RIZKY
"Gimana menurutmu film tadi Gha?" tanyaku mencoba memecahkan keheningan yang kembali menggantung diantara kami. Regha yang tadinya tampak larut dalam lamunan sontan menoleh padaku, sedikit kaget.
"Eh, ya Mas?" tanyanya agak salah tingkah.
Aku menarik nafas panjang. Sudah satu bulan berlalu sejak kejadian tak terduga di Gramedia Merdeka waktu itu, namun sikap Regha masih tetap kagok. Malam ini aku mengajaknya menonton sebuah film dari Jim Carrey, Yes Man! di Bandung Indah Plaza. Sesudahnya aku mengajaknya makan didaerah Punclut, Ciumbuluit sembari menikmati nightview kota. Sengaja aku memilih restoran dengan saung-saung terpisah sehingga kami mendapatkan privacy yang cukup. Setidaknya jika nanti Regha meledak, kami tak akan jadi tontonan orang banyak. "Gha, tidak bisakah kita. . . . "
"Maaf Mas," potong Regha pelan membuatku langsung berhenti dan melihatnya yang tertunduk didepanku dengan ekspresi kaget.
"U-U-untuk apa?" tanyaku tanpa mampu menutupi kegugupan yang tiba-tiba saja menyerang. Ya Tuhan, jangan katakan kalau dia ingin mengakhiri kebersamaan kami, desahku dalam hati.
"Egha minta maaf kalau sikap Egha akhir-akhir ini. . . . canggung," katanya pelan, masih dengan mata yg menghindariku. "Tapi kemaren Egha sedikit terkejut dan. . . "
"Aku tahu Gha," ganti aku yang memotong kalimatnya. "Aku rasa Egha memang berhak kaget, tapi tidak bisakah kita menjadi teman seperti sebelumnya? Aku tak menyangkal fakta bahwa aku menyukai Egha, tapi aku juga tidak menuntut Regha untuk menyukaiku juga. Berada didekat Egha saja sudah cukup bagiku.
"Jadi Mas Rizky nggak minta Egha buat. . . . pacaran dengan Mas Rizky kan?" tanyanya ragu.
Untuk beberapa saat lamanya aku terdiam, tak tahu harus bereaksi bagaimana saking kagetnya. "Apa Egha menginginkan itu?" tanyaku setelah aku mampu menguasai diri.
Hening! Tak ada reaksi dari Regha.
Kembali aku menghela nafas. "Aku nggak akan pernah memaksa Egha untuk melakukan sesuatu. Egha punya hak penuh untuk melakukan apapun yang Egha inginkan. Seperti yang kubilang tadi, aku cukup senang dengan hubungan yang kita miliki. Aku menyukai kebersamaan kita. Aku suka ngobrol dengan Egha. Hang out bareng Egha."
"Egha juga seneng bareng ma Mas Rizky," bisik Regha pelan sehingga untuk sejenak, kukira aku salah dengar.
"Kalau begitu, kita biarkan saja begitu. Aku nggak minta Egha buat jadian denganku. Kita begini saja. Biarkan semua berjalan dengan apa adanya. Bisa kan?" pintaku lembut meski dadaku mulai bergemuruh dengan harapan yang mulai kurasakan. Setidaknya Egha tidak merasa jijik atau benci padaku kan?
"Kenapa. . . harus Egha Mas?" tanya Regha lagi, matanya menatap kerlipan lampu kota dibawah. "Kalo Mas mau, sepertinya Mas bisa mendapatkan siapa saja kan Mas?"
"Siapa bilang? Bukannya aku tidak bisa mendapatkan Egha?" tanyaku balik dengan nada bercanda. Sedikit berhasil karena kulihat dia tersipu mendengarnya. "Namanya aja orang suka Gha. Siapa juga yang bisa mengendalikan hati?" kataku lagi. Sekali lagi, Egha tampak tercenung memikirkan kata-kataku.
Regha membuka mulutnya, seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi dia mengurungkan niatnya."Sepertinya banyak yang ingin Egha tanyakan. Keluarkan saja. Aku akan berusaha menjelaskan sebisaku," ujarku lagi. Pada titik ini, kurasa akan lebih baik kalau aku menjelaskan semuanya pada Regha. Toh rahasia terbesarku, bahwa aku menyukainya, sudah keluar.
"Bagaimana Mas Rizky bisa. . . . . " dia seperti bingung untuk mencari kata yang pas.
"Gay?" saranku untuk mempermudahnya. Regha hanya mengangguk untuk menjawabku, dan tampak lega bahwa dia tak harus mengucapkan kata itu. "Kalo gitu aku nanya, menurutmu kenapa seseorang bisa dilahirkan bisu, buta atau cacat lainnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoirs : The Triangle [ BoyXBoy] [Completed]
Teen FictionRegha, seorang anak kuliahan dari Majalengka terjebak dikisah dilema dimana perang batin dan akal menyelimutinya. Zaki, Seorang Konglomerat yang begitu membenci Regha karena kecerobohannya menyebabkan mobilnya ringsek Rizky, Seorang Dokter yang meng...