ZAKI
Aku duduk dikamarku, memandang kearah tv yang mati, tak tahu harus merasa lega, marah, bingung ataupun heran. Biasanya aku orang yang cukup punya kontrol dan penuh perhitungan. Kebiasaan yang tertanam oleh caraku dididik dan lingkunganku. Terutama karena didikan keras Mommy dan tanggung jawab yang dia serahkan padaku. Tapi dalam hitungan beberapa jam tadi, aku membuat beberapa tindakan impulsif yang cukup mengejutkan diriku sendiri.
Aku tak tahu apa yang mendorongku mengaku pada Rizky bahwa aku menyukai Regha. Yang aku tahu, aku benar-benar tak suka pada pria itu. Dari awal pertemuan kami, aku sudah tak menyukainya. Masih jelas dibenakku bagaimana cara dia memandang Regha pada saat pertemuan kami didepan kost Regha. Dia memandang Regha seakan-akan Regha adalah miliknya. His private property. Dan aku hanya seorang asing yang dengan lancang menjamahnya. Mengesalkan!
Setiap kali aku berada didekatnya, aku selalu terpancing untuk bersikap sinis dan kaku. Aku gatal ingin menunjukkan pada pria itu bahwa dia tak bisa memiliki Regha. Apalagi setelah dia dengan tenangnya mengatakan kalau dia mencintai Regha.Mencintai, bukan menyukai. That's heavy. Dan itu justru menggelitikku, hingga aku seperti merasa tertantang untuk makin membuktikan, bahwa dia tidak memiliki Regha, seperti yang dia coba tunjukkan padaku. Karena itu aku mengatakan kalau aku menyukai Regha. Aku tak bisa menggunakan istilah 'mencintai' sepertinya. Karena bahkan saat itu, aku merasa cukup konyol dengan mengatakan aku menyukai Regha. Loving is overrated for me. Even in that situation!
Dan kejutan setelahnya, aku mendapati Regha telah berada di belakangku. Aku sudah bersiap-siap untuk mengajukan berbagai dalih seberapapun konyolnya itu, kalau-kalau dia mendengar pengakuanku tadi. Tapi si ceroboh itu tidak mendengarnya. Karena dia hanya melihat bingung ke arahku dan Rizky. Kalau dia mendengarku, aku yakin dia sudah mencak-mencak. Apalagi aku mengatakan itu didepan Rizky. Tapi seperti biasanya, pikiran anak itu punya kemampuan loading sepelan siput. Dia tidak menunjukkan tanda kalau dia tahu, sama sekali. Khas Regha.
Lalu tadi, saat pertama kalinya aku masuk kekamar kostnya, aku sedikit kaget dengan betapa sederhana dan kecilnya ruang yang dia miliki. Bahkan lemari pakaianku masih lebih besar. Mengejutkan dan membuatku sadar, bahwa sebenarnya kita tidak memerlukan begitu banyak benda untuk bisa bertahan hidup. Namun yang membuatku merasa ironis adalah saat aku bisa merasakan ruang hidup Regha, meski sempit dan serba kekurangan, terasa lebih hidup daripada kamar luas yang kumiliki. Setiap sudut kamar Regha terpakai dengan efesian dan terasa betul jejak kehidupan disetiap sudutnya. Tak ada area yang tak tersentuh oleh tangan manusia. Semua begitu. . . lain denganyang kumiliki.
Aku punya semua yang tidak dimiliki oleh Regha. Aku bahkan hampir tak bisa percaya kalau Regha bahkan tak memiliki komputer. Dirumah ini, aku memiliki lebih dari 3 komputer. Diruang kerja, kamar, laptop dan mungkin ada lagi ditumpukan hadiah yang di closetku. Barang-barang yang ada disana adalah hadiah dari kolega-kolega Mommy. Ada beberapa yang berasal dari temanku di Australia. Mereka mengirimkannya lewat post. Barang-barang yang tiap tahun terus bertambah banyak dan hampir--hampir tak terpakai. Dan tentu saja, akan lebih berguna bagi Regha.
Reaksinya tadi cukup diluar dugaan. Mulanya kukira dia akan gembira hadiah itu. Aku tak memilki sedikitpun perkiraan bahwa Regha akan menganggapnya sebagai hinaan. Untung saja aku sudah sedikit terbiasa dalam menangani situasi tak terduga. Terimakasih pada Mommy yang telah memberiku tugas-tugas dadakan dalam menangani panti, aku bisa melakukan manuver, membuat Regha akhirnya mau menerima laptop itu. Ide dadakan untuk memindahkan Regha kedalam staff administrasi sebelumnya tak pernah terlintas dalam benakku. Aku belum tahu kemampuannya dalam pembukuan.
Sepertinya sekarang aku memiliki kesempatan untuk melihatnya.Lamunanku terhenti saat ponselku berdering. Nama Emma muncul dilayar. Beberapa hari terakhir dia berusaha menghubungiku.Tapi tidak sekalipun kutanggapi. Bahkan dikampus, aku lebih suka menghindarinya. Sepertinya aku harus mencari cewek lain untuk membuatnya menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed]
Teen FictionRegha, seorang anak kuliahan dari Majalengka terjebak dikisah dilema dimana perang batin dan akal menyelimutinya. Zaki, Seorang Konglomerat yang begitu membenci Regha karena kecerobohannya menyebabkan mobilnya ringsek Rizky, Seorang Dokter yang meng...