bawah perutku. Dan saat dia menggesekkan bagian pinggangnya padaku, aku mengerang dengan keras.
Rasanya semua pandangan mataku tiba-tiba saja menjadi kabur. Lalu kurasakan tubuhnya terangkat. Aku membuka mataku yang ternyata sudah menutup tadi. Kutemukan wajahnya yang begitu dekat denganku tersenyum. Dia lalu sedikit mengangkat bagian tubuh bawahnya dan melihat ke tubuh bagian bawah kami berdua.
“See? Sou don’t have to be ashamed..” ujarnya lagi dengan nafasnya yang memburu. Aku tak mengatakan apa-apa selain mengangkat kepalaku dan mengecup bibirnya yang terlihat lebih penuh dan jauh lebih merah dari sebelumnya.
“Wait…” katanya kemudian dan melepaskan ciumanku, “ Sebelum kita teruskan……..kurasa sebaiknya kita membicarakan hal ini terlebih dahulu.’
Aku tak tahu apa yang dia maksud, jadi aku hanya menatapnya tak mengerti.
“Kau tahu kalau seseorang dari kita harus……” Dia tak meneruskan kalimatnya. Tapi aku mengerti. Fakta bahwa dia bermaksud membicarakannya saja sudah membuatku merasa lebih baik. Ketakutan yang kurasakan tadi sedikit terobati. Zaki sudah menunjukkan bahwa dia peduli karena dia sudah mau membicarakan ini. Dia tidak mau memaksa atau berasumsi berdasarkan pertimbangannya sendiri.
“May be we should decide who’s gonna do it first,” ujarnya lagi.
Aku tanpa sadar melirik ke bagian bawah tubuh kami dan menelan ludah. Aku tahu bahwa suatu saat, kami berdua toh harus melakukannya juga. Tergantung waktu saja. Jadi akupun menarik nafas dan mengambil keputusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed]
Teen FictionRegha, seorang anak kuliahan dari Majalengka terjebak dikisah dilema dimana perang batin dan akal menyelimutinya. Zaki, Seorang Konglomerat yang begitu membenci Regha karena kecerobohannya menyebabkan mobilnya ringsek Rizky, Seorang Dokter yang meng...